167

Sabil baru saja keluar dari toilet. Entah kenapa ia merasa begitu grogi untuk menemui Haris. Dirasanya sudah siap untuk bertemu, ia langsung melangkahkan kakinya menuju taman belakang sekolah.

Sedangkan Haris, ia tidak benar-benar menunggu Sabil di taman belakang, melainkan ia memilih untuk menunggu Sabil di koridor sebelum masuk ke area taman sekolah. Sabil bisa melihat Haris yang sedang menyenderkan kepalanya sembari mendengarkan musik dengan earphonenya dan menyilangkan tangannya. Ia langsung menghampiri laki-laki itu.

“Haris.” Sabil menepuk pelan pundak Haris.

Haris langsung melepas sebelah earphonenya. “Eh, udah dateng.”

“Aku kira kamu nunggu di taman belakang.”

“Ngeri euy, sendirian. Mending tunggu disini dulu,” jawab Haris.

Sabil hanya mengangguk. “Oh iya, ini kotak bekel kamu. Udah aku bersihin tadi pake tissue basah, nanti sampe rumah dibersihin lagi aja ya. Makasih ya.”

“Sama-sama, makasih juga udah diabisin. Bunda pasti seneng nih kalo bekelnya bersih.”

“Oh iya, salam juga buat bunda kamu.”

“Iya udah aku salamin kok.”

“Beneran?”

Haris mengangguk. “Terus kata bunda kamu apa?” tanya Sabil.

“Aku dimarahin nggak karena makan bekel kamu?”

“Aduh, pasti marah ya karena yang makan bekelnya bukan kamu?”

“Haris kamu kok ketawa?”

Haris hanya terkekeh melihat muka panik Sabil yang menurutnya sangat lucu.

“Kalem atuh Bil, si Bunda mah malah seneng. Nggak marah sama sekali, malah bilang makasih ke kamu karena udah bilang masakan bunda teh enak.”

Sabil yang mendengar penjelasan Haris langsung menghela napas lega. “Syukurlah.”

“Oh iya, kamu teh bilangnya kesini mau nemuin temen kamu. Mana?” tanya Haris.

“Eh iya untung kamu ingetin.”

“Ayok ikut aku.”

Tanpa sadar, Sabil menarik tangan Haris. Haris yang melihat itu langsung tersenyum dan menuruti kemana Sabil membawanya pergi.

“Nah itu temen aku.” Sabil melepas pegangannya pada Haris dan menunjuk ke arah kolam ikan yang berada di taman belakang sekolah.

“Bil kamu teh nunjuk siapa? Teu aya orang disini ih.” Haris mengelus kedua lengannya karena mendadak ngeri oleh Sabil.

“Ya emang nggak ada orang. Aku nunjuk ikan oren itu.”

Haris melirik ke arah kolam. “Itu ikan yang waktu itu kamu ajak ngomong?”

“KAMU KOK MASIH INGET?” tanya Sabil.

“Masih dong,” jawab Haris sembari terkekeh.

“Ih jangan ketawa! Tapi dia beneran nemenin aku waktu itu, makanya aku ajak ngobrol dan temenan. Mending sekarang kamu kenalan sama si oren.”

Bagi orang lain ini nampak aneh. Tapi Haris sama sekali tidak merasa begitu, ia menuruti perintah Sabil untuk berkenalan dengan seekor ikan hias berwarna oranye itu.

“Halo Oren, kenalin aku teh Haris.”

Selanjutnya Haris berbisik ke arah Si Oren.

“Ih kamu bisikin ala ke Si Oren?” tanya Sabil penasaran.

“Kepo, itu rahasia aku sama Si Oren.”

“Baru kenal sama Si Oren kamu udah main rahasia- rahasiaan ya.”

“Udah yuk jangan kelamaan disini, udah mau gelap nih,” ajak Haris.

“Terus mau kemana?”

“Pulang.”

“Sebentar, aku pesen ojol dulu.”

“Siapa yang bilang kamu pulang sama ojol?”

“Lah, terus sama siapa?”

“Sama Haris lah. Aku udah ada disini masa nggak pulang bareng.”

Sabil terkejut. Matanya otomatis membulat. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Haris akan mengantarnya pulang ke rumah.

“Eh malah bengong si geulis!”

“Hayuk atuh, nanti keburu ujan.”

“Kamu nggak ada ajak aku pulang bareng sebelumnya, kok tiba-tiba ajak aku pulang bareng?”

“Disuruh Si Oren. Udah ah hayuk,” ucap Haris sembari membawa Sabil pergi dari taman untuk menuju gerbang sekolah.

“Haris ih lepas, nanti jadi gosip!!!”

“Nggak apa-apa, nambah followers IG.”

“Kamu, ih!!!”