Pulang Bareng
Abam tidak bohong dengan ajakkannya tadi, ia benar-benar menghampiri Luna yang sedang duduk sendiri di Halte.
tin tin
“Ayok naik, nanti keburu hujan.”
Luna masih diam membisu, ia masih tidak percaya bahwa kakak kelas yang menurutnya sangat dingin dan jutek itu mengajaknya untuk pulang bersama, apalagi ia memiliki perasaan kepada kakak kelasnya itu.
“Woy, Luna!” Abam berusaha untuk membangunkan Luna dari lamunannya.
“Eh iya kak, sebentar.” Luna langsung berjalan menghampiri Abam yang sudah siap dengan motornya. Jujur, tiba-tiba saja detak jantung Abam berdegup tak karuan saat melihat Luna yang ingin menghampirinya.
“Kak, pegangin ya, maaf kalo Luna berat, hehe.”
Abam yang mendengar ucapan Luna barusan langsung membantu Luna untuk menaikki motornya dengan memegang satu tangan Luna. Abam sedikit melirik kearah kaca spion, adik kelasnya itu sudah duduk dengan sempurna dibelakang sana.
“Pegangan,” ucap Abam.
Baru saja Luna ingin melingkarkan tangannya dipinggang Abam, tapi Abam sudah lebih dulu menahannya.
“Pegangan belakang, tuh, bukan pegangan pinggang gue!”
Luna berdecak sebal, “Padahal aku mau modus tau, Kak.”
Tiba-tiba saja motor Abam melaju dengan kecepetan sedang, Luna agak sedikit terkejut karena ia belum sepenuhnya berpegangan di pegangan belakang motor.
“Kalo lo pegangannya di gue, bisa-bisa gue nggak fokus bawa motornya, Luna”, batin Abam.
“Kak,” panggil Luna disela-sela perjalanan.
“Hm?” jawab Abam sembari melirik kearah kaca spion sebelah kanan.
“Semangat bawa motornya, hehe.”