251

Angin pagi pada hari ini cukup membuat Adys memeluk dirinya sendiri. Setelah selesai briefing tadi, Chandra langsung membagi-bagi tugas kepada seluruh panitia termasuk Adys. Adys diberi tugas untuk membangun stan dan mendekor area photobooth bersama Karissa dan Luel.

“Ini kumaha balonnya kempes gini, kurang ditiup atuh, Ca!” ujar Luel sembari memasang hiasan lainnya.

“Sabar, atuh! Aing teh ngos-ngos an. Napas dulu.”

“Sini aing yang niup aja, Ca.” Adys langsung mengambil balon yang ada ditangan Karissa.

“Jorok ih, maneh! Itu kan bekas mulutnya si Ica,” sahut Luel.

Aing niupnya pake sedotan yang beda!”

Setelah selesai dengan urusan menghias area photobooth, Adys menyempatkan diri untuk memakan bekalnya di taman yang lokasinya tidak begitu jauh dari lapangan. Ia duduk dipinggiran taman sembari menikmati roti selai cokelat yang telah dibuat oleh bundanya. Saat sedang menikmati bekalnya, tiba-tiba bahunya ditepuk oleh seseorang dari belakang.

“Dys.”

“Ih! Maneh teh ngagetin aja, Nat!”

Yang ditegur langsung terkekeh karena melihat ekspresi Adys yang cukup lucu baginya.

“Maaf, Dys. Abisan gue liat lo sendirian disini, kebetulan tadi gue abis dari belakang kantin,” jelas Nathan.

“Oh gitu,” Adys hanya mengangguk sembari kembali menyantap rotinya.

“*Maneh udah kerja apa aja, Nat?” tanya Adys.

Nathan ikut duduk disebelah Adys, “Gue uda angkatin meja dari lanti tiga sampe bawah, bolak-balik. Terus tadi abis ambil kursi panjang di belakang kantin,”

“Ya pokoknya banyak deh, padahal gue bukan korlap tapi tetep ikut gotong royong juga.”

“Ya namanya juga teamwork, Nat. Saling membantu.”

Nathan hanya tersenyum sembari mengotak-atik kamera yang ia kalungkan dilehernya. “Dys, nengok sini dys.”

“Ngapain?”

*cekrek!”

Adys terkejut dengan suara kamera dan flash kamera yang menyinari pengelihatannya.

“Ih! Maneh ngapain foto *aing *!” Adys menepuk pelan tangan Nathan.

“Nge-test kamera kalo ngambil objek cantik tuh kayak gimana, Dys.”

Adys tersedak.

“Makanya kalo lagi makan jangan sambil ngobrol, Dys!” Nathan membukakan botol air mineral yang memang sudah ia beli tadi di kantin.

“Nih, minum.”

Nuhun, Nat.” Nathan mengangguk dan kembali melihat isi kameranya, lebih tepatnya jepretan gambar yang sebelumnya ia ambil. Nathan tersenyum melihat muka Adys yang sangat lucu dilayar kamera itu.

“Dys,” panggil Nathan.

“Apa?”

“Jangan lupa nanti setelah eval, jangan balik dulu, ya.”


Farel baru saja sampai di sekolah setelah tadi sempat berkumpul di gor belakang sekolah. Ia langsung menuju kantin untuk menunggu acara dimulai.

“Rel, bade kamana?” tanya Haris yang sedang memakai kaos kaki futsalnya.

“Kantin, ikut nggak, maneh?”

“Ikut! kaheula nya, aing pake kaos kaki dulu.”

Setelah menunggu Haris yang tadi sempat memakai kaos kaki futsal, kini keduanya sudah berjalan menuju kantin. Saat sedang melihat ke sembarang arah, matanya tidak sengaja melihat ke arah dua insan yang sedang asyik mengobrol di taman sekolah. Matanya membulat ketika mengetahui siapa kedua orang yang sedang asyik mengobrol itu. Adys dan Nathan. Keduanya nampak begitu akrab dan serasi. Hatinya mendadak gelisah. Gadis yang sudah lama ia sukai tertawa lepas dengan laki-laki yang cukup membuatnya tidak percaya diri.

Haris yang paham suasana langsung mendekati Farel dan menepuk punggung sahabatnya itu.

“Tenang weh, Rel! Cuma temen kok, percaya sama aing,” ucap Haris seraya menenangkan.

Farel tidak menghiraukan ucapan Haris dan memilih untuk kembali melanjutkan langkahnya dengan perasaan cemas dan penasaran.

Sesampainya di kantin, Farel langsung memesan satu porsi nasi goreng yang pada akhirnya sama sekali tidak ia sentuh.

“Sayang atuh itu nasinya dianggurin begitu, mending dikasihkeun ke aing wae!”

“Tuh, sok kalo maneh mau makan.” Farel menyodorkan satu piring nasi goreng tersebut ke arah Haris yang duduk di depannya.

Haris terheran oleh sikap Farel setelah melihat kedekatan kakaknya dengan Nathan.

“Jangan galau, atuh! Maneh kan janji mau menang, kalo galau begini kan bikin nggak fokus. Kalo kalah, kumaha?”

“Yailah, belum tanding aja aing udah kalah, Ris!”

“Kata siapa?”

“Kata aing barusan.”

“Halah, maneh mah overthinking nggak liat situasi.” Haris kembali menyantap makanannya dan juga makanan milik Farel.

“Udah, ah. Sekarang fokus dulu buat menang, aing yakin teteh sam A’ Nathan teh cuma temenan aja.”


