555

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, itu tandanya bel pulang sekolah sudah berbunyi satu jam yang lalu. Adys masih setia menunggu Farel yang sedang latihan futsal di kursi koridor sekolah. Sesuai dengan niatnya kemarin, maksud Adys untuk menunggu Farel latihan itu karena ia ingin meminta maaf langsung kepada kekasihnya itu.

Dilihatnya anak futsal sedang melakukan break latihan, Adys langsung berjalan ke arah lapangan dengan membawakan satu botol air mineral tidak lupa dengan senyumannya yang mengembang ketika melihat Farel yang sedang menepi ke pinggiran lapangan. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seorang perempuan yang sudah lebih dulu menghampiri kekasihnya drngan membawa satu botol air mineral.

Raut wajah Adys yang sebelumnya tampak begitu bahagia langsung berubah. Rasa kesal yang tiba-tiba muncul mengurungkan niatnya. Ia langsung kembali ke koridor untuk mengambil tas dan beberapa bawaannya lalu pergi meninggalkan sekolah dengan perasaan yang tidak bisa diartikan.

Farel yang mendengar suara hentakan kaki dari arah yang tidak jauh darinya langsung melihat ke arah sumber suara. Ia dibuat terkejut oleh siapa yang baru saja meninggalkan lapangan dan menuju koridor. Baru saja Farel ingin mengejar Adys, tapi Adin sudah lebih dulu menahan tangan Farel.

“Mau kemana sih, kak? Minum dulu.”

“Bukan urusan maneh!”

Farel langsung meninggalkan Adin yang sudah kesal melihat Farel yang ingin mengejar Adys.

“Teh!” panggil Farel.

Adys tidak menanggapi teriakan Farel. Ia tetap terus berjalan menuju gerbang.

“Teh, tunggu.” Akhirnya Farel bisa menyesuaikan jaraknya dengan Adys.

“Apa?”

“Kenapa pergi?”

“Kan udah ada Adin, jadi ya aku pergi.”

“Farel nggak minta Adin buat dateng terus kasih minum ke Farel teh, dia dateng sendiri.”

“Iya aku tau. Jadi udah ya? Aku mau pulang, udah sore.”

“Oh iya,” lanjut Adys.

“Ini, siapa tau masih butuh air mineral. Aku pulang dulu, semangat latihannya.” Adys menepuk pelan bahu Farel.

Sedangkan Farel, ia hanya mematung. Andai saja Adin tidak datang, pasti dirinya dan Adys sekarang sedang duduk berdua di pinggir lapangan. Lamunannya tersadar, jarak Adys dari pengelihatannya juga lama kelamaan menghilang. Ada rasa ingin mengantarkan gadis itu untuk pulang. Namun melihat situasi yang tidak memungkinkan, Farel langsung memanggil ojek yang memang mangkal di depan sekolahnya.

Mang, punten. Tolong anterin teteh yang lagi jalan sendirian itu ya. Ini uangnya, kembaliannya ambil aja. Nuhun ya mang, tolong jangan ngebut ya mang!”

Farel tidak langsung pergi, melainkan ia menunggu dan memastikan sampai Adys naik ke motor ojek tersebut. Adys sempat bingung, namun akhirnya gadis itu tetap naik ke motor dan sepenuhnya pergi dari pandangan Farel.

“Hati-hati ya, teh.”


“Kak Farel!!!!”

“Darimana aja sih?”

“Itu udah dipanggilin sama temen-temen Kak Farel!”

“Ngapain coba ngejar Kak Adys, ganggu latihan Kak Farel aja.”

Farel memanggil satu temannya dan izin untuk meminta waktu istirahat tambahan. Kemudian ia membawa Adin ke taman belakang sekolah.

“Mau kemana sih, ih, lepasin!”

“Duduk,” ucap Farel.

Adin langsung menuruti Farel dan sedikit ketakutan melihat tatapan Farel yang berbeda.

“Udah ngomelnya?” tanya Farel yang diangguki oleh Adin.

Aing heran kenapa maneh ngomel, padahal maneh nggak punya hak apa-apa buat marah-marah ke aing tentang teteh. Aing juga nggak ngerti kenapa maneh suka banget cari masalah dan bikin salah paham.”

