Seharusnya, Juan bisa sampai dengan cepat ke rumah cat putih yang berada tepat di depan rumahnya. Namun, sekarang ia sedang berada di salah satu warung kopi bersama Galih. Setelah selesai mengirimkan pesan terakhirnya kepada Kaysa, sahabatnya. Ia langsung buru-buru berpamitan dengan Galih dan beberapa teman-temannya.
“Balik duluan ya, urgent.” Juan langsung mengambil jaket denimnya dan segera keluar dari warung kopi tersebut, tanpa mendengarkan balasan teman-temannya.
Motor Juan kini sudah berjalan dengan kecepat sedang, sebelum ia kembali ke rumah, lebih tepatnya ke rumah Kaysa. Ia menyempatkan diri untuk singgah ke toko kue langganannya dengan Kaysa. Mengingat sahabatnya itu sangat menyukai cheesecake , ia langsung meminta pelayan bakery itu untuk segera membungkus beberapa slice kue tersebut.
Kini, motornya sudah terpakir di depan halaman rumah Kaysa. Dapat ia lihat, Kaysa sedang duduk di balkon rumahnya sembari menatap langit yang sudah berubah menjadi biru tua. Kaysa sama sekali tidak sadar dengan siapa yang baru saja tiba di depan rumahnya. Karena tidak mau mengganggu, Juan langsung masuk ke dalam rumah Kaysa, pintunya tidak terkunci. Kebiasaan. Begini lah kalau Kaysa ditinggal seorang diri dirumahnya.
“Kay,” panggil Juan yang kini sudah ikut duduk di sebelah Kaysa.
“Kapan dateng? Kok gue nggak denger suara motor lo?” tanya nya dengan mata yang terlihat sedikit sembab.
“Lo terlalu fokus liatin bintang!” Kaysa terkekeh. Namun, Juan malah merasa sakit ketika melihat Kaysa tertawa dengan kondisi seperti ini.
“Kay, mau cerita?”
Kaysa merubah posisinya, mengarah ke Juan.
“Udah dua bulan gue putus dari Biel, tapi kenapa ya Ju, gue masih suka kepikiran dia. Padahal dia udah main belakang sama gue. Udah gitu, gue yang diputusin! Seharusnya kan gue yang mutusin dia di depan selingkuhannya, bukan dia!”
“Ju, mungkin lo liat gue ketawa-ketawa dan fine-fine aja, tapi sebenernya tuh gue sedih banget Ju, ancur banget pas tau Biel kayak gitu. Tapi gue nggak mau semua orang tau, jadinya gue pendem.”
Air mata Kaysa berhasil lepas dari pertahanannya.
“Aduh, sorry, Ju. Gue seharus—“
Juan mendekap tubuh mungil milik Kaysa. Kaysa sontak terkejut dengan perlakuan Juan tiba-tiba.
“Nggak apa-apa, gue tau lo rapuh. Sini, nangis yang kenceng. Luapin semuanya, lampiasin ke gue kalo emang itu buat lo lega.” Juan mengelus-elus pundak Kaysa.
Kaysa yang terbawa suasana langsung kembali menangis, membalas pelukan hangat dari Juan dan sesekali memukul dada bidang milik Juan untuk melampiaskan kekesalnnya. “Gue benci banget sama lo, Biel!” ucapnya.
“Liat aja ya, gue yakin lo nggak akan bahagia sama cewek baru lo itu! Gue doain semoga lo nyesel mutusin gue!!!” lanjutnya dengan sedikit teriak. Pukulan yang sebelumnya ia berikan ke Juan kini ia hentikan.
Juan melihat ke arah Kaysa, gadis itu masih menangis, namun sudah tidak begitu histeris seperti sebelumnya.
“Kay, gue tau lo lagi nggak baik-baik aja. Tapi gue minta sama lo, boleh?”
“Apa?” sahut Kaysa sembari melihat wajah Juan.
“Gue minta, mulai sekarang tolong jangan pendem apapun yang emang lo nggak kuat untuk nyimpen itu sendirian. Gue tau mungkin agak sulit, tapi coba deh untuk cerita ke orang terdekat lo, atau orang yang emang udah lo percaya banget. Dari pada lo pendem sendiri, sakit sendiri, sedih sendiri. Nggak enak kan? Coba kalo lo bilang ke gue, kan jadi ada temennya.”
Kaysa mengangguk, masih di dalam dekapan Juan. “Sorry, besok gue akan lebih terbuka lagi.”
Senyum Juan mengembang ketika mendengar jawaban dari Kaysa.
“Udah, yuk? Nangisnya udahan. Tuh gue bawa cheesecake kesukaan lo. Jangan sedih-sedih lagi, Ah! muka lo kayak bebek tuh!!”
“Ih, nyebelin!! Mana mauuuu cheesecakenya.” Gadis itu langsung melepaskan pelukan Juan dan langsung mengambil kotak kue yang berada di meja.
“Thanks, ya Ju! Lo emang terbaik,” ucap Kaysa sembari memakan potongan cheesecake dari Juan.
Juan tersenyum, kemudian mengangguk sembari menatapi Kaysa yang asik menyantap kue itu.
Kaysa, seandainya lo tau kalo gue sayang banget sama lo…