515
Setelah mendapat persetujuan dari Haris, Farel langsung mengambil jaket dan kunci motor yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Ia menuruni tangga dengan terburu-buru tanpa menghiraukan tamu yang sedang berkunjung. Ia benar-benar sudah malas.
“Rel, hayang kamana malem-malem gini?” tanya Mira.
“Bentar bu, keluar sebentar.”
“Ini ada Adin loh, Rel. Udah nyobain bolu pisang bikinan Adin belum?” kali ini Ola yang bertanya. Rasanya kesal bukan main, tapi Farel harus tetap bersikap sopan dengan teman ibunya itu.
“Farel nggak suka pisang tante. Duluan ya semua.”
Farel langsung berlari ke luar rumah, tiba-tiba saja Adin menahan pergelangan tangan Farel.
“Kak Farel mau kemana?”
“Ke rumah Teh Adys.”
“Ngapain?”
Farel menghembuskan napasnya. “Ngapain maneh tanya? Ini semua gara-gara maneh yang udah lancang buka-buka handphone aing ya, Din!”
“Lho, kan niat Adin baik, biar Kak Adys nggak khawatir sama keberadaan Kak Farel.”
“Maneh malah bikin aing sama Teh Adys ribut, Din!”
Farel langsung pergi meninggalkan Adin dan menaiki motornya.
Adin hanya tersenyum sembari melihat kepergian Farel.
Farel melajukan motornya dengan kecepatan sedang, sugesti tentang Adin yang nantinya tidak akan mau bertemu dengannya tidak bisa hilang dari pikriannya. Farel sedikit berteriak ketika melihat mobil yang menghalanginya yang mengakibatkan ia terjebak di lampu merah.
Setelah beberapa menit, ia telah sampai di depan rumah Adys. Farel langsung menghubungi Haris kalau dirinya sudah berada di bawah.
“Masukin aja motornya, Rel. Bunda sama Ayah masih di luar.”
“Nggak usah, disini aja.”
“Yaudah sok, masuk.”
“Nuhun.“
Kini Farel sudah duduk di ruang tamu milik keluarga Adys dan Haris.
“Aing panggilin teteh dulu ya, maneh tunggu sini dulu.”
Lima menit ia menunggu, akhirnya Adys turun dari kamarnya dan langsung terkejut melihat Farel yang sudah terduduk di ruang tamunya. Farel juga sama terkejutmya melihat Adys yang mau menemuinya.
“Sialan si Haris, aing dibohongin,” batin Adys.
Sebelumnya, Haris mengetuk pintu kanar Adys dan bilang kalau di bawah sudah ada Keya dan Bintang yang ingin mengembalikan buku yang sempat tertinggal pada saat mereka belajar bersama. Jadilah Adys mau membukakan pintu kamarnya dan pergi ke bawah. Tapi ternyata yang datang bukan Keya atau Bintang, melainkan Farel. Orang yang sedang ia hindari.
“Ngapain kesini?” tanya Adys.
“Teh, dengerin Farel ya. Biar Farel jelasin.”
“Apa yang mau dijelasin sih?”
“Masalah Adin yang ke rumah dan kenapa Farel bisa jemput Adin.”
Sebenarnya Adys sudah malas, namun melihat usaha Farel yang sudah datang ke rumahnya malam-malam membuat ia merasa iba. “Yaudah, jelasin.”
“Tadi sore tuh si Adin chat Farel bilang kalo dia masih di sekolah, itu udah sore banget teh. Karena Tante Ola juga udah nitipin Adin ke Farel, ya mau nggak mau Farel jemput Adin. Kalo misalkan teteh yang ada di posisi Adin tadi sore, Farel juga pasti bakalan ngelakuin hal yang sama kok, teh.”
“Terus ternyata Tante Ola juga ada di rumah, jadinya Adin ikut pulang ke rumah. Untuk masalah Adin yang balesin chat Farel, itu Farel bener-bener nggak tau teh. Farel cuma ninggalin handphone Farel di meja deket telepon, abis itu Farel tinggal buat mandi ke atas.”
“Disini Farel juga salah karena handphone Farel teh nggak dipassword.”
“Selama Adin di rumah Farel, kita nggak ada ngobrol atau apa teh. Setelah mandi Farel cuma ke bawah ambil handphone sama kunci motor dan naik lagi ke kamar,” jelas Farel.
“Kalo tadi Adin nggak balesin chat aku juga pasti kamu nggak akan bilang kan kalo Adin ada di rumah dan kamu jemput dia?”
“Teh, waktu Farel ngabarin teteh tuh niatnya Farel mau langsung kasih tau. Tapi teteh udah keburu bilang tau dari Adin.”
“Terserah, semoga aja emang niat kamu bener.”
“Teh kenapa jadi emosi gini sih?”
“Kamu tuh sadar nggak sih, Rel?”
“Adin lagi yang jadi masalah hubungan kita berdua. Pertama, waktu di acara ulang tahun Disa. Kedua, dia yang tiba-tiba pindah dan masuk SMANSA dan ibunya nitipin dia ke kamu. Sekarang, dia yang tiba-tiba balesin chat kamu. Oke maaf kalo aku kesannya sangat amat childish, tapi aku pacar kamu rel. Siapa yang nggak kesel?”
“Ya mau gimana lagi teh? Masa Farel ngelawan? Farel nggak enak karena Tante Ola temennya ibu, nggak mungkin juga Farel bikin malu ibu.”
“Oke, sekarang kamu fokus dulu ke aja ke Adin. Buat hubungan kita terserah maunya gimana, kalau mau istirahat dulu juga nggak apa-apa.“
“Teh masa gitu…”
“Ya mau gimana lagi, Rel?” kini gantian Adys yang membalikkan ucapan Farel.
“Mau sampe kapan dia ada di hubungan kita?“ tanya Adys.
“Kalo kamu nggak bisa buat keputusan, yaudah, kita nggak usah berhubungan dulu.”
“Teh apasih!”
“Kamu nggak bisa kan ngehindar dari semua permintaan orang tuanya Adin? Dari awal aja kamu nggak pernah bisa buat nolak itu semua.”
“Mending kita break dulu, Rel, sampe kamu bisa buat keputusan. Masih tetep mau diganggu sama Adin dan orang tuanya atau kamu bikin mereka berhenti ganggu kamu.”
“Teh, kenapa sih asal ngomong break? Teteh coba ngertiin posisi Farel dong! Emangnya teteh kira Farel mau ada di posisi ini?” ucap Farel dengan nada tinggi.
Adys tidak menyangka karena Farel yang berteriak ke arahnya. Jujur dadanya sangat sesak melihat Farel yang baru saja meneriakinya seperti itu.
“Maaf ya rel, kalo kesannya aku egois dan aku nggak bisa ngertiin posisi kamu. Tapi aku nggak suka dan nggak mau berbagi sama Adin,” ucap Adys sembari menahan tangisnya.
“Oke kalo teteh nggak bisa ngertiin posisi Farel, kita break dulu aja. Terserah teteh mau hubungin Farel atau nggak.”
“Farel izin pamit pulang, teh. Semoga tidur teteh nyenyak malam ini.”
Farel langsung bangkit dan meninggalkan Adys yang masih membisu sembari menahan tangis akibat teriakan Farel yang sebelumnya menusuk indera pendengarannya. Itu seperti bukan Farel yang Adys kenal. Laki-laki itu sangat jarang berbicara dengan nada tinggi dan mata yang memerah, bahkan hampir tidak pernah.
“Aku kira kamu bakalan minta maaf dan jaga jarak sama Adin, Rel. Tapi ternyata kita yang harus ngalah ya?”