“Kenapa sih, Din? Kenapa kayak gitu?”

Adin yang merasa tidak terima langsung bersuara, “Ya karena aku sama Kak Farel kan udah deket dari kecil, jadinya sekarang aku juga harus deket lagi sama Kak Farel.”

Farel tertawa sembari memijat pelipisnya.

“Kita emang kenal dari kecil, tapi abis itu kita jadi orang asing lagi setelah maneh pindah ke Jakarta. Aing nggak ngerasa deket sama maneh. Kita nggak pernah berhubungan sama sekali setelah maneh pergi dari Bandung. Jadi, maneh jangan ngerasa paling tau dan deket sama aing, Din. Maaf kalo maneh tersinggung, tapi jujur aja aing risih.”

“Apalagi maneh selalu bikin Teh Adys salah paham dan jadi jauh sama aing. Sekarang aing tanya, alasan maneh sampe bikin Teh Adys salah paham dan jadi jauh gini sama aing tuh apa?”

Adin menggigit bibir bawahnya sembari memejamkan mata, seakan-akan sedang mengumpulkan keberanian untuk menyampaikan sesuatu.

Farel yang melihat Adin seperti langsung dibuat emosi karena Adin yang tidak mengeluarkan suara sama sekali.

“Din jawab!” ucap Farel dengan sedikit nada tinggi.

“Itu karena Adin suka sama Kak Farel!”

Farel terkejut dengan ucapan Adin barusan. Kata-kata itu keluar dari mulut Adin tanpa terbata-bata. Ia benar-benar tidak percay, bagaimana bisa Adin menyukai dirinya setelah bertahun-tahun mereka tidak saling bertukar kabar?

“Pasti Kak Farel bingung kenapa Adin bisa suka sama Kak Farel. Dari kecil Adin merasa diperhatiin sama Kak Farel, Kak Farel selalu lindungin Adin kalo Adin lagi diganggu sama anak komplek. Dari situ Adin percaya kalo Kak Farel sayang sama Adin. Adin juga tanya ke mami, kenapa Kak Farel selalu peduli sama Adin dan jawaban Mami juga sama, itu karena Kak Farel sayang sama Adin,”

“Terus karena kita harus pindah lagi ke Jakarta, Adin beneran sedih banget harus jauh dari Kak Farel. Adin selalu ngumpulin semua barang-barang dan foto-foto kita di dalam kotak yang sampe sekarang masih Adin simpen. Terus Kak Farel inget kan waktu pertama kalinya kita ngobrol lagi via dm twitter? Itu Adin seneng bukan main karena Adin akhirnya bisa ngeliat Kak Farel lagi. Adin juga jadi sering merhatiin Kak Farel lewat twitter,”

“Sampe dimana papi bilang kalo papi dapat dinas kerja di Bandung dan minta kita untuk ikut pindah ke Bandung untuk sementara waktu. Adin langsung buru-buru packing dan seneng karena akhirnya Adin bisa ngeliat Kak Farel lagi. Usaha Adin buat deketin Kak Farel juga semakin besar walaupun Adin tau Kak Farel udah punya pacar yaitu Kak Adys. Tapi Adin mau egois, Kak Farel cuma punya Adin dan bukan punya Kak Adys.”

Farel benar-benar tidak menyangka dengan pengakuan Adin.

“Kak, aku suka sama Kak Farel. Aku juga mau ada diposisi Kak Adys. Kak Farel pasti masih sayang sama Adin kan?”

“Maaf, Din.”

“Jangan suka dan sayang sama aing, karena aing nggak akan pernah bisa suka sama maneh,”

“Dan satu lagi, jangan coba-coba untuk jadi Teh Adys buat narik perhatian aing. Mau maneh usaha sebesar apapun aing sama sekali nggak tertarik. Kita cuma temen, selamanya temen, status itu nggak akan berubah, Din. Jadi jangan berharap lebih.”

“Mending sekarang maneh mikir, apa yang udah maneh lakuin dari awal maneh dateng kesini dan jangan ganggu aing lagi, Din, tolong.”

Kemudian Farel meninggalkan Adin yang sudah meneteskan air matanya.

“Ternyata suka sama Kak Farel itu salah ya?”