our love remains.
Hari ini, hari yang sudah dinantikan oleh Aubrey akhirnya tiba. Gadis itu terlihat sedang memoles wajahnya dengan sedikit riasan di depan meja riasnya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun, ia masih sibuk dengan mengoleskan lipstik berwarna nude ke bibirnya. Karena merasa asyik dengan kegiatannya, ia sampai tidak sadar bahwa Ibunya telah meneriaki namanya dari lantai bawah.
Tidak lama setelah itu, pintu kamar Aubrey terbuka dan menunjukkan sosok wanita yang tidak terlalu tua. Wanita itu sekarang sudah menggantungkan tangannya ke pundak anak perempuan satu-satunya.
“Udah cantik, sayang.” Wanita itu tersenyum sembari melihat penampilan Aubrey dari cermin.
Aubrey terkekeh, “Kan nurun dari Buna.”
“Aduh Buna jadi malu. Turun yuk? Daffin udah di bawah tuh,”
“Ganteng lho, Kak!” sambung Buna sembari berbisik.
“Iya, Bun, sebentar. Kakak mau benerin rambut sebelah sini dulu.”
Sebelum turun ke bawah, ia menyempatkan untuk melihat penampilannya di depan kaca panjang yang berada di samping pintu kamar. Dirasanya puas, ia langsung menyusul langkah kaki ibunya yang sudah lebih dulu pergi menuruni tangga.
Setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya, sekarang Aubrey dan Daffin sudah berada di dalam mobil dengan perasaan yang sedikit canggung. Mobil terasa begitu sunyi, hanya terdengar suara mesin mobil dan gesekan ban dengan jalan aspal yang samar-samar. Keduanya sama sekali tidak membuka obrolan sedari awal bertemu. Aubrey tidak suka dengan suasana ini. Jadi, mau tidak mau, ia harus memberanikan dirinya untuk memulai obrolan dan lagi-lagi ia harus melawan rasa gengsi nya.
“Ini nggak mau dengerin lagu? atau mungkin kamu mau ngobrol?”
“Kamu cantik.”
Aubrey tertegun, bisa-bisanya laki-laki yang sedaritadi sibuk dengan setir kemudinya dan tidak bersuara sama sekali langsung mengeluarkan kalimat singkat yang dapat membuat jutaan kupu-kupu berkeliaran di dalam perutnya.
“Apa sih!” seru Aubrey.
“Aku beneran, kamu cantik. I love seeing you tonight, kayaknya nanti disana aku bakalan nggak bisa buat nggak liatin kamu deh, Brey.”
“Eh kamu mending diem aja deh, Fin! sakit perut aku dengernya.“
“Aaah, salting kali.” Daffin tertawa menggoda kekasihnya.
Sial, awalnya Aubrey hanya berniat untuk mencairkan suasana agar tidak canggung. Tapi, kekasihnya malah melontarkan kalimat yang membuat perutnya terasa geli.
Tepat pukul delapan, mobil Daffin telah terpakir rapi di parkiran salah satu gedung tinggi yang berada di daerah Jakarta Pusat. Daffin lebih dulu keluar dari mobilnya. Ia mempercepat langkahnya agar dapat membukakan pintu untuk kekasihnya.
“Thanks, padahal aku bisa buka sendiri tauuu.”
“I’m gonna treat you like a princess tonight, jadi tolong kerja samanya buat jangan bawel, okay?”
Aubrey terkekeh akibat ucapan Daffin barusan, “Siapa yang nyihir kamu jadi kayak gini deh. Ngeri.”
Pintu lift terbuka di lantai 56 gedung ini. Daffin langsung menggenggam tangan Aubrey agar gadis itu bisa mengikuti langkahnya. Sesampainya di restoran, Daffin langsung berbicara kepada salah satu pelayan restoran. Kemudian pelayan tersebut memimpin jalan mereka berdua dan berhenti di salah satu meja yang berada di area outdoor dengan pemandangan malam kota Jakarta yang terlihat sangat cantik.
“Atas nama bapak Daffin, ya. Silahkan duduk. Untuk makanannya ditunggu sebentar, ya.” Pelayan resto itu pergi meninggalkan keduanya dengan sangat ramah.
“Ini ide kamu?” tanya Aubrey setelah pelayan itu pergi meninggalkan mereka berdua.
“Ya iya! emang kamu ngiranya ide siapa? mbak-mbak tadi?”
“Ya enggak! siapa tau Kak Monic ikut berpartisipasi,” jelas Aubrey.
“Ini semua aku yang siapin, ya! eh nggak deh, kan yang bikin makan bukan aku.”
Keduanya terkekeh. “Garing, sih. Tapi oke, diterima.”
Daffin hanya memperhatikan kekasihnya yang sedang tertawa akibat ucapannya tadi. Cantik, itu yang ia ucapkan di dalam hati.
“Brey,” panggil Daffin tiba-tiba. Yang dipanggil sedang asyik melihat pemandangan gedung-gedung tinggi yang dilengkapi oleh kilauan cahaya. Merasa terabaikan, ia langsung menautkan jarinya ke sela-sela jari milik Aubrey.
Aubrey refleks menengok dan menatap ke arah tautan jari mereka berdua dengan perasaan bingung.
“Aku manggil kamu tadi, tapi kamu asik liatin view.”
“Sorry, cantik banget abisan. Kamu kenapa manggil?”
Seketika Daffing langsung menatap mata Aubrey dengan tatapan yang sangat dalam “Maaf.”
