299
Malam pun tiba. Sedaritadi, Aluna hanya berbaring diatas kasur sembari memainkan ponselnya. Sebenarnya masih ada beberapa tugas yang belum ia selesaikan, tapi gadis itu memilih untuk melanjutkannya nanti.
Saat sedang asyik dengan kegiatannya, tiba-tiba saja suara ketukan pintu dari luar kamarnya mengharuskan Aluna berdiri untuk melihat siapa orang yang ada di balik pintu kamarnya. Pintu kamarnya sudah terbuka, ternyata sang kakak lah yang mengetuk pintu kamarnya dengan sangat extra.
“Kenapa sih? Nggak bisa pelan-pelan apa ngetuk pintunya?” tanya Aluna.
Alan langsung mencubit pelan bibir Aluna yang langsung ditepis oleh sang adik. “Apaansih!”
“Dari pada ngomel-ngomel mending sekarang adek turun. Liat siapa yang dateng.”
“Siapa?” Aluna bertanya sembari mengingat apakah dirinya memiliki janji dengan seseorang atau tidak.
Tiba-tiba saja ingatan bahwa Abrams ingin menghampiri dirinya muncul dibenaknya.
“Oh iya kak Abam!!!” Aluna langsung bergegas untuk turun dari kamarnya dan menghampiri kekasihnya yang sudah menunggu di ruang tamu.
Alan hanya menggeleng. “Dasar, masih muda udah pikun.”
Benar saja, sosok laki-laki dengan jaket denim dan topi kesayangannya itu kini sudah duduk di atas kursi tamunya. Aluna langsung menghampiri Abrams dan memeluk erat laki-laki itu.
“Kangen.”
Abrams tersenyum lebar sembari membalas pelukan Aluna yang secara tiba-tiba. Ada rasa senang dalam dirinya saat melihat Aluna yang tiba-tiba memeluk erat tubuhnya. Ia sangat tahu betul bahwa gadis ini sangat merindukannya, begitupun sebaliknha, ia juga sangat merindukan gadis yang sekarang sudah mengeratkan pelukannya.
“Kayaknya kangen banget ya, sampe nggak mau lepas gini,” ledek Abrams.
“Menurut kamu aja!”
Tidak lama kemudian Aluna melepaskan pelukannya dan duduk menghadap Abrams yang kini juga ikut duduk ke arahnya.
“Gimana Malang, kak?”
“Enak sih, vibesnya emang kayak buat belajar banget.”
“Barang-barang kamu berarti udah disana semua dong?” tanya Aluna.
Abrams mengangguk sembari menyelipkan helaian rambut Aluna ke sela-sela telinga gadis itu.
“Terus kapan kamu ke Malangnya kak?”
“Nah, soal itu…”
“Kenapa?”
“Sebenernya yang dichat itu, aku mau bahas ini.”
Abrams menghela napasnya sembari memegang punggung tangan gadis di depannya yang sudah siap menunggu kalimat yang akan keluar dari mulutnya.
“Aku bakalan ke Malang weekend ini,”
“Aku udah harus nempatin kos sekalian persiapan buat ospek. Karena jadwal ospek udah dimulai di minggu depannya. Jadi mau nggak mau aku harus berangkat secepatnya kesana.”
Mendengar hal itu membuat Aluna terdiam sembari menatap ke sembarangan arah. Sebenarnya ia sudah sangat siap dengan hubungan jarak jauh yang nantinya akan mereka berdua jalani. Namun, ia sama sekali tidak menyangka bahwa akan secepat ini.
“Lun?” Abrams melambai-lambaikan tangannya ke depan wajah Aluna.
Gadis itu langsung mengedipkan kelopak matanya, lamunanya tersadar.
“Berarti waktu kita cuma beberapa hari lagi dong ya kak?”
“Maaf.”
Aluna menatap lekat mata Abrams.
“Kenapa minta maaf? Orang kamu nggak salah kok. Aku malah seneng kamu bakalan banyak interaksi sama orang baru dengan suasana baru nantinya. Cuma aku nggak nyangka aja kalo ternyata cepet banget buat kamu ninggalin Jakarta,” jelas Aluna.
“Aku juga maunya nggak sekarang, tapi ya mau gimana lagi, Lun.”
“Nggak ap-apa kak kalo emang keputusannya harus begitu.”
“Ngomong-ngomong kapan hari fix untuk kamu berangkatnya?”
“Sabtu, aku berangkat sabtu siang jam 12an.”
“Aku boleh ikut anter kamu ke bandara?”
“Ya boleh dong, masa iya aku ngelarang kamu.”
“Okay aku bakalan kosongin jadwal hari sabtu siang.”
Aluna tersenyum hingga bola matanya tak terlihat.
“Sini.” Tiba-tiba saja Abrams merentangkan tangannya. “Aku tau kamu lagi nahan sedih. Jadi sini, transfer sedihnya ke aku juga. Tapi jangan kelamaan ya nanti kesetrum.”
Sebelum menghamburkan dirinya ke pelukan Abrams, Aluna sempat menyubit kecil perut laki-laki itu. “Apa ngaruhnya sama kesetrum!!!!”
“Ampuuuuuunnn.”
Aluna langsung masuk ke dalam pelukan Abrams. Rasanya ia benar-benar tidak mau lepas dari pelukan hangat ini. Apalagi setelah mengetahui fakta bahwa kekasihnya sebentar lagi akan tinggal sementara di lain kota.
“Lun,” panggil Abrams.
“Ya kak?“ Aluna sedikit melonggarkan pelukannya dan melirik ke arah Abrams.
“Abis ini aku mau lanjut ke Blok M sama Alfi dan Angga. Jadi kalo aku nggak lama disini nggak apa-apa, ya?”
Gadis itu kembali menaruh kepalanya di dada bidang laki-laki itu sembari mengangguk. “Iya, nggak apa-apa, yang penting sekarang tenaga kamu udah ke charge kan?”
Abrams terkekeh pelan, “Betul. Dua kali peluk langsung full tank ini.”
“Bisaan!”
Setelahnya, tidak ada lagi yang membuka obrolan. Mereka berdua hanya saling memeluk satu sama lain, seakan menyalurkan hangatnya kasih sayang. Aluna memejamkan matanya, meghirup wangi khas dari aroma tubuh laki-laki yang sebentar lagi akan jauh darinya. Sebaliknya, Abrams mengeratkan pelukannya kepada Aluna dan menghirup aroma shampoo dari rambut gadis itu yang selalu jadi favoritnya.
“Kak,” panggil Aluna disela-sela keheningan keduanya.
“Iya?”
“Kira-kira kita bisa nggak ya jalanin hubungan jarak jauh ini sama-sama?”