Tutor
Tepat pada jam istirahat pertama, Acel segera meninggalkan kelasnya untuk pergi menuju ruang guru. Sebenernya, ia belum tau jelas mengapa dirinya diminta untuk mendatangi meja gurunya tersebut. Sebelum pergi ke ruang guru, ia sempat melihat ke arah kelas Keira. Acel benar-benar dibuat gemas oleh Keira, bagaimana tidak?Keira terlihat sedang tertidur dengan menggunakan bantal leher sambil menundukkan kepalanya sampai menyentuh meja, Acel juga sempat mengeluarkan ponselnya untuk memotret kegemasan sahabatnya itu.
Selesai melihat sahabatnya itu, Acel melanjutkan langkahnya sembari memasang airpods ke telinga sebelah kanannya. Ia berjalan menelusuri koridor sekolah yang cukup ramai sambil menikmati lagu yang ia putar, saat sedang asyik mendengarkan lagu, tiba-tiba seseorang dari arah belakang menepuk pundaknya.
“Halo… Halo… Lo denger gue ngga, ya?”
Acel menoleh sambil melepaskan airpodsnya, “Kenapa ya?” tanya nya.
“Lo Acel bukan?”
Yang ditanya pun sempat terkejut, bagaimana seseorang yang ada di depannya ini bisa tau jelas namanya.
“Iya gue Acel, Lo? kok bisa tau kalo nama gue Acel? padahal kayaknya we’ve never met before??”
Perempuan itu tertawa singkat sebelum menjawab pertanyaan Acel.
“Hello??? siapa yang ngga tau lo, sih?”
“Lo tuh sering masuk base kan sama sahabat lo itu, siapa tuh namanya Keke—ah iya, Keira!” sambung nya.
Acel hanya ber-oh ria.
“By the way, lo disuruh sama bu meita buat ke ruang guru kan?” tanya perempuan itu.
“Iya, kok lo tau?”
Perempuan itu langsung menarik tangan Acel, “Udah ikut aja, nanti juga lo tau.”
Mau tidak mau, Acel terseret untuk jalan berdua menuju ruang guru.
“Oh iya, gue Edrea, 11 MIPA 2. Lo bisa panggil gue Rea!”
MIPA 2? berarti sekelas sama Yoga dan Malika? tapi kok gue ngga pernah liat dia,” batinnya.
Ah, ngga penting juga.
Acel tidak meresepon apa-apa, ia hanya mengangguk paham. Sampai akhirnya mereka berdua tiba di depan ruang guru, baru saja Rea ingin membuka knop pintu, tetapi Acel sudah lebih dulu menahannya.
“Eh… Kenapa?” tanya Rea.
“Gue masih ngga paham kenapa gue disuruh kesini, Lo kelihatannya udah tau maksud dan tujuan gue disuruh kesini, yakan?” tanya Acel.
“Sst! udah deh, masuk aja dulu. Nanti lo juga paham kalo udah dikasih tau sama Bu Mei.”
Lagi dan lagi Rea menarik tangan Acel untuk masuk ke dalam ruang guru. Mereka berdua langsung menghampiri meja Bu Meita.
“Permisi bu.”
“Eh Acel, loh kalian berdua datangnya barengan?”
“Iya bu, kebetulan ketemu tadi di koridor,” ujar Rea.
“Orang yang ditanya gue, malah dia yang jawab!” batinnya.
“Jadi, ada perlu apa ya bu?” tanya Acel penasaran.
“Jadi gini, sebelumnya kalian sudah saling kenal kan ya?”
“Bel—“
“Udah bu!” Rea memotong ucapan Acel.
“Nah, bagus kalau begitu! Jadi begini, nilai ekonomi Rea dari semester satu sampai sekarang ini tidak ada peningkatan, ibu minta tolong sama kamu, Acel… Untuk membantu Rea dalam mengerjakan soal-soal untuk beberapa hari kedepan, ya… Setidaknya sampai seminggu sebelum UAS lah.”
Acel benar-benar speechless, bagaimana bisa dia yang dipilih untuk membantu seseorang. Kenapa harus dirinya? dan mengapa harus bersama perempuan seperti Rea?
“Ibu, maaf. Tapi, kenapa harus saya, ya?”
“Dikarenakan nilai ekonomi kamu yang paling stabil, Acel. Jadi, cuma kamu yang memungkinkan untuk bisa membantu Rea mengerjakan soal-soal yang ibu berikan.”
Rea sama sekali tidak membantah, ia terlihat seperti terima-terima saja dengan apa yang diucapkan Bu Meita.
“Bagaimana, Acel? kamu mau, kan?”
Acel sempat melihat ke arah Rea, perempuan itu juga menatap Acel sembari memohon kepadanya untuk meng-iyakan ucapan Bu Meita tadi, “Iya bu, saya mau.”
“Oke bagus kalau gitu, ini beberapa soal yang sudah saya bikin. Selebihnya, terserah kalian.”
“Oh iya, untuk kamu Rea, tolong pahami soal-soalnya, dan jawab dengan teliti!”
“Baik, bu.”
“Oke, sekarang kalian sudah boleh pergi.”
“Baik, terima kasih bu,” pamit keduanya bersamaan.