216
“Halo, cantik,” sapa Daffin kepada Aubrey yang baru saja masuk kedalam mobilnya.
“Halo, ganteng. Eh—jangan peluk!! aku bau keringet.” Aubrey baru saja menahan Daffin yang ingin memeluknya.
Daffin sempat memanyunkan bibirnya karena kecewa. Karena penasaran, Daffin mulai menghirup wangi tubuh Aubrey dari jarak yang tidak terlalu dekat, tidak ada tanda-tanda bau tak sedap dari kekasihnya. Daffin yang merasa dibohongi langsung kembali menatap Aubrey.
“Apa sih, mana bau keringet! kamu bohongin aku ya?” Aubrey yang sempat terkejut karena ucapan Daffin terdengar agak kencang pun langsung terkekeh. Ia langsung merentangkan tangannya untuk memberi akses agar kekasihnya itu bisa memeluk dirinya dengan bebas. Daffin langsung menghambur kepelukan Aubrey.
“KANGENNNNNNN,” teriak Daffin.
Aubrey memukul pelan punggung Daffin, “Lebay, orang cuma nggak ketemu sehari!”
“Tetep aja!”
Aubrey melepaskan pelukannya, “Udah ah, ayok, jalan! kasian Kak Monic nanti nunggu lama.”
Daffin mengangguk dan langsung melajukan mobilnya.
Setelah beberapa menit diperjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di kediaman milik Daffin. Daffin memarkirkan mobilnya dengan sempurna di garasi rumahnya. Setelah mobil Daffin sudah terparkir dengan sempurna, keduanya pun turun dari Mobil dan berjalan ke arah pintu masuk.
Daffin mulai menekan bel rumahnya, beberapa menit kemudian pintu rumahnya terbuka dan memunculkan sosok perempuan cantik yang langsung menyambut kedatangan mereka dengan ramah.
“Ya ampun, Brey. Kamu makin cantik aja, ih!” Monica langsung memeluk Aubrey, begitupun Aubrey, ia langsung membalas pelukan Monica. “Makasih Kak, Kak Monic juga makin cantik ih dari Bali!”
Sedangkan Daffin, ia hanya melihat kedua perempuan dihadapannya berinteraksi.
“Waduh bisa aja, Eh… Yaudah yuk, masuk!”
Kini ketiganya sudah duduk dimeja makan. Hanya ada Daffin, Aubrey, dan Monica di meja ini. Kedua orang tua Daffin dan Monica sedang tidak ada dirumah karena alasan pekerjaan.
“Gimana Bali, Kak?” tanya Aubrey sembari mencicipi kue kering buatan Monica.
“Ya gitu deh, seru sih… Tapi kadang suka kangen Jakarta, haha. Kalian dong, kapan-kapan main ke Bali.”
“Mau sih, tapi nggak boleh nih sama Daffin.” Aubrey menunjuk Daffin yang ada disebelahnya “Padahal aku udah ada planning buat kesana sebelum UAS,” sambungnya.
Yang ditunjuk pun langsung bersuara, “Ya nggak boleh lah, orang kamu maunya pergi sendiri, buat apa tuh namanya… oh iya, healing! kalo nanti disana kamu digodain bule nakal gimana? kan aku yang repot,” jelas Daffin.
“Aduh, possessive banget, Pak!” ledek Monica.
Daffin memilih untuk tidak menghiraukan ucapak kakaknya barusan dan lanjut untuk menyantap makanan yang ada didepannya.
“Wisudanya kapan, Kak?”
“Masih beberapa bulan lagi, Brey, ikut yuk nanti!”
“Mau sih kak, tapi semoga aja boleh sama Buna, hehe.”
“Gampang itu mah, nanti aku yang izinin,” ucap Monica.
Daffin hanya menyimak percakapan keduanya.
“Ekhem… Mohon maaf nih ya, disini juga ada orang, diajak kali…” sindir Daffin.
Aubrey dan Monica langsung tertawa setelah mendengar ucapan Daffin.
Setelah selesai dengan acara makan bersama, kini ketiganya sudah duduk bersama di ruang TV. Daffin sudah lebih dulu untuk menyenderkan kepalanya ke pundak milik Aubrey, sedangkan Aubrey sempat meminggirkan kepala Daffin karena tidak enak dengan Monica. Padahal, Monica juga sama sekali tidak mempermasalahkan itu.
“Haduh, pengen juga. Cowokku masih di Korea, sih!”
Daffin tertawa sembari melemparkan bantal kecil kearah Monica, “Halu lo! haha”
Aubrey langsung memukul pelan paha Daffin, “Nggak boleh begitu,” bisik Aubrey.
“Gapapa kak, aku juga suka halu. Seru ternyata,” ucap Aubrey berada dipihak Monica.
“Ih, kamu haluin siapa???” tanya Daffin yang langsung bangun menatap Aubrey.
“Lee Jeno.”
“Siapa tuh?” tanya Daffin.
“Udah deh, kamu mah gatau soal korea-koreaan,” sahut Monica.
“Ih gue tau ya! siapa tuh namanya, Lee Minho, yang suka Bunda tonton kalo weekend,” ucap Daffin.
“Coba bentar, aku cari si Lee Jeno, siapa sih dia, Brey?” Daffin langsung mengambil ponselnya dan benar-benar mencari siapa Lee Jeno sebenarnya.
Aubrey dan Monica hanya tertawa tidak menyangka bahwa Daffin benar-benar seniat itu.
“Yah elah, babe! Masih cakepan aku kemana-mana kali,”
“Liat, nih… Apaan sih dia, ngapain segala ngehaluin dia coba? orang kamu punya aku, nggak perlu ngehalu-halu lagi, lah.”
Monica tertawa puas, “Cemburu kok sama idol k-pop!”
Waktu berlalu begitu cepat. Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, Aubrey yang merasa tidak enak karena sudah lama berada di rumah Daffin langsung berpamitan untuk pulang.
“Kak, kayaknya aku harus pulang deh. Udah dicariin Buna.”
“Yah, cepet banget sih mainnya.” Monica langsung menghampiri Aubrey dan memeluk tubuh Aubrey.
“Udah lama banget tau aku disini, Kak! malah akunya jadi ngerepotin Kak Monic sampe dibikinin cookies kayak gini.”
“Gapapa, ih! nggak ngerepotin, kok. Malahan seneng, akunya jadi ada temen. Bosen kalo berduaan doang sama Daffin.”
Aubrey hanya terkekeh sembari melihat Daffin yang masih asik dengan game yang berada diponselnya.
“Yaudah, Fin, dianterin nih pacarnya. Kasian udah jam segini kalo balik sendiri.”
Daffin langsung bangkit dari duduknya. “Ya mana mungkin juga Aubrey aku suruh pulang sendiri,”
“Ayok, babe,” sambung Daffin sembari mengambil kunci mobilnya dan langsung meninggalkan ruang tengah keluarganya.
“Kak, makasih ya buat hari ini, kapan-kapan kita shopping bareng!”
“Okay siap! hati-hati ya, Brey, Fin!”