Aubrey mengernyitkan dahi. “Eh?”
“Soal waktu itu, maaf karena aku terlalu gampang nyimpulin sesuatu yang nggak-nggak. Maaf karena aku terlalu cemburuan sama kamu. Maaf karena aku selalu curiga setiap kamu interaksi sama cowok. As i said before, aku emang gampang banget buat cemburu, itu karena i really really love you, Brey. Tapi kayaknya kemarin aku berlebihan ya, Brey? Maaf ya, aku bener-bener takut,”
Jarinya semakin ia eratkan, “Takut kamu bakalan pergi,” sambungnya.
“Fin,” Aubrey mengelus punggung tangan Daffin.
“Gapapa, aku udah maafin kamu. Nggak ada yang bakalan pergi. I’m here, always. Udah, ya?”
“Brey, padahal kalo kamu marah, aku nggak apa-apa, kamu mau pukul aku juga nggak apa-apa.”
“Jangan ngaco! aku nggak bakalan ngelakuin itu. Kemarin kita berdua sama-sama salah. Udah ya, sekarang mending kita bahas yang lain,” final Aubrey.
Senyum Daffin mengembang, tatapannya tidak beralih. Hatinya benar-benar dibuat hangat oleh sosok perempuan yang sedang tersenyum ke arahnya.
“Brey, i promise to be a better person for you,” batinnya.
Makanan datang. Pelayan resto itu mulai menata beberapa sajian dengan rapi. Tidak lupa, pelayan tersebut juga menyalakan lilin yang berada di atas meja itu agar terkesan lebih romantis.
“Brey,” panggil Daffin setelah pelayan itu pergi.
“Fin, udah. Jangan bahas lagi yaa. Yuk, makan aja yuk.”
Daffin menggeleng, “No, i'm not gonna talk about it anymore.”
“So?”
“Aubrey, liat aku.” Daffin mengeluarkan satu kotak berwarna silver. Lalu, ia tunjukkan isi kotak itu kepada Aubrey. Yang berada di depannya langsung menutup mulutnya karena tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.
“Happy Anniversary, selamat hari jadi yang ke-2, babe! Thank you for staying here with me, thank you for always put your happiness on me, thank your for always being my comfort. I love you always, Athena Aubrey.” Mata Aubrey langsung berbinar setelah Daffin mengucapkan kalimat tersebut.
Daffin bangkit dari duduknya sembari melepas kalung yang sebelumnya terpasang indah di dalam kotak sana, kini ia sudah berdiri tepat dibelakang Aubrey sembari memasangkan kalung tersebut ke leher gadis itu.
“Fin,”
“SEE! ini cantik banget di pake kamu,” ucap Daffin antusias.
Aubrey masih membisu, ia sangat terkejut ketika mendengar ucapan hari jadi dari Daffin, terlebih lagi kekasihnya itu memberikan hadiah untuknya berupa kalung cantik yang dikengkapi dengan liontin kecil namun tetap terlihat indah.
“Fin, makasih banyak, and happy anniversary juga! thank your for always loving me. Sorry, aku nggak prepare apa-apa, aku nggak sempet beliin kado buat kamu.”
“It's okay, it’s totally okay, babe. Eh sebentar ya, aku ke kasir sebentar,” pamit Daffin. Sorot mata Aubrey terus menatap ke arah Daffin, ia benar-benar dibuat tersenyum kali ini. Bagaimana tidak? Daffin terlihat sedang berlari kecil ke arahnya sembari membawa buket bunga. Kekasihnya itu bertingkah sangat manis malam ini.
“Here, kado lagi, buat kamu hehe. Tahun ini aku nggak lupa buat beliin kamu bunga. Cantik nggak?” Daffin menyerahkan satu buket bunga mawar putih kepada Aubrey.
Aubrey mengangguk, “Cantik, aku suka. Makasih yaa.”
“Aku beneran nggak ada kado buat kamu, abis ini kita mampir dulu ke mall ya, Fin.”
Daffin terkekeh, “Mana sempet, udah nggak usah! Mall juga udah pada mau tutup kalo kita kesana nya setelah dinner, sayang.”
“Terus? masa aku nggak kasih kamu kado, nggak fair dong!”
“Yaudah, aku minta satu kado deh, ini nggak perlu macet-macet an lagi buat ke mall. Bisa langsung kasih.”
“Apa?” tanya Aubrey penasaran.
“Peluk. I just want it so bad.”
“That's it???”
Daffin mengangguk. “Okay, i'll give you a huge warm hug! tapi nanti ya, di mobil. Jangan disini. Malu diliatin satu resto. Aku juga laper, ayok kita makan!!”
“Nggak apa-apa, selagi kita malunya berdua, babe.”
“Daffin!”
Daffin tertawa puas setelah mencoba untuk menggoda kekasihnya, “Iya, iya... Ayok kita makan, yuk.”
Setelah selesai dengan acara makan malam, mereka berdua kembali ke dalam mobil. Keduanya pun merasa lega satu sama lain. Mereka berhasil untuk saling memaafkan, saling mengembalikan keadaan yang sebelumnya sempat terasa asing dan bisa saling percaya satu sama lain untuk kedepannya.
Senyuman mengembang di wajah keduanya ketika salah satu dari mereka semakin mengeratkan pelukannya. Malam itu menjadi saksi untuk kedua insan yang saling menyalurkan kebahagian melalui pelukan hangat yang telah dijanjikan.