169

“Bil.”

“Apa?”

“Oh masih di belakang.”

“Ya masih!!!”

“Pegangan Bil,” pinta Haris.

“Modus weh kamu mah!”

“Bukan modus, itu biar meyakinkan aku kalo kamu masih di belakang.”

Sabil langsung memegang saku jaket Haris. Haris yang melihat itu langsung terkekeh. “Peluk atuh akunya, masa pegangannya jaket.”

“Halah tuhkan modus!”

“Bercanda, Bil. Yaudah pegangan ya, bentar lagi lampu ijo nih. Siap ya kita meluncur!”

“Bil, siap teu?”

“SIAAAAAP!!!” teriak Sabil dari belakang.

“Cakep!”

Motor Haris kembali melaju setelah tadi sempat terjebak lampu merah. Selama di perjalanan, Sabil masih memegang saku jaket Haris. Keduanya juga tidak banyak berbicara dalam perjalanan. Hanya Haris yang selalu memanggil nama Sabil untuk memastikan Sabil masih berada di belakangnya atau tidak.

“Bil,”

“IYAAAA AKU MASIH DI BELAKANG KAMU HARIS.”

“Kali ini teh bukan mau nge absen.”

“Terus apa?”

“Rumah kamu teh belok mana?”

“Astaga iya aku lupa ngasih tau, kamu kenapa nggak bilang daritadi!!!”

“Hehe, sengaja. Biar lama sama kamunya.”

Sabil langsung menepuk pelan punggu Haris. “Dasar!!!”