Confession (?)
“Kak… Acel udah nunggu dibawah nih, dandannya gausah lama-lama. Udah mau ujan!!” teriak Evelyn.
“Iyaaaa maaaah,” saut Keira dari kamarnya.
Hari ini adalah hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Keira, hari dimana ia akan mengungkapkan perasaanya kepada sahabatnya itu. Walaupun sebenarnya ada sedikit rasa takut dan khawatir, tapi ia berusaha untuk tetap tenang.
Keira sekarang sudah jalan menuruni tangga, ia bisa melihat jelas bahwa Acel sudah duduk bersama kedua orang tuanya diruang tamu. Ia langsung menghampiri semuanya dan mengajak Acel untuk segera berangkat.
“Ayo.”
Keira langsung berpamitan dengan kedua orang tuanya yang diikuti oleh Acel, “Jalan ya Mah, Pah.”
“Tante, Om… Jalan dulu ya.”
“Hati-hati, ya” ucap Ezhar dan Evelyn bersamaan.
Sekarang mereka sudah sampai di bioskop, Keira sibuk memilih film apa yang akan mereka tonton. Sedangkan Acel, ia hanya mengikuti Keira dari belakang.
“Cel, nonton ini aja kali ya.” Keira menunjuk poster film yang berjudul Imperfect, “Yang lain keliatan ngga seru, terus sisanya tinggal film horror,” sambungnya.
“Yaudah, gapapa film horror aja,” celetuk Acel dengan nada antusias.
Keira mencubit pelan perut Acel, “Ngga mau ya! lo mau nanti setelah selesai nonton gue video call-in terus kayak waktu itu?”
Acel terkekeh, “Mau donggggg.”
“Udah, nonton imperfect aja! jangan aneh-aneh deh lo.”
“Iya iya, oke.”
Setelah mendapat persetujuan dari Acel, Keira berjalan menuju tempat pembelian karcis namun tangannya langsung ditahan oleh Acel, “Ngapain?”
“Beli tiket.”
“Udah gue aja, Lo tunggu sini.”
“Lah, yaudah ini uangnya.” Keira memberikan satu lembar uang seratus ribu kepada Acel, tapi langsung ditolak.
“Kok???”
“Gue yang traktir.” Acel langsung pergi meninggalkan Keira.
Tidak lama kemudian, Acel kembali sembari membawa popcorn dan minuman, “Nih, jangan diabisin sebelum masuk studio!”
Keira terkekeh. Acel sangat tau jelas kebiasaannya ketika ingin menonton film.
“Makasih Acel!!”
beberapa menit kemudian.
Pintu theater 5 telah dibuka…
“Acel ayo!! udah disuruh masuk tuh.”
Keduanya pun langsung jalan menuju studio dengan bersamaan.
Setelah selesai dengan menonton film, mereka berdua pergi ke area outdoor untuk mencari makanan sambil menikmati live music. Alunan musik lawas melengkapi malam yang cukup dingin dikarenakan hujan yang sempat turun dengan lebat.
“Eh, lo kedinginan ya Kei? mau masuk aja, ngga?” tanya Acel khawatir.
“Engga kok! gapapa, disini aja.”
Keduanya kini sudah duduk sambil menikmati makanan yang sudah mereka pesan tadi.
“Ini lagu tahun berapa ya, Cel?” Keira kembali membuka suaranya.
“Waduh, kurang tau Kei. Gue belom lahir,” jawab Acel yang diakhiri dengan tawaan kecil.
Keira hanya mengangguk dan kembali menyantap makanannya, begitu pun juga dengan Acel.
“Oh iya, lo mau ngomong apa?” tanya Acel tiba-tiba.
Saat itu juga, jantung Keira rasanya ingin copot. Ia lupa bahwa tujuannya mengajak Acel hari ini adalah untuk mengungkapkan perasaanya.
“Eum—Gimana ya Cel…”
“It’s okay, santai aja santai… Mau bilang apa sih?”
Keira sempat diam sebentar.
“Kenapa?” tanya Acel.
“Sebentar…” Keira menarik napasnya.
Acel mengangguk dan kembali memperhatikan Keira dengan menaruh dagunya ditumpuan tangannya.
”Mati gue, kenapa dia segala ngeliatin gue kayak gitu,” batinnya.
Keira menarik napasnya pelan sebelum berbicara.
“Acel…”
“Sebenernya gue suka sama lo. Gue suka sama lo lebih dari sahabat.” Keira langsung membuang mukanya ke lain arah, ia malu sekaligus takut dengan respon Acel.
“Dari kapan?” Acel mulai bersuara. Jujur, ia sangat terkejut dengan ucapan Keira barusan.
“Gue engga tau dari kapan, tapi setelah Aurel minta kontak lo waktu itu tiba-tiba aja muncul perasaan ngga suka, apalagi kemaren lo sempet deket sama Rea.”
Acel mencerna ucapan Keira barusan, ia benar-benar ingin lompat saat itu juga. Akhirnya, ia bisa tau perasaan Keira kepadanya. Acel sangat menghargai keberanian Keira untuk jujur kepadanya, tapi yang Acel inginkan adalah ia yang menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Jadi, mau tidak mau Acel harus berpura-pura untuk menolak perasaan Keira terlebih dahulu.
“Sorry, Kei.”
Keira langsung menatap mata Acel dan tersenyum, “Gapapa, gue cuma ungkapin aja kok, biar lega.”
Acel hanya mengangguk tanpa memberikan penjelasan. Padahal aslinya, ia ingin sekali memeluk Keira dan membalas ucapan Keira bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama. Tapi, ia urungkan karena mengingat bahwa ia mempunyai rencana lain untuk menyatakan perasaannya kepada Keira.
Canggung, itulah suasana saat ini. Keira melihat kearah jam tangannya yang sudah menunjukki pukul sembilan malam. Dirasanya, angin malam sudah berhembus begitu kencang dan mulai mengganggu kenyamanannya, jadi ia memutuskan untuk mengajak Acel agar segera pulang. Acel yang sedang minum langsung meng-iyakan ajakan Keira dan langsung pergi meninggalkan tempat tersebut.