12
Sudah terhitung lima belas menit Haris dan gadis yang sampai sekarang belum ia ketahui namanya itu menunggu gerbang untuk di buka. Haris kira apel selesai di lima menit yang lalu, namun ternyata apel kali ini cukup membuat Haris bosan menunggu. Selama itu juga Haris dan gadis yang ada disampingnya ini tidak saling berbincang melainkan memilih untuk berfokus pada ponselnya masing-masing.
Pagar terbuka. Mang Dadang selaku satpam di sekolah ini menyuruh keduanya untuk masuk ke dalam. Tentu saja tidak sendiri, melainkan bersama satu pengurus osis dan kesiswaan. Pengurus osis menyuruh gadis itu masuk ke dalam barusan MPLS, sedangkan kesiswaan menyuruhnya untuk masuk ke dalam barisan merah. Gadis itu sempat menunduk ke arahnya seakan memberi arti untuk pamit lebih dulu. Haris hanya mengangguk dan tersenyum sembari lanjut jalan menuju ke lapangan.
“Tunggu.” Langkah kaki Haris terhenti. Ia membalikkan tubuhnya saat seseorang memanggil namanya.
“Ini kang jaketnya, nuhun udah dipinjemin ya sama maaf karena jadi kotor gini. Duluan ya kang.”
Haris terdiam sembari menatap kemana arah perginya gadis itu.
“Aduh maneh teh kenapa nggak nanya nama sih, Ris!” batin Haris.
Sesampainya di lapangan, Haris dapat melihat dari kejauhan muka sahabatnya yang terlihat sangat ingin menghujanin wajahnya dengan seribu pukulan. Bukannya takut, Haris malah tertawa sembari masuk ke dalam barisan itu.
“Inget ya Ris, ini teh gara-gara maneh!”
“Anying salahin motor aing yang tiba-tiba abis bensin.”
“Maneh pokoknya maneh!”
Haris tidak menghiraukan ucapan Farel. Perhatiannya tertuju kepada gadis yang tadi sempat telat bersamanya. Gadis itu berjalan melawati koridor yang ada di hadapannya. Bola matanya benar-benar mengikuti kemana arah gadis itu pergi.
“Hormat anying! Ngeliatin apa sih?”
“Diem atuh, Rel, ganggu wae!”