377

Motor Haris baru saja berhenti di depan rumah Sabil. Haris langsung melepaskan helm yang sebelumnya masih terpasang di kepalanya dan segera turun menemui Sabil yang terlihat sedang berpamitan dengan ibunya.

Selesai menaruh helm di atas jok motornya, Haris langsung berpamitan dengan Ibu Sabil yang memang sudah mengenal siapa Haris.

“Sore bu, Haris izin ajak Sabilnya pergi ya bu,” ucap Haris dengan sopan sembari menyalimi tangan ibu Sabil.

“Iya sok, asal jangan lewat dari jam 10 malem ya, Ris.”

Haris langsung berlaga seperti hormat kepada tiang bendera. “Iya bu, siap! Tenang aja sama Haris, pasti Sabilnya aman.”

Sabil yang melihat Haris seperti itu langsung terkekeh dan mengajak Haris untuk segera berangkat.

“Yaudah hayuk, nanti keburu tambah macet jalannya,”

“Teteh jalan dulu ya bu.”

Setelah berpamitan, mereka berdua langsung menaiki si ganteng, julukan motor Haris, dan langsung berjalan meninggalkan kediaman Sabil.

“Mau kemana kita?” tanya Sabil sembari menempelkan dagunya ke bahu sebelah kanan Haris dengan tangan yang melingkar dipinggang laki-laki itu.

“Aku kepikiran satu tempat sih,” celetuk Haris yang masih fokus dengan setirnya.

“Apa?”

“Hm, ikut aja. Kamu pasti seneng.”

Tidak banyak bertanya lagi, Sabil memutuskan untuk mengikuti kemana Haris akan membawanya.

Tiga puluh menit berlalu, kini keduanya telah sampai di salah satu pasar ikan hias yang ada di Bandung. Haris membantu Sabil yang ada di belakang untuk turun dari motornya lebih awal, ia juga membantu Sabil untuk melepaskan helm yang tadi sengaja ia bawa untuk kekasihnya.

“Kok tiba-tiba pasar ikan?” tanya Sabil.

Haris mengangguk. “Udah yuk, kamu pasti seneng!”

Di sepanjang lorong pasar ikan hias ini, Sabil tidak berhenti untuk memuji ikan-ikan hias yang ada di dalam aquarium.

“Haris, itu cantik banget!”

“Aku suka warnanya!”

“Lucu banget Haris, aku mau nangis.”

“Haris liat itu yang warna kuning, dia ngedipin aku!!! Kayaknya dia minta dibeli.”

Itu lah kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Sabil. Haris hanya tersenyum melihat Sabil yang sangat antusias.

“Nah, udah sampe nih.”

Keduanya tiba disalah satu kios terbaik yang terdapat di Pasar Ikan ini. Haris langsung mengajak Sabil untuk masuk ke dalam.

“Punten mang.”

“Hooh, sok, cari naon?”

“Goldfish nya teh aya?”

“Aya A, mau sabaraha?”

Haris langsung menoleh ke arah Sabil yang sedaritadi hanya menyimak. “Kamu mau beli berapa?”

“Ini teh buat siapa?”

“Ya buat kamu atuh! Kan aku nanya kamu.”

“SERIUS?????”

“Iya serius, aku beliin.”

“Ih, dalam rangka apa?”

“Biar kamu teh nggak perlu lagi main sama si oren yang ada di taman belakang sekolah. Jadi ini aku beliin aja biar kamu bisa main setiap hari sama dia di rumah.”

“Haris….”

“Ayo cepet mau berapa, kasian mamangnya nungguin.”

“Satu aja cukup. Nuhun ya!!!” Sabil langsung mendekatkan dirinya kepada Haris. Haris langsung merangkul tubuh mungil Sabil dan meminta penjual ikan hias itu untuk segera menyiapkan satu ikan hias pilihannya.

Setelah selesai membeli ikan hias, mereka langsung kembali ke parkiran dan segera pergi dari sana. Di perjalanan, Sabil tidak berhenti untuk mengajak bicara ikan yang baru saja dibelikan oleh Haris. Bahkan ia sampai tidak kembali melingkarkan tangannya di pinggang Haris.

Haris mengarahkan kaca spionnya untuk melihat kekasihnya yang sedang asyik berbicara dengan seekor ikan hias berwarna oranye itu.

“Jangan ditanya-tanya terus atuh si ikannya, ntar dianya pusing.”

“Eh, maaf. Aku gemes soalnya.”

Haris terkekeh sembari berkata dengan nada kecilnya, “Gemesan juga kamu, Bil.”

Sabil tidak mendengar itu, ia terlalu fokus dengan ikan kecil yang sedaritadi berenang di dalam toples kecil yang ia peluk dengan sangat hati-hati.

“Kamu laper nggak?” tanya Haris.

“Agak sedikit sih, hehe. Kenapa?”

“Kita makan dulu ya. Kamu makan apa?”

“Hm, Haris….”

“Ya, kenapa Sabil?” Haris langsung memelankan kecepatan motornya agar bisa lebih fokus dengan Sabil.

“Aku teh sebenernya pengen banget makan pecel lele, tapi aku baru aja dibeliin ikan sama kamu,” jelas Sabil.

“Ya terus kenapa?”

“Ih, aku takut ntar dia jadi gamau temenan sama aku gara-gara liat aku makan sebangsanya!!!”

Mendengar alasan Sabil membuat Haris tidak berhenti tertawa. Bisa-bisanya kekasihnya memiliki pemikiran seperti itu. Haris hanya bisa menggelengkan kepalanya dan tertawa hingga membuat Sabil bingung.

“Kamu teh kenapa ih, kok malah ketawa?”

“Gapapa, lucu aja kamu bilang begitu.”