318
“Rel,” panggil Adys disela-sela keheningan mereka berdua.
Mendengar ada suara dari sang kekasih, Farel langsung melirik Adys yang sedang menyender dipundaknya, “Iya, teh?”
“Ngobrol yuk,” ajak Adys sembari bangkit dan duduk mengarah ke Farel.
“Mau ngobrolin apa teh?”
“Apa pun, aku lagi pengen denger kamu cerewet.”
Farel sempat berpikir sejenak untuk mencari topik obrolan apa yang ingin ia bicarakan sekarang. Tanpa berpikir lama, ia langsung duduk menghadap Adys. Kini dua-duanya sudah duduk berhadap-hadapan.
“Hm… Mungkin teteh bingung ya waktu baru sampe ke rumah Farel. Bingungnya tuh pasti mikir kayak kenapa rumah ini sepi banget, gitu kan ya?”
“Kalo semisal iya, sini Farel kasih tau teh. Jadi, Ayah Farel teh sering dinas ke luar kota, terus ibu juga kerja kantoran. Ayah sama ibu itu sama-sama suka kerja teh. Ayah bisa pulang satu bulan sekali atau pernah 3 bulan sekali, pokoknya tergantung kebijakan kantornya,”
“Biasanya tuh ada bibi yang bantu-bantu pekerjaan rumah sekaligus jagain si Disa teh, cuma kalo sabtu minggu gini emang sama ibu dikasih libur. Jadi, mau nggak mau Farel yang sekarang gantiin posisi si bibi buat jagain Disa. Tapi kalo Farel mau pergi-pergi gitu, si Disa suka Farel titipin ke tetangga yang emang udah kenal banget,” jelasnya sembari tersenyum.
“Tapi teh, Walaupun ibu sama ayah teh sama-sama suka kerja, mereka juga masih tetep peduli sama anak-anaknya kok. Kadang ibu suka tiba-tiba pulang cuma karena perasaannya nggak enak, ternyata bener aja malemnya si Disa teh demam tinggi. Kalo ayah, susah buat pulang tapi kadang suka tiba-tiba video call sama nelepon sampe lupa waktu.”
Setelah mendengar cerita kekasihnya barusan, Adys benar-benar merasa sangat emosional.
“Ih teteh kok sedih gitu mukanya? IH KOK NANGIS????” tanya Farel dengan panik ketika melihat air mata Adys yang sudah membendung.
Adys langsung menghapus air matanya dan memegang tangan Farel. “Kamu pasti suka kangen, ya? Kangen ngumpul sama-sama.”
Pertanyaan Adys barusan sukses membuat Farel ikut emosional. Terkadang, ia memang suka merindukan momen kebersamaan keluarganya ketika sedang berkumpul. Jadilah ia mengangguk, menyetujui pertanyaan Adys tadi.
“Sini.” Adys merentangkan tangannya. Farel masih terdiam.
“Sini!!!” serunya.
Farel pun langsung masuk ke dalam pelukan Adys. Adys menepuk-nepuk pelan punggung Farel dan sesekali mengelusnya. “Nggak apa-apa. Kalo lagi ngerasa kesepian, kamu boleh ke rumah aku sambil ajak Disa main,”
“Kamu teh keren, Rel. Jarang ada anak laki yang nurut sama ibunya cuma buat disuruh jagain adeknya. Tapi, kamu sama sekali nggak ada penolakan. Pinter ih pacar aku!”
“Teteh… Farel nggak mau nangis di depan teteh!”
Adys terkekeh, “Nangis aja! Kan sekarang juga lagi pelukan, aku nya juga nggak akan liat kamu lagi nangis.”
Farel membenamkan wajahnya di ceruk leher milik Adys. Ternyata ia tidak salah memilih perempuan untuk dikencaninya. Mulai sekarang, sosok Adys benar-benar sangat berpengaruh di hidupnya.
“Teh,”
“Ya?”
“Makasih ya teh.”
“Makasih kenapa?”
“Makasih karena udah mau nerima Farel jadi pacar teteh.”
Tanpa Farel ketahui, gadis itu langsung tersenyum di dalam pelukannya.
Satu jam berlalu, langit yang sebelumnya berwarna jingga sudah berubah warna menjadi kebiruan. Sekarang Farel, Adys dan Disa sudah terduduk di meja makan untuk menyantap makanan yang sebelumnya sudah dibeli oleh Farel melalui aplikasi pesan antar. Ketiganya nampak seperti keluarga kecil yang sangat harmonis.
“Teh Adys, Disa mau disuapin lagi sama teteh!”
“Ih, makan sendiri atuh! Biasanya juga kamu bisa makan sendiri, jangan manja ah. Kan Teteh Adys nya juga lagi makan,” ucap Farel yang berada disebelah Disa.
