261
flashback on.
“Gue suka sama lo, Dys.”
Kalimat itu cukup mengejutkan Adys, apalagi tangan Nathan yang sudah lebih dulu memegang tangannya erat. Adys berusaha untuk menyingkirikan tangan Nathan dari atas punggung tangannya, namun Nathan lebih dulu menahannya.
“Sebentar, Dys.” Itu yang Nathan katakan.
“Kalo gue minta lo buat jadi pacar gue, lo mau?” Pertanyaan itu cukup membuat Adys menunjukkan ekspresi yang lebih terkejut dari sebelumnya.
“Nat…”
“Jujur aing kaget karena maneh yang tiba-tiba confess kayak gini. Aing bener-bener ngehargain maneh banget yang udah berani jujur gini ke aing. Tapi, maaf banget Nat, aing nggak bisa pacaran sama maneh.
Nathan menatap Adys dengan tatapan sedu, “Kenapa?”
“Aing sama sekali nggak ada perasaan sama maneh Naf, maaf. Dari awal aing teh cuma anggep kita temen, nggak lebih.”
Nathan mengangguk paham, “Oke gue paham, lo lagi suka sama orang kan?”
“Nat?”
“Temennya adek lo kan? Yang waktu itu ketemu di gerbang deket pos?”
Adys tidak percaya dengan apa yang Nathan katakan, bagaimana ia bisa mengetahui fakta itu.
“Tadi di kantin, pas futsal udah selesai tanding, gue nggak sengaja denger adek lo sama temennya itu bahas tentang lo, bahas tentang hubungan lo sama dia juga,”
“Bener kan, Dys?”
Mau tidak mau Adys harus mengakui fakta tersebut.
Adys mengangguk, “Maaf ya, Nat.”
“Kenapa minta maaf? Namanya juga perasaan, Dys. Santai aja, ini gue confess ke lo ya biar gue nya lega juga.” Nathan teresenyum.
“Nat.”
“Iya?”
“Makasih ya udah baik sama aing, makasih juga karena maneh nggak marah sama respon aing.”
Nathan terdiam sebentar, sebenarnya ada rasa sakit pada dadanya. Namun ia tidak bisa memaksakan perasaan Adys untuk membalas perasaannya. Nathan berusaha untuk menghargai apa pilihan Adys. Baginya, berteman dengan Adys saja sudah cukup membuatnya senang.
Nathan kembali bersuara, “Sama-sama, Dys. Yaudah, gue balik deh, ya? udah mau malem. Badan pegel-pegel, nih.”
“Yaudah,” ucap Adys.
“Lo nggak balik?”
“Lagi nunggu Fa—Temen!”
“Oh namanya Fa—siapa, Dys?” ledek Nathan.
“Nat ih! Iya, nungguin temennya si Haris. Tadi udah janjian tapi belom dateng-dateng. Aing udah chat juga nggak bales.”
“Yaudah, balik bareng gue aja. Udah malem gini, Dys. Ini gue lagi nggak modus ya, tapi liat taman yang gelap gini ditambah sepi bikin gue merinding apalagi di sebelah poh—Aw!”
Adys memukul pelan lengan Nathan.
“Maneh ih, stop! Jangan nakutin.”
“Nggak nakutin, Dys. Beneran tau.”
“Ayok, makanya ikut pulang bareng gue aja.”
Adya menatap sekeliling taman komplek yang memang cukup remang dan sepi. Ia tidak bisa membayangkan kalau dirinya tetap menunggu Farel disini dengan seorang diri. Jadilah ia meng-iyakan ajakan Nathan untuk pulang bersama.
“Yaudah, hayuk!”
flashback off.