240

Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Haris yang sebelumnya sedang duduk di pinggir podium lapangan untuk menunggu mulainya kegiatan ekskul langsung menghampiri Reno untuk meminta izin pergi sebentar.

“No, aing izin naik dulu ya. Di kelas teh ada barang ketinggalan.”

“Hooh sok weh. Yang penting 15.15 udah siap.”

Haris mengacungkan jempolnya dan langsung buru-buru lari meninggalkan lapangan. Semua teman-temannya pun terheran melihat Haris yang tiba-tiba pergi tanpa berpamitan dengan mereka.

“Naha temen maneh?”

“Paling masalah hati,” sahut Dino sembari mengikat tali sepatu futsalnya.

Kini Haris sudah tiba di koridor lantai 2, dimana lantai tersebut merupakan kelas anak-anak tingkat satu. Haris terpaksa berbohong kepada Reno demi pendekatannya dengan Sabil tetap aman dan tidak menjadi bahan ledekan di grup futsalnya.

Ia terus berjalan menelusuri koridor panjang ini, seluruh ruang kelas nampak sepi. Namun tidak dengan satu ruang kelas yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Haris mendekat ke arah kelas itu dan sedikit mengintip melalui jendela untuk mencari keberadaan sosok gadis yang ia cari. Tiba-tiba saja ia tertawa saat melihat satu gadis yang sedang meledek temannya dengan memegang-megang sapu.

“Ada-ada aja si geulis.”

Tidak lama setelah itu, satu teman Sabil keluar dari kelasnya. Haris yang sedang menunggu di bangku depan kelas Sabil langsung buru-buru menahan pergerakan temen satu kelas Sabil

“Eh, kenapa ya kang?” tanya gadis itu dengan sedikit terkejut.

“Boleh minta tolong?”

“Boleh aja, minta tolong naon kang?”

“Tolong panggilin Sabil ya, nuhun.”

Gadis itu langsung masuk kembali ke dalam kelas, sedangkan yang dipanggil pun langsung melihat siapa yang menunggunya di luar. Matanya membulat ketika melihat Haris yang sudah berdiri di depan kelasnya sembari memasukkan satu tangannya ke saku celananya dan satu tangannya lagi ia lambaikan ke arah Sabil. Tidak lupa dengan senyuman yang bisa membuat Sabil lupa akan semua yang berada di alam semesta ini.

Miwa yang berada di belakang Sabil langsung mendorong temannya itu untuk segera menghampiri Haris yang sudah menunggunya. “Wey malah ngelamun! Terpukau ya ngeliat senyuman Kang Haris?“

“E-eh… Apasih kamu, Miw!” Sabil memukul pelan tangan Miwa.

Miwa terkekeh. “Yaudah itu samperin Kang Haris nya atuh, kasian daritadi berdiri disitu udah kayak standee kpop.”

Sabil perlahan langsung melangkahkan kakinya ke arah Haris yang masih setia berdiri disana.

“K-kamu ngapain ke kelas aku?” tanya Sabil yang sedikit menaikkan kepalanya untuk melihat wajah Haris. Karena tinggi Sabil yang tidak setara dengan Haris.

Haris terkekeh sembari melihat muka Sabil yang sudah memerah.

“Mau liat kamu sebelum pulang. Nanti kan kita nggak pulang bareng.”

“HARISSSSS BISA NGGAK SIH KAMU DIEM SEHARI? ADUH INI AKU TEH LEMES BANGET TAPI HARUS TETEP TERLIHAT STRONG!!!”

“Kenapa gitu?”

“Gapapa sih, sekalian aku mau cek kamu sebelum pulang. Takutnya besok ada yang lecet, kan aku jadi bisa tau.”

“Lebay ih!” Sabil mendorong pelan lengan Haris.

Lagi-lagi Haris terkekeh sembari menatap gadis yang ada di depannya itu.

“Yaudah, kamu nanti hati-hati ya pulangnya,” ucap Haris.

Sabil mengangguk dengan menunjukkan senyuman manisnya kepada Haris.

“Aku futsal dulu ya Sabil, makasih udah senyum ya. Kayaknya nanti aku futsalnya langsung semangat,”ucap Haris sembari menepuk pelan puncak kepala Sabil dan pergi meninggalkan Sabil yang terdiam akibat aksi Haris barusan.

Haris belum sepenuhnya meninggalkan gadis itu, ia kembali melihat ke belakang. “Sabil,” panggil Haris yang membangunkan lamunan Sabil.

“Dadah!” lanjut Haris sembari melambaikan tangannya dan tersenyum ke arah gadis itu. Sabil hanya menatap laki-laki itu sampai benar-benar hilang dari pengelihatannya.

“MIWAAAAAAAAAAAAAAAA!” teriak Sabil sambil berlari ke dalam kelas.