Mendengar perkataan Farel, Disa langsung menundukkan kepalanya dan enggan untuk memegang sendok yang ada di hadapannya.
“Udah nggak apa-apa. Sini, teteh suapin ya Disa.” Layaknya ibu peri, Adys dapat langsung merubah ekspresi Disa yang tadinya murung menjadi ceria kembali.
“Tukeran, Rel.”
“Naon teh?”
“Tukeran duduknya, aku yang di samping Disa. Biar gampang nyuapinnya.” Farel langsung bangkit dan bertukar posisi oleh Adys.
“Yay! makasih teteh Adys. Aa mah nyebelin,” ujar Disa sembari menjulurkan lidahnya ke sang kakak.
“Siapa yang ajarin begitu?”
Disa semakin menjulurkan lidahnya untuk meledek sang kakak yang tetap terus menanyakan pertanyaan sebelumnya. Adys hanya menggelengkan kepalanya menyaksikan kedua kakak beradik itu.
Ditengah asyiknya menikmati makanan, tiba-tiba bel rumah Farel berbunyi. Farel langsung berjalan ke arah sumber suara untuk melihat siapa yang datang.
“Ibu?”
“Halo A’… Tolong bawain tas ibu ya kasep,” pinta Mira, ibu Farel.
Setelah melepas sepatu dan blazer kantorannya, Mira langsung menghampiri Disa dan Adys yang berada di ruang makan. Dikarenakan keduanya duduk membelakangi arah pintu masuk, jadinya mereka sama sekali tidak mengetahui siapa yang baru saja tiba.
Mira mencolek pipi Disa dari belakang, hal itu membuat Disa teriak histeris dan langsung menghampiri sang ibu.
“IBU!!!”
“Jangan peluk dulu sayang, ibu kotor abis dari luar,” ucap Mira sembari melepaskan pelukan Disa. Adys langsung berdiri dan memberi salam kepada Mira.
“Ibu naik dulu ya sayang, mau ganti baju.”
Farel sudah kembali ke ruang makan, tidak lama setelah itu Mira juga sudah kembali ke bawah dengan pakaian rumahnya.
“Ibu, kenalin. Ini Teh Adys, tetehnya Haris sama pacarnya Farel.” Adys tersenyum sembari memberikan tatapan seakan-akan ingin memarahi Farel.
“Emang cetakannya Aida nggak pernah gagal ya, geulis pisan! Sini atuh, peluk ibu dulu.”
Adys langsung menghampiri Mira dan langsung memeluk wanita tersebut. “Salam kenal tante, aku Adys.”
“Ih naon kok tante? Panggil ibu aja ya geulis.” Mira melepaskan pelukan Adys.
Adys tersenyum kikuk sembari melirik ke arah Farel dan berjalan kembali ke tempat duduknya.
“Iya tan— eh… Iya bu.”
Mira mempersilahkan Adys untuk kembali duduk dan melanjutkan makan malam bersama sembari mengobrol singkat.
Setelah kegiatan makan bersama, mereka melanjutkan obrolan singkat di meja makan tadi sembari menikmati teh hangat buatan Mira. Mereka hanya membahas kebiasaann-kebiasaan Farel dirumah, membahas tentang bagaimana kedua orang tuanya saling kenal, hingga membahas urusan wanita. Adys senang bukan main, karena kehadirannya sangat diterima oleh keluarga Farel.
Kini jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, itu tandanya Adys sudah sangat lama berada di rumah Farel, jadi ia memutuskan untuk segera pamit pulang kepada ibu Farel.
“Rel, dianterin atuh si geulisnya.”
“Iya ibu, pasti Farel anterin.”
Mira mengacungkan jempolnya. “Besok, main-main kesini lagi ya geulis!”
“Iya bu, nanti Adys pasti main lagi! Makasih ya bu, maaf jadi ngerepotin.”
“Ibu yang seharusnya bilang makasih. Udah bantuin si Farel jagain Disa sampe segala dibawain bingkisan, ih! Nuhun pisan ya geulis. Salam buat keluarga ya.”
Adys menyalimi tangan Mira, “Sama-sama ibu, Adys izin pamit pulang dulu ya.”
“Disa, teteh pulang ya!” ucap Adys kepada Disa yang ada di sebelah Mira.
“Hati-hati teh, Makasih banyak ya teteh untuk hari ini!” Disa memeluk tubuh Adys singkat.
Setelah berpamitan, Adys langsung masuk ke dalam mobil Farel dengan sedikit menurunkan kaca jendela untuk melambaikan tangannya ke arah Mira dan Disa.