Suara pluit dari wasit menghiasi lapangan. Pertandingan futsal baru saja dimulai dengan SMANSA yang melawan SMA Bakti Esa. Farel mulai menghampiri lawan dengan segala macam teknik permainan yang ia pelajari. Teriakan para supporter dan suara pembawa acara cukup membuat para pemain bersemangat.

AYOK FAREL KASEP!!

HARISSS SEMANGAT YAAAAA

*Wey aing megang Bakti Esa, maneh teh saha?”

“AING SMANSA LAH GELOOOO”

GO SMANSA GO!

BAKTI ESA JAYAAAA

Teriakan para suporter juga sukses membuat Adys yang berada di aula langsung bergegas keluar dan menyaksikan pertandingan tersebut. Adys langsung berdiri di samping lapangan yang cukup dekat dengan area pertandingan.

Farel yang tadinya fokus dengan arah pandangan ke bola langsung beralih ke arah gadis cantik yang sudah berdiri di pinggir lapangan sembari meneriaki namanya. Gadis itu melemparkan senyumannya ke arahnya dengan final memberikan kata semangat tanpa bersuara. Seketika energi Farel langsung bertambah dua kali lipat, pikiran-pikiran buruk yang tadi sempat terlintas dibenaknya seketika menghilang begitu saja. Gadis itu sukses membuat Farel melupakan pikiran buruknya. Farel langsung membalas senyuman Adys dan kembali mengejar bola yang sebelumnya menjadi objek sasarannya.

Adys yang berada di pinggir lapangan tidak berhenti melihat ke arah Farel. Fokusnya sekarang hanyalah Farel. Ia berharap Farel dan tim futsal sekolahnya bisa menang dalam pertandingan ini.

Skor unggul dipegang oleh SMANSA, ayok semangat!!!” suara pembawa acara sukses membuat Adys berteriak kegirangan.

“Seneng banget?”

Adys terkejut oleh suara yang berasal dari sebelah kirinya. “Maneh lagi?”

“Iya, halo.”

“Ngapain sih maneh? Kok dimana aja ada.” Adys meledek Nathan.

“Ya, kan gue tugasnya foto-fotoin orang, Dys, Jadinya ya gue bakalan muter-muter.”

“Oh iya, aing lupa, hampura atuh.”

Tidak lama setelah itu, Chandra meneriaki nama Adys dari arah belakang. Adys langsung menghampiri Chandra dengan perasaan tidak ikhlas karena pertandingan belum selesai dan ia sudah harus pergi terlebih dahulu.

“Nat, aing dipanggil si Chandra, tuh. Duluan ya!”

Nathan hanya mengangguk sembari mengambil foto para peserta lomba.

“Iya, Dys. Samperin aja dulu,” kata Nathan.

Adys meninggalkan lapangan dengan Nathan yang juga berada disana dan langsung menghampiri Chandra yang sudah meneriaki namanya sedaritadi.

“Naon, Dra?”

“Itu, tolong bantu panggilin anak SMANDA buat siap-siap, ya.”

Adys mengangguk paham dan segera melaksanakan tugasnya.

“Siap, laksanakan!”

Pertandingan masih berlangsung dengan skor yang dibilang cukup menegangkan semua supporter. Skor menunjukkan pada angka 4-4. Farel dengan semangat menendang bola yang sedaritadi berpergiam kesana-kemari. Matanya seakan mencari keberadaan seseorang yang sebelumnya sempat ia lihat dipinggiran lapangan tempat ia berdiri sekarang.

Farel langsung melihat ke arah lawannya yang ingin mencetak gol, sebelumnya ia berdoa agar bola yang ditendang oleh musuhnya tidak masuk ke dalam gawang. Namun, dugaannya salah, lawannya berhasil mencetak gol denga sempurna. Skor akhir menunjukkan angka 4-5. Sangat disayangkan Farel dan tim futsal sekolahnya tidak bisa melanjutkan pertandingan ke sesi berikutnya, yaitu final.

Suara pluit berbunyi.

“Pertandingan selesai,” ujar sang wasit.

Setelah itu, sang wasit kembali berbicara untuk menyuruh kedua tim tersebut saling bersalaman di tengah lapangan. Farel dan teman-teman lainnya menyalami satu persatu para pemain dari SMA Bakti Esa dan tidak lupa memberi ucapan selamat. Setelah selesai dengan acara bersalaman tim futsal SMANSA langsung kembali masuk ke ruang ganti.

“Gapapa, nggak usah sedih begitu muka maneh, Dar!” ucap Reno selaku ketua futsal.

Aing sedih kita nggak bisa ganti jaring gawang.” Semuanya tertawa akibat ucapan Edar barusan.

“Kalem, euy! Banyak jalan menuju roma ceunah,” celetuk Dimas.

Dino memukul pelan lengan Dimas, “Halah bahasa maneh teh sok pisan.”

“Wey Rel! Naon muka maneh mendadak sedih gitu?” Kini gantian Farel yang menjadi sasaran Reno.

“H-hah? Eh nggak apa-apa.”

“Serius?”

Farel menangguk, “Hooh.”

Ngabohong wae maneh, Rel! Dia teh galauin si t—AW ANYING SAKIT REL! JANGAN CUBIT PERUT AING!!!”

Farel berterima kasih kepada dirinya sendiri karena ia langsung sigap untuk mencubit perut Dimas yang hampir saja kelepasan berbicara. Kalau tidak, bisa-bisa semua teman futsalnya bisa tahu tentang kedekatannya dengan Adys.