31, Thalia.
“Keputusan ada ditangan Thalia, mbak. Saya nggak bisa memaksakan Thalia ikut sama mbak untuk tinggal di Amsterdam.”
Thalia baru saja masuk ke dalam pintu gerbang rumahnya. Namun, kalimat yang ia yakin diucapkan oleh Jessica—Ibu sambungnya itu menusuk pendengarannya.
“Siapa yang mau ke Amsterdam?” tanya Thalia yang membuat tiga orang yang berada di ruang tamu menoleh ke arahnya. Tiga orang itu adalah Jessica, Alvaro—Adik sambungnya dan Amelia—Ibu kandungnya.
“Sayang…”
“Siapa yang mau ke Amsterdam, Ma?”
“Thalia sayang… Tenang dulu ya, sini duduk nak.” Kini gantian Jessica ya bersuara.
Thalia langsung duduk di sebelah Alvaro yang sudah menundukkan kepalanya.
“Kenapa?“ tanya Thalia kepada Alvaro. Sedangkan yang ditanya, hanya menunduk sembari menggeleng.
“Gini sayang. Kamu tau kan, mama udah lama menjalin hubungan sama Om Ferry?”
Thalia mengangguk.
“Karena itu, Om Ferry mengajak mama menikah dan membangun rumah tangga baru. Setelah menikah nanti, Om Ferry minta mama untuk ikut tinggal di Amsterdam karena Om Ferry mendapat dinas disana. Jadi, mama mau kamu ikut mama ke Amsterdam ya sayang?”
Thalia terdiam. Hubungan kedua orang tuanya memang sudah lama bercerai sejak Thalia duduk di bangku kelas 5 SD. Hak asuh Thalia jatuh ditangan Ayahnya. Sampai dimana ayahnya kembali menikah setelah satu tahun perceraian dengan Jessica dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang sekarang menjadi adiknya, Alvaro.
Lain halnya dengan Amelia. Karena merupakan seorang yang gila kerja, ibunya itu memilih untuk tidak terlalu memikirkan pernikahan dan membiarkan hidupnya berjalan seperti air yang mengalir. Sampai akhirnya, sekarang, ibunya datang untuk memberitahu bahwa akan segera menikah dan akan menetap di Amsterdam. Ditambah lagi, ibunya itu memintanya untuk ikut tinggal bersama disana.
“Thal? Sayang? Gimana?”
Panggilan ibunya membuyarkan lamunannya. “Ehm… Maaf, Ma. Tapi, Thalia nggak bisa ninggalin kuliah. Apalagi nantinya Thalia harus ngulang dari awal. Thalia nggak bisa, Ma.”
“Kamu yakin, Thal?”
Thalia mengangguk. “Thalia yakin Ma. Thalia disini aja, sama papa, mami dan Alvaro.”
“Sekali lagi maafin Thal ya ma.”
Raut wajah milik Amelia yang sebelumnya nampak ceria seketika berubah. Namun, ia tetap menghargai apapun keputusan anak satu-satunya itu. “Yaudah, mama juga nggak bisa maksa untuk ngerubah keputusan Thal. Tapi, nanti pas acara pernikahan mama kamu harus dateng ya!”
“Iya mah, Thal pasti dateng.”