116

Akhirnya Adys memutuskan untuk berjalan seorang diri menuju fotokopian belakang sekolah karena sahabatnya, Nakeya yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Napasnya terengah-engah karena ia harus berjalan dengan jarak yang lumayan jauh. Ditambah lagi, matahari siang ini cukup terik membuat dahi Adys mulai berkeringat.

Sesampainya disana, fotokopian tidak begitu ramai seperti biasanya. Hanya ada Mang Ujang, si penjaga toko fotokopi tersebut. Adys langsung merasa lega karena ia tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu.

“Mang Ujang, mau ngeprint dong.”

“Boleh, atuh. Mau ngeprint berapa lembar? Flashdisknya mana?”

“Ini mang.” Adys memberikan flashdisk kepada Mang Ujang.

Filenya yang ada tulisan formulir pendaftaran ya, mang. Bikin 30 lembar aja.”

“Siap, laksanakan! Sok atuh duduk dulu disana.”

Selagi menunggu, Adys duduk di kursi yang ada di luar sembari meminum minuman kaleng yang tadi sempat ia beli di minimarket samping toko fotokopian.

“Sendirian aja?”

Suara tersebut sukses membuat Adys yang sedang menengguk minumannya langsung terbatuk akibat terkejut.

“Nathan?”

Yang ditanya pun tertawa, “Basah, tuh.”

Adys langsung mengeluarkan ponsel yang ada disaku roknya untuk melihat keadannya. Sungguh memalukan. Minuman yang tadi ia minum benar-benar mengotori wajahnya.

“Nih, bersihin dulu.” Nathan mengeluarkan tissue kecil dari sakunya.

“M-makasih,” jawab Adys kikuk.

“Jadi, sendirian aja kesininya?”

“Iya, sendirian aja.” Adys masih sibuk dengan membersihkan wajah dan bajunya dengan tissue pemberian Nathan.

“Oh, gitu… Ngapain emang?”

“Ngeprint formulir pendaftaran.”

Lagi-lagi, Nathan hanya ber-oh ria.

“Kalo kamu? Ngapain?”

“Fotokopi catatan bimbel.” Nathan menunjukkan catatan yang ada di tangannya.

Adys hanya mengangguk paham.

“Yaudah, gue mau ke si mamang dulu ya, Dys.”

“Hooh, sok.”

Nathan langsung pergi meninggalkan Adys. Tidak lama setelah itu, Mang Ujang mulai meneriaki nama Adys.

“Neng! Neng Adys, udah kelar nih.”

Adys langsung bangkit dan menghampiri Mang Ujang di dalam. “Wih, nuhun ya Mang, nih uangnya ya.”

“Sami-sami.”

Adys yang melihat Nathan masih berdiri disana langsung berpamitan untuk kembali ke sekolah terlebih dahulu. Namun, tangan Nathan langsung sigap menahan tangan Adys yang membuat langkah Adys terhenti.

“Nanti aja, baliknya bareng gue. Lo duduk di sana aja lagi.”

“E-eh, gimana?”

“Di deket portal lagi rame anak 6 pada nongkrong dan cowok semua. Lo balik ke sekolah sama gue aja.”

Ucapan Nathan barusan sukses membuat Adys merasa ngeri, jadilah ia menerima tawaran Nathan untuk kembali ke sekolah bersama.


Nathan baru saja menyelesaikan urusannya dengan Mang Ujang. Ia langsung keluar dari toko fotokopian dan menghampiri Adys yang sedang duduk melamun sembari menggoyang-goyangkan kakinya yang tergantung.

“Ayok, Dys. Gue udah kelar.”

Gadis itu langsung berdiri dan tersenyum, “Ayok!”

Mereka berdua berjalan melewati portal yang ramai akan anak sekolah seberang. Adys langsung menundukkan kepalanya karena merasa tidak nyaman ditatap oleh gerombolan laki-laki yang berada si warung dekat portal tersebut.

Nathan yang paham dengan situasi langsung merangkul tubuh Adys. Yang dirangkul langsung membulatkan matanya.

“Sst! sampe lewatin mereka aja, gue tau lo nggak nyaman ditatap gitu.”

Adys menurut dan mencoba untuk terbiasa dengan tangan Nathan yang berada di pundaknya.

Setelah melewati warung tersebut, Nathan langsung melepaskan tangannya dari pundak milik Adys. “Sorry ya, Dys.”

“Nggak apa-apa, Nat.”

Keduanya kembali berjalan tanpa adanya obrolan lagi. Nathan yang merasa canggung langsung mencoba mencairkan suasana.

“Oh iya, Dys. Gue udah mikirin keputusan buat jadi panitia.”

Adys langsung berdiri dihadapan Nathan dengan antusias.

“Kamu mau???”

“Minggir dulu, Dys. Sambil jalan aja gue kasih taunya.”

Adys langsung kembali berjalan di samping Nathan.

“Maaf, maaf… Jadi gimana? Kamu mau gabung sama kita?”

Nathan mengangguk, “Mau.”

“Yes! Ok!” Adys bertepuk tangan sembari melompat kecil karena senang dengan jawaban Nathan.

Nathan hanya tersenyum melihat tingkah Adys.

Nuhun ya Nat,” ucap Adys sembari tersenyum ke arah Nathan.

“Kenapa? Kok makasih?”

“Kamu jadi bantu ngeringanin beban anak panitia lainnya, dari kemarin mereka udah pusing mau ngajak siapa lagi,” Adys terkekeh.

“Oh iya, sama-sama, Dys.”

Keduanya melanjutkan perjalananya tanpa obrolan.

Beberapa menit kemudian, mereka berdua telah sampai di depan gerbang sekolah. Keduanya masih berjalan bersama sampai koridor lantai satu, hal itu membuat tatapan-tatapan heran dari murid-murid yang melihat ke arah mereka berdua, termasuk laki-laki yang berada ditengah lapangan.

“Rel oper!”