77

Dihitung-hitung, ini baru lima menit setelah bel pulang sekolah berbunyi. Tapi, koridor kelas sudah dipenuhi oleh banyaknya murid-murid yang baru saja keluar dari kelasnya. Farel yang mengingat bahwa ia memiliki janji dengan Adys, langsung buru-buru menuruni tangga untuk menemui gadis itu.

“Wey, santai weh atuh, Rel,” ucap salah satu murid yang tidak sengaja ia senggol.

Hampura, Dar, lagi buru-buru.” Farel langsung melanjutkan langkahnya yang tadi sempat tertunda.

Sesampainya di lantai bawah, Farel tidak langsung menghampiri Adys di gerbang. Melainkan, ia menyempatkan diri untuk pergi ke kantin sebentar.

Mang, jus mangganya dua ya.”

“Eh… Sugan teh saha, tau nya si kasep. Beli dua teh buat saha, kasep?”

“Calon pacar,” ucap Farel sembari terkekeh.

“Asik, mamang bikinin yang paling enak deh buat pacar maneh. Sakedap, ya.”

Farel hanya mengangguk dan tidak bisa berhenti tersenyum. Sembari menunggu jus mangga siap, ia hanya membayangkan bagaimana kalau nantinya ia dan Adys benar-benar berpacaran. Pastinya ia akan senang bukan main.

“Nih kasep, udah jadi.”

“Waduh, sedap… Nuhun, ya mang.” Farel langsung memberikan dua lembar uang sepuluh ribu dan langsung pergi meninggalkan kantin.

Sesampainya di gerbang sekolah, Farel bisa melihat Adys sedang berbicara dengan seorang laki-laki dari kejauhan. Matanya ia sipitkan, agar bisa melihat jelas siapa laki-laki yang sedang berbicara dengan Adys disana. Nathan. Kakak kelasnya, murid pindahan dari Jakarta yang sempat rampai diperbincangkan oleh teman-teman perempuan di kelasnya.

“Kamu tau A Nathan? Yang pindahan dari jakarta? HOOH YANG ITU!!! kasep pisan ih”

“A Nathan dingin banget ih, tapi aing teh semakin kepengen ngejar A Nathan walaupun dia dingin begitu”

“Wey!!! A Nathan abis potong rambut. IH, MEUNI GANTENG PISAAANNN”

Kira-kira seperti itulah ucapan yang Farel ingat dari teman-teman perempuan di kelasnya.

Farel tampak penasaran dengan keduanya. Kedua insan itu tampak sedang berbicara dengan serius, bahkan sampai tidak memperdulikan sekitar. Farel tetap berdiri dari jarak yang sekarang sudah tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdua mengobrol. Sampai dimana, Adys tidak sengaja melihat ke arah Farel dan melambaikan tangannya ke arah Farel seperti meminta Farel untuk menghampirinya disana. Farel mengangguk dan langsung berjalan ke arah Adys dan Nathan.

“Yaudah kabarin aja ya, Nat. Kalo bisa jangan sampe tiga hari, hehe.”

Nathan mengangguk, “Iya gue usahain. Yaudah, gue balik duluan ya. Kayaknya lo udah ditunggu orang, tuh.” Nathan melirik ke arah Farel yang berada di belakang Adys.

“Eh iya… Yaudah hati-hati ya, Nat.”

Nathan mengangguk dan langsung melajukan motornya, tanpa berpamitan dengan Farel.

“Rel, sini,” panggil Adys.

“Iya, teh?”

“Itu tadi si Nathan cuma bahas tentang kepanitiaan aja, kok. Muka kamu galak banget, ih! kayak mau makan orang,” ledek Adys.

“Teteh, ih!”

“Ini muka nahan panas tau,” sambungnya.

Panas liat teteh ngobrol sama si A Nathan,” ucap Farel dalam hati.

Adys terkekeh, “Kamu inget kan yang tadi di DM twitter? Orang yang aku maksud itu, dia.”

Sial, kenapa harus Nathan yang menjadi calon pengganti panitia baru? Memangnya tidak ada calon pengganti lainnya? Kenapa harus Nathan? Ia hanya khawatir, Adys akan memiliki perasaan kepada Nathan ataupun sebaliknya.

“Iya inget kok, teh. Wah… Bagus dong, terus gimana teh? A Nathannya mau?”

“Belum,”

“Tadi masih nanya-nanya tentang kepanitiaan sama tugasnya kayak gimana… Eh maaf motong, tapi itu kamu bawa apa?” tanya Adys yang salah fokus setelah melihat kantong plastik yang ada ditangan kanan Farel.

Farel langsung melihat ke arah kantong plastik itu, “Oh ini, ini ada jus mangga buat teteh, takutnya teteh haus di jalan, jadi Farel beliin. Nih, teh… Di ambil.” Adys langsung mengambil satu gelas jus mangga pemberian Farel.

Nuhun ya… Ini aku minum nggak apa-apa?”

“Nggak apa-apa,” jawab Farel.

“Ayok, minumnya bareng.”

“Sekarang?”

“Iya, masa tahun depan! ya sekarang atuh, Rel!”

“Kita nggak jadi jalan dong, teh? Ini mau minum jus mangga aja?”

Adys terkekeh akibat melihat muka bingung sekaligus panik Farel, “Ya minum dulu, baru abis itu jalan. Biar seger.”


Setelah selesai menghabiskan jus mangga pemberian Farel tadi, kini keduanya sudah berada di atas motor milik Farel. Angin kencang menjadi pelengkap perjalan mereka berdua. Farel sedikit bersenandung yang membuat Adys menggerakkan kepalanya sesuai dengan irama yang diberikan Farel. Saat sedang asyik menikmati perjalanan yang dilengkapi oleh angin sore kota Bandung, Lampu lalu lintas yang berada beberapa meter dari motor Farel langsung berubah warna menjadi merah. Hal itu membuat Farel harus menghentikan motornya.

“Teh, ini kita mau kemana?” tanya Farel memastikan.

Mcd!”

“Kok tiba-tiba banget, teh?” tanya Farel.

“Aku lupa traktir kamu Mcd waktu itu.”

“Kapan, teh? Emang ada janji mau traktir Farel disana?”

“Waktu pas kamu jemput aku di sekolah. Aku bilang ke si Haris, siapa yang jemput aku waktu itu, bakalan aku traktir Mcd,” ucap Adys sedikit memajukan kepalanya, agar Farel bisa mendengar ucapannya dengan sempurna.

“Ih nggak usah teteh! jadi repot tau.”

“Nggak nerima penolakan ah, tuh, ayok jalan. Udah hijau lampunya.”

“Hadehhhh, yaudah iya ayok, ke Mcd.” Farel kembali menjalankan motornya. Baru beberapa menit Farel menjalankan motornya, ia langsung dibuat terkejut oleh tangan yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya.

“Teh?”

“Farel, makasih ya karena udah baik sama aku. Ngomong-Ngomong, ini boleh kan pegangannya disini?”