Geean

Setelah membaca pesan dari Annette, Geean langsung buru-buru berdandan serapih mungkin untuk menemui perempuan yang sudah lama ia sukai, Annette namanya. Geean dan Annette bisa dibilang cukup dekat karena selalu berada dikelompok belajar yang sama. Jadi, jangan heran ketika melihat Geean dan Annette terlihat sangat akrab.

Geean sudah mengeluarkan motor Vespa matic-nya yang berwarna hitam. Hari ini ia hanya mengenakan kaos putih oblong yang dilapisi oleh jacket denim hitam, serta celana panjang krem dan sepatu converse kesayangannya. Dirasa semuanya sudah siap, ia langsung berjalan menuju kosan milik Annette. Jalan sore hari ini cukup membuat Geean mengembuskan napasnya dikarenakan tampak begitu padat.

Setelah beberapa menit, akhirnya Geean sampai di kosan Annette. Ia langsung mengabari Annette kalau dirinya sudah berada didepan kosnya. Tanpa menunggu lama, Annette memunculkan batang hidungnya. Geean yang melihat kehadiran Annette langsung terdiam dan terpesona. Ia memandangi Annette tanpa memiliki keinginan untuk mengedipkan matanya. Annette tampak sangat cantik hari ini.

“Woy! kenapa bengong? gue cantik, ya?” Candaan Annette sukses membangunkan lamunan Geean.

“Iya—eh nggak! eh… Aduh, ayo deh cepetan naik, udah mau ujan!”

“Yaelah Gi, kalo mau bilang iya tuh gausah grogi gitu kali,” ledek Annette sembari menepuk pundak Geean pelan.

Geean tidak menanggapi ucapan Annette barusan, ia memilih untuk melajukan motornya dan menahan rasa malu.

Mulut gue kenapa nggak bisa dicontrol banget, sih! batinnya.


Kini mereka sudah menghabiskan 30 menit di Cafe, mereka hanya mengobrol dan bertukar cerita-cerita lucu seperti biasanya, sampai dimana Geean berusaha untuk mengubah topik pembicaraannya dengan Annette.

“Net,” panggil Geean.

Annette yang sedang menyeruput minumannya langsung menengok, “Kenapa, Gi?”

“Kalo boleh tau, lo kenapa bisa putus sama mantan lo itu?”

Annette terdiam.

“Eh, Maaf kalo semisalnya lo ga—“

“Dia lebih milih temennya daripada gue.” Annette memotong ucapan Geean barusan.

“Maksud dari dia lebih milih temennya tuh gimana? temennya cewek? dia naksir?”

“Ya, iyalah! Lo pikir temennya dia cowok????”

Geean terkekeh, “Sorry, hehe. Gue kan nggak tau.”

“Tapi, iya. Dia naksir sama temen ceweknya yang bisa dibilang baru kenal beberapa bulan. Temennya itu selalu jadi prioritas pertamanya. Sedangkan gue yang pacarnya malah di keduain. Gila, ya?”

“Udah bukan gila lagi itu mah, Net! udah gila banget. Kelewatan banget, Anjir!” Geean sedikit menekankan kalimat terakhirnya.

Annette hanya tertawa melihat Geean yang terpancing emosi. Temannya ini sangat lucu, apalagi saat ia menyampaikan kalimat terakhirnya.

“Kok lo yang emosi, sih?” tanya Annette.

“Kesel lah gue. Mantan lo itu brengsek banget tau, nggak! gue yang cowok aja mengakui kalo dia emang brengsek,”

“Besok-besok kalo dia bikin lo galau lagi, cerita ke gue ya, Net! gue siap buat marah-marahin dia dan gue siap buat jadi sandaran lo!”

Annette tersedak, “Uhuk!”

“Eh—Lo gapapa, Net?” tanya Geean panik.

“Nggak… nggak, gue gapapa. Tapi itu lo serius sama omongan lo barusan?”

“Yang mana?”

“Yang Siap jadi sandaran gue…”

Geean mengangguk, “Iya, kalo lo mau. Lo nya mau, nggak?”

“Eh bentar, Gi. Gue kebelet buang air kecil. Bentar ya.” Annette langsung buru-buru meninggalkan Geean yang dibuat bingung oleh tingkahnya.

“Si Annette salting gemes banget.” Geean tertawa sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.