balada insan muda

Adys kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku roknya. Sebenarnya ia masih dibuat penasaran oleh pesan yang dikirimkan oleh Farel. Untuk apa dirinya disuruh menunggu sebentar. Tidak mau menambah pusing, Adys kembali memperhatikan guru yang sedang mengajar pelajaran Sejarah Indonesia dengan menaruh dagunya di tumpuan tangannya. Rasa pusing dan mual semakin menyerbu kepala dan perutnya. Ia benar-benar menyesal untuk tetap masuk ke sekolah dengan kondisi yang kurang baik.

Ditengah-tengah pelajaran, tiba-tiba saja pintu kelas Adys diketuk oleh seseorang dari luar. Kini perhatian seluruh murid termasuk Adys bukan lagi menuju ke arah Pak Kuntoro yang sedang memberikan materi tentang Masa Orde Baru, tapi pusat perhatian mereka kini berpindah pada sosok laki-laki yang dengan santainya masuk ke dalam kelas dan menyalimi tangan Pak Kuntoro sembari membawa selembar kertas putih persegi panjang. Adys yang memang mengenali sosok laki-laki itu langsung diam dan tidak bergerak sedikit pun, ia dibuat terkejut oleh aksi kekasihnya yang benar-benar sangat tidak terduga.

Punten pak, maaf tiba-tiba saya masuk ke kelas bapak dan mengganggu jam pelajaran bapak. Tapi saya teh dapet amanah dari bundanya Teh Adys, saya diminta untuk jemput Teh Adys yang sekarang lagi kurang enak badan.” Farel masih berdiri di hadapan Pak Kuntaro sesekali melirik ke arah dimana Adys duduk.

“Adys saha?”

“Emangnya teh ada yang namanya Adys di kelas ini?” tanya Pak Kuntaro kepada seluruh murid yang sedaritadi memperhatikan keduanya berbicara di depan kelas.

“Gladys pak, cuma emang sering dipanggil Adys, pak,” sahut Karissa, teman sebangku Adys. Adys hanya menutupi wajahnya sembari memijat pelipisnya pelan.

“Oh, Si Gladys… Gladys, betul kamu teh lagi nggak enak badan?”

Adys langsung mengangguk dengan wajah pucatnya. “Iya pak.”

Pak Kuntoro yang melihat kondisi Adys seperti itu langsung menyuruh Farel memberikan surat izin agar segera ditandanganinya. “Yaudah sok dibawa si Gladys, udah lemes begitu… Jangan lupa ini suratnya dikasih ke meja piket ya.”

Farel langsung mengangguk, “Siap pak, pasti! Saya izin bantu Teh Adys beresin barang-barang ya pak.”

“Sok.”


“Kamu teh ngapain ih segala izinin aku?”

Kini mereka berdua sudah berada di luar kelas setelah tadi sempat berpamitan dengan Pak Kuntoro yang sampai sekarang Adys yakin masih setia untuk mengajar di kelasnya.

“Ya kumaha atuh, masa aku ngebiarin teteh belajar dengan kondisi yang lagi kurang enak badan gini, akunya mana tega.”

Keduanya masih berjalan mengitari koridor sekolah. Mereka berdua berjalan berdampingan dengan satu tangan Farel yang memegang lengan Adys guna untuk menjaga gadis itu dari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya seperti terjatuh lemas ditengah-tengah koridor.

“Tapi bunda beneran bilang ke kamu?” tanya Adys.

Farel menggeleng dan tertawa jahil. “Ya enggak sih, Farel iseng aja biar izinnya gampang.”

“DASAR!!! Dosa ih bohongin orang tua,” ucap Adys sembari mencubit pelan lengan Farel.

Atuhlah demi kebaikan mah nggak apa-apa ya teh ya…”

“Eh, ini kok ke UKS bukannya ke parkiran?” Adys dibuat bingung dengan Farel yang tiba-tiba membawanya ke UKS.

“Tenang aja teh, nggak berduaan kok, tuh ada anak PMR yang jaga… Namanya Anggun, temen sekelas Farel.”

Farel langsung membawa Adys masuk ke dalam UKS dan menyuruh gadis itu untuk duduk di sofa yang tersedia disana. “Punten ya Nggun. Aing nitip kabogoh aing dulu disini, aing mau ke kantin bentar…”

Hooh sok, masuk weh Rel, aing jagain.”

“Teh, sama si Anggun dulu ya, Farel ke kantin dulu beli makan buat teteh,” pamit Farel.

“Ih ngapain?”

“Farel teh hari ini bawa motor, kamu bakalan masuk angin kalo perutnya nggak diisi nasi…. Tadi baru diisi sama roti doang kan?” tanya Farel yang diangguki oleh Adys. Farel tersenyum melihat Adys yang mengangguk sembari menekuk wajahnya.

Tangannya tidak ia biarkan untuk diam saja, ia langsung mengelus puncak kepala Adys dengan sayang, “Yaudah, makanya teteh tunggu disini dulu ya. Nanti Farel balik lagi bawa makanan buat teteh, nanti makan dulu baru pulang ya, teh? sekarang teteh istirahat dulu disini ya ditemenin sama si Anggun,”

“Farel nggak lama kok. Janji.” Jari kelingkingnya ia acungkan seakan membuat pinky promise ke arah Adys.

Adys langsung mengaitkan jari kelingking miliknya ke milik Farel. Lagi-lagi Farel tersenyum dan mengelus puncak kepala Adys dengan gemas. “Pinter ih pacar Farel.”