30

Setelah menghabiskan waktu sekitar 3 jam perjalanan, kini seluruh warga SMANDA telah sampai di lokasi perkemahan. Bus Nina adalah bus yang terakhir memasuki area perkemahan, karena sempat tertinggal oleh rombongan bus lainnya. Nina terbangun akibat suara bising yang disebabkan oleh kakak-kakak kelasnya.

Bus yang dinaiki oleh Nina kini sudah terparkir rapih di parkiran bus yang telah disediakan. Setelah sopir bus telah mematikan mesin dengan sempurna, seluruh siswa yang ada di dalam bus itu mulai menuruni bus dengan bergantian. Beruntungnya, Nina menjadi orang pertama yang turun melalui pintu belakang, jadi ia tidak perlu berlama-lama untuk berbaris di dalam sana. Ada untungnya juga ia telat datang ke sekolah.

Setelah keluar dari bus, Nina langsung berjalan menuju bagasi untuk mengambil kopernya. Ia sedikit mendengus karena tas koper miliknya tertimpa oleh tumpukan tas yang lain.

“Anjir, nyesel bawa koper. Jadi ketimpa-timpa gini,” ucapnya bermonolog.

“Yang mana tas lo?” Nina dibuat terkejut oleh suara berat yang berasal dari belakangnya. Ia langsung mebalikkan badannya untuk melihat siapa pemilik suara itu.

“Eh?” Nina tampak bingung, karena ia sama sekali belum pernah melihat siapa sosok yang berdiri dihadapannya ini.

“Yang mana tas lo? buruan. Yang mau ambil bagasi banyak.”

“Y-yang itu kak,” tunjuk Nina untuk memberitahu dimana keberadaan kopernya.

“Tunggu sana aja, gue ambilin. Yang warna pink muda kan?”

Nina mengangguk, kemudian ia menuruti perintah si kakak kelas tadi yang menyuruhnya untuk menunggu ditempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi parkiran bus.

Tidak lama setelah itu, kakak kelas itu datang mengampiri Nina dengan tangan kanan yang membawa tas koper milik Nina dan tangan kiri yang sengaja menggantungkan jaketnya disana.

“Nih, bener kan?” tanyanya.

“Bener kak, makasih ya.” Nina tersenyum ke arah laki-laki yang berada dihadapannya.

“Aden.” Laki-laki itu menjulurkan tangannya. Nina sempat terdiam. Sampai akhirnya ia paham dengan maksud juluran tangan itu.

“Khanina.”

“Nama lo bagus,” ucap Aden.

T-thanks… I guess?

Aden hanya tersenyum, kedua netranya tidak berhenti menatap ke arah Nina. Nina yang mulai sedikit salah tingkah akibat ditatap seperti itu langsung berpamitan, “Duluan ya, kak. Sekali lagi makasih udah bantu ambil kopernya.” Nina langsung meninggalkan Aden tanpa menunggu balasan dari Aden.

Lucu.” Lagi-lagi aden tersenyum.

Anjir itu orang kenapa natap gue kayak gitu? Lo juga kenapa segala salting sih, Nin.


Sekarang seluruh warga SMANDA sudah sepenuhnya berkumpul. Kepala sekolah baru saja selesai membacakan amanat agar seluruh siswa tetap melaksanakan kegiatan perkemahan dengan sesuai aturan dan tata tertib sekolah. Nina yang merasa bosan mulai menggoyang-goyangkan tubuhnya.

“Nin, masih sikap istirahat di tempat,” ucap salah satu siswa laki-laki yang ada disebelah barisannya.

“Bawel,” sahut Nina. Nina tidak memperdulikan ucapan temannya itu, ia masih tetap menggoyangkan tubuhnya. Sampai akhirnya salah satu anggota osis yang berjaga dibelakang menghampirinya dengan tatapan sinis andalannya.

“Amanat kepala sekolah emang udah selesai, tapi abis ini ketua osis juga mau kasih amanat. Tolong dong, cuma disuruh sikap istirahat ditempat aja kok susah.” Salah satu anggota osis itu meninggalkan Nina dan langsung kembali ke barisan belakang. Nina hanya mendengus kesal dan kembali pada sikap istirahat ditempat.

“Kan udah gue bilangin, Nin. Batu sih… Jadi kena semprot osis kan.” Laki-laki itu terkekeh seperti meledek Nina.

“Berisik, Syauqy.”

Kini ketua osis sudah menggantikan posisi kepala sekolah. Ketua osis yang Nina kenal sebagai manusia gila matematika itu mulai membacakan beberapa peraturan dan tata tertib yang sudah dibuat.

Tidak ada yang boleh menggunakan ponsel genggam ketika sedang melaksanakan kegiatan resmi seperti, kegiatan api unggun dan jurit malam,

Dilarang pergi atau berkunjung ke tenda lawan jenis,

Ketika sedang ishoma, diharapkan seluruh siswa memanfaatkan waktu yang ada,

Dilarang begadang. Jika sudah memasuki jam tidur, siswa atau siswi diharapkan tetap berada di dalam tendanya masing-masing agar tidak menganggu siswa atau siswi yang lainnya.

“Sampai sini ada yang mau ditanyakan?” Semuanya menggeleng.

“Baik, kalo tidak ada yang ingin ditanyakan, barisan saya bubarkan. Kalian bisa langsung melihat nama kalian dan siapa teman satu tenda kalian di depan tenda yang sudah terpasang disana. Selebihnya mohon maaf, barisan saya bubarkan.”

Barisan benar-benar dibubarkan. Semua siswa SMANDA langsung pergi berhamburan untuk mencari nama merka dan mengetahui siapa yang akan menjadi teman satu tenda mereka. Nina dengan santainya berjalan sembari memutari area tenda untuk mencari namanya. 15, namanya terpasang di kertas yang tertempel di batang kayu di sebelah tenda bernomor 15. Ia mulai membaca satu persatu daftar nama yang akan menjadi teman satu tendanya.

“Fayla Andina. Aman ada Fayla, tapi tiga orang ini siapa ya? Asing semua.” Tanpa memperdulikan siapa ketiga teman lainnya yang akan menjadi teman satu tendanya, Nina langsung memasuki tenda dan mulai menyusun barang-barang bawaannya.

Tenda tampak masih kosong, belum ada satupun orang yang datang. Ternyata Nina menjadi orang pertama yang berada disini, sepertinya yang lain masih sibuk memutari tenda untuk mencari kebaradaan namanya. Sembari menunggu teman-temannya datang, Nina kembali mebereskan barang-barangnya dan mengeluarkan beberapa pakaian bersih untuk dipakai nanti.