is it too late?
Suara pintu rumah terbuka. Daffin yang sedang asyik bermain game di depan ruang tamu langsung menoleh ke samping untuk mengecek siapa yang baru saja membuka pintu tersebut. Dilihatnya, Monica dan Ayahnya tampak begitu kerepotan dengan membawa barang belanjaan. Dengan inisiatif, ia bangkit dan langsung membantu kakak dan ayahnya.
“Sini,” ujar Daffin seraya meminta satu paper bag cokelat yang dipegang oleh Monica.
“Tuh, tolong bawain koper aku aja di depan teras. Belom kepegang.”
Daffin berjalan keluar teras untuk mengambil koper besar yang baru saja kakaknya beli.
“Ayah naik ya, Kak, Fin. Nanti kalo Bunda kalian minta jemput bangunin Ayah aja, Ayah mau tidur sebentar. Capek.”
Monic tertawa, “Lagian dari tadi diajak pulang malah masih minta muter cari sepatu, capek kan tuh… Yaudah nanti Monic bangunin, Ayah istirahat aja.”
Sang Ayah pun langsung menaiki tangga untuk menuju kamar dan beristirahat. Lain halnya dengan Monic, alih-alih berganti pakaian, ia malah meminta Daffin untuk duduk di sofa.
“Duduk, Kakak mau ngobrol sekarang aja, baru nanti naik.”
Daffin menuruti perintah Kakaknya dengan perasaan terpaksa, “Cepetan, gue juga mau main lagi.”
“Gini…”
“Kamu sama Aubrey apa nggak mau baikan, Fin?”
Daffin menaikan bahunya, “Enggak tau.”
“Yeh! kamu tuh! mau sampe kapan coba diem-diem an kayak gini? Ayo diselesain baik-baik… Diomongin baik-baik, Fin.”
“Iya nanti,” jawabnya singkat.
“Nanti kapan? Kalian bentar lagi udah mau lulus dan bakalan jadi jarang ketemu, loh!”
“Pilih sekarang atau nanti tapi nyesel?” Monica sedikit meninggikan intonasinya.
“Kakak cuma mau bilangin kamu, kalo ada masalah kayak gini itu harus cepet diselesain. Apalagi masalah salah paham kayak gini, kalo nggak segera dilurusin ya jadinya begini… Nggak jelas!”
“Aubrey udah minta maaf, dia juga udah jelasin semuanya ke kamu. Kakak juga tau kalo Aubrey bukan tipe cewek yang gampang kepincut sama cowok lain. Bukannya kakak ngebela Aubrey, tapi kakak tau kalo dia emang beneran tulus sama kamu,”
“Kamu juga Fin, stop cemburuan, stop curigaan. Kakak tau kamu sayang sama dia, tapi nggak gitu Daffin. Dia juga bunya kebebasan. Dia bebas buat bergaul sama lawan jenis, apalagi posisi dia disini selebgram. Pasti bakalan ada job yang emang dipartner-in sama cowok, Fin,”
“Jadi Kakak minta sama kamu, kurangin sikap cemburuan kamu. Cemburu boleh, tapi tau batasan ya, Fin?”
“Kakak naik, semoga omongan aku barusan bisa bikin kamu sadar dan jadi lebih baik lagi.” Monica sempat menepuk pelan bahu adiknya sebelum kembali ke kamarnya.
Ucapan yang dilontarkan Monica barusan sukses membuat Daffin tertampar. Dia baru sadar bahwa ternyata dirinya sebegitu overnya kepada Aubrey, apalagi setelah mengetahui fakta bahwa sebentar lagi ia dan Aubrey akan jarang bertemu dikarenakan keharusan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Daffin membisu, tatapannya entah kemana. Ia masih memikirkan ucapan kakaknya barusan. Haruskah ia minta maaf kepada Aubrey atau tidak. Tiba-tiba, lamunanya disadar kan oleh notifikasi pengingat yang bertulisan “Dua tahun sama Aubrey, jangan lupa beli bunga!!!”
“Is it too late now to say sorry?”