45
Haris yang sebelumnya sedang duduk di kelas kini sudah buru-buru menuruni anak tangga. Ia langsung berlari ke kantin untuk melihat gadis yang sampai sekarang belum ia ketahui namanya itu.
Saat memasuki area kantin, Haris bisa melihat ketiga temannya yang sudah melambaikan tangan ke arahnya. Ia langsung menghampiri teman-temannya sembari melirik ke arah meja dimana gadis itu duduk. Gadis itu duduk membelakanginya, jadi tidak tahu dengan kehadiran Haris yang baru saja tiba disana.
“Aing nggak bohong kan, liat itu siapa yang lagi duduk sendirian.” Farel menunjuk ke arah gadis tersebut.
“Samperin gih, Ris, ajak kenalan,” pinta Dimas.
“Hooh biar sat set sat set.” Dino mendorong pelan tubuh Haris agar mendekat ke arah meja gadis itu.
“Ssst, cicing! Kalo dia nengok teh kumaha,” ucap Haris dengan pelan.
“Ya makanya itu, maneh buruan samperin.”
“Sekarang?“ tanya Haris ragu.
“Seribu tahun lagi! Ya sekarang atuh!” seru Farel.
Haris baru saja ingin berjalan mendekati gadis yang sedang duduk menyendiri di meja itu, namun aksinya gagal ketika mendengar teriakan dari pintu masuk kantin.
“Sabil!”
Gadis yang sedang duduk membelakanginya kini menoleh, sempat menatap Haris yang berdiri tidak jauh darinya. Gadis itu langsung bangkit dan menghampiri sumber suara sembari melewati Haris yang masih berdiri disana.
Sabil
Setelah benar-benar pergi, ketiga teman Haris langsung menghampiri Haris yang masih mematung disana.
“Wey maneh denger nggak tadi? SABIL NAMANYA SABIL!!!!!” ucap Farel dengan antusias.
Dino menyenggol lengan Haris pelan. “Ris, ih kenapa maneh diem aja sih anying!”
“AING DENGER WEY DENGER!!! ADUH NAMANYA LUCU PISAN.” Haris yang sebelumnya terdiam kini sudah merangkul ketiga temannya bahagia.
“HARIS ANJIRRRR SERAGAM AING LECEK!!!”