132
Abam dengan napas yang tidak karuan langsung buru-buru menuju belakang kantin. Ia benar-benar tersulut emosi sekarang, sebenarnya ia tidak harus marah ketika mendapat kabar bahwa kekasihnya berada di UKS karena terkena bola basket, tapi karena si pelaku tidak langsung meminta maaf kepada kekasihnya, Abrams ingin memberinya teguran sedikit.
Kini ia sudah berada di belakang kantin sekolah yang memang sangat sepi, tidak jarang anak-anak yang malas belajar datang kesini untuk sekedar tidur, bermain game atau merokok. Jujur saja, Abrams dan teman-temannya juga pernah bolos jam pelajaran, namun tidak untuk merokok dikawasan sekolah seperti ini. Belakang kantin bukanlah areanya dan teman-temannya untuk melakukan hal seperti itu.
Abrams dapat menghirup kencangnya bau asap rokok disini. Ia bisa melihat jelas 5 orang siswa yang sedang duduk berkelompok dengan dua jari yang sedang mengapit benda putih panjang itu.
“Mana yang namanya Cakra?” tanya Abrams sembari melirik ke arah kanan dan kiri.
“Cak bangun Cak, ada yang nyariin lo.”
Ternyata laki-laki yang dicari oleh Abrams sedang merebahkam dirinya di atas gazebo kecil yang memang tersedia disana.
“Ada apa nih bang nyari gue sampe kesini?”
“Lo kalo nggak bisa main basket ya nggak usah banyak gaya. Segala main basket di jam istirahat yang lagi banyak orang. Sok keren apa gimana?” Tanpa basa basi, Abrams langsung menampar Cakra dengan ucapannya barusan.
Laki-laki di depannya malah menghisap rokok dan menghembuskan asapnya ke depan muka Abrams. “Maksud lo?” tanya laki-laki yang menggunakan name tag Cakra Adibima di bajunya.
“Cewek yang tadi kena lemparan bola basket lo, cewek gue. Gue juga dapet laporan kalo lo sama sekali nggak ada minta maafnya ke cewek gue.”
Cakra tertawa remeh. “Ck, cewek lo cuma mimisan! Nggak usah lebay bang.”
“Untungnya cuma mimisan, kalo hidung dia patah, hidung lo mau jadi jaminan?”
Seketika suasana yang sebelumnya ramai dengan suara obrolan orang di belakang, langsung mendadak hening. Abrams benar-benar sedang menunjukkan sisi menakutkannya.
“Diem kan lo. Sekarang ikut gue ke UKS, gue mau liat lo minta maaf di depan cewek gue langsung,” lanjut Abrams.
“Gimana ya, Wa, seragam gue merah begini? Mana putih.” Aluna yang hidungnya sedang disumbat oleh kapas mendadak panik karena melihat seragamnya yang sudah terkena noda merah.
“Aduh gue juga nggak bawa cardigan atau hoodie, Lun.”
“Kak Angga sama Kak Alfi bawa nggak?” tanya Nasywa ke dua laki-laki yang sedaritadi duduk mengamati Nasywa dan Aluna.
“Gue kebetulan lagi nggak bawa,” sahut Alfi.
“Lo kak?”
Angga menggeleng. “Bawanya daleman kaos, emangnya lo mau, Lun?”
“Yang bener aja deh!”
Tidak lama kemudian, suara ketukan pintu UKS terdenger dari luar. Alfi yang memang jaraknya dekat dengan pintu langsung membuka gagang pintu UKS.
“Anjir galak banget muka lo, Bam!”
Semua atensi kini beralih ke dua orang yang baru saja masuk ke dalam UKS.
“Minta maaf,” pinta Abrams kepada laki-laki yang mengikutinya dari belakang.
Nasywa yang sebelumnya berdiri di sebelah Aluna langsung menyingkir dan mendekat ke sebelah Angga.
“Sorry. Gue beneran nggak sengaja tadi, sorry juga karena nggak langsung minta maaf dan malah pergi tanpa tanggung jawab.” Cakra menjulurkan tangannya ke arah Aluna yang masih terdiam, berusaha memahami situasi.
“Kamu maafin nggak?” tanya Abrams kepada Aluna.
“Eh… Iya… Gapapa, dimaafin kok.” Aluna membalas uluran tangan Cakra.
“Ekhem! Udahan kali salamannya,” ucap Abrams sembari melirik ke arah tangan Aluna dan Cakra yang masih saling berjabat.
“Sorry bang.” Cakra langsung melepas tangan Aluna.
“Ini udah clear kan ya bang? Gue udah boleh cabut?”
Abrams mengangguk. “Thanks udah mau ikut gue buat minta maaf ke cewek gue. Besok-besok kalo lo ngelakuin kesalahan lagi jangan langsung kabur, tapi tanggung jawab! Nggak cuma ke cewek gue, tapi ke orang lain.”
“Gue nyuruh lo minta maaf kayak gini biar lo nggak asal lari dari masalah. Jadi, gue harap lo nggak bakal ngulangin hal yang sama.” Abrams menepuk bahu Cakra.
“Iya bang, sorry ya. Izin pamit ya semua.”
“Lun, sekali lagi sorry ya.”
Aluna mengangguk, Cakra langsung buru-buru meninggalkan UKS dan kembali menuju belakang kantin.
Angga dan Alfi langsung menepuk kedua tangannya. “Gila, sahabat gue hatinya terbuat dari apa sih.”
“Apaan lo berdua, lebay!”
Daripada menanggapi kedua sahabatnya itu, Abrams memilih untuk menanyakan keadaan Aluna.
“Udah gapapa?” tanya Abrams yang dibalas oleh senyuman manis dari gadis itu. “Udah gapapa kok, cuma ini idung aku masih disumpel kapas nih.”
Abrams tertawa, kemudian pandangnya mengarah ke seragam kekasihnya yang kotor dengan noda berwarna merah. Abrams yang memang sedaritadi mengenakan hoodie hitamnya langsung membuka hoodie tersebut dan ia pakaikan ke badan mungil Aluna.
“Pake, nanti kalo ditanya kenapa pake hoodie, bilang aja kamu lagi nggak enak badan ya?”
“Waduh… So sweet bener dah dua sejoli, udah kayak di drama korea aja. Tapi liat-liat dong ini di depan lo berdua ada siapa!” protes Angga dengan bawelnya.
“3 curut,” jawab Abrams.
“KURANG AJARRRRR,” teriak Nasywa, Alfi dan Angga bersamaan.