what a good start
Jalanan kota Bandung malam ini nampak begitu padat. Suara bising klakson motor dan mobil yang sedaritadi seperi bersaut-sautan itu mulai mengganggu indera pendengaran Farel dan Haris.
“Setel lagu atuh, Ris. Sunyi pisan ini mobil kayak orang pacaran lagi ribut.”
“Atuhlah nyalakeun weh ih, kunaon mesti nunggu aing yang nyalain,” ucap Haris dengan nada sedikit kesal akibat melihat pemandangan jalan di depannya.
Farel yang melihat Haris sudah mengerutkan alisnya langsung terkekeh, “Uluh… Uluh… Meuni Galak pisan.”
“Sini, mau gantian nyetir nggak? Biar aing yang nyetir, maneh duduk disini. Mumpung masih berhenti nih,” sambung Farel seraya memberikan tawaran kepada sahabatnya.
“Nggak apa-apa?” tanya Haris.
“Ya, nggak apa-apa atuh!”
Setelah itu keduanya langsung keluar dari mobil dan langsung bertukar tempat. Pintu mobil sudah kembali tertutup dengan Farel yang sudah berada di kursi pengemudi dan Haris yang sudah berada di kursi penumpang sambil menyenderkan tubuhnya ke belakang.
“Nanti mampir toko bunga dulu ya, Ris,” celetuk Farel.
Haris yang sedang memainkan ponselnya langsung melirik ke arah Farel dengan tatapan bingung. “Ngapain ke toko bunga?”
“Lah, kan aing mau nembak teteh maneh… Kumaha sih, masa tiba-tiba amnesia.”
Haris langsung menegakkan tubuhnya, “MANEH SERIUS REL? SEKARANG BANGET?”
Dengan santainya Farel langusng mengangguk sembari menginjakkan gas mobil Haris.
“Wey, ayok lah gas beli bunga, si teteh suka semua jenis bunga. Tenang weh, maneh nggak perlu pusing nanti milihnya.”
Farel hanya menggelengkan kepalanya karena dibuat heran oleh Haris yang nampak begitu semangat.
Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit untuk memilih bunga apa yang cocok untuk Adys, kini keduanya telah sampai di lokasi tujuan. Kediaman Haris dan Adys nampak sepi dikarenakan kedua orang tua mereka yang masih belum kembali dari kantor. Jadi, hanya ada Adys dan ART yang berada di rumah.
“Maneh tunggu sini dulu, Rel. Aing naik dulu, manggil si teteh, good luck buat maneh,” ucap Haris sambil tertawa yang kemudian di angguki oleh Farel.
Sembari menunggu Adys, Farel tidak berhenti untuk menggerakkan kakinya dan menarik napasnya berkali-kali. Ia benar-benar baru merasakan gugup saat ini. Agar tidak begitu gugup, ia berniat untuk mengeluarkan ponselnya. Namun, saat ia ingin mengeluarkan ponselnya untuk meredakan rasa gugupnya, tiba-tiba namanya dipanggil oleh seseorang dari arah belakang.
Farel melihat ke arah pemilik suara manis itu, “Cantik,” ucapnya dalam hati.
Adys yang baru saja turun dari tangga langsung menghampiri Farel yang tidak mengedip saat melihat dirinya. Jadilah ia melambai-lambaikan tanggannya di depan wajah laki-laki itu.
“Wey, biasa aja atuh liatinnya!”
“Cantik sih, teh.”
“Eh—aduh keceplosan, teh.” Farel memukul pelan bibirnya.
Adys terkekeh, “Gapapa, ih. Santai atuh! Nuhun ya, akunya udah dibilang cantik.”
“Eh, maneh bawa apa deh itu?” tanya Adys penasaran saat melihat sesuatu yang ada dibalik tubuh Farel.
“Hm…”
“Teteh,” panggil Farel yang langsung membuat jantung Adys mendadak berpacu lebih cepat dari biasanya. Padahal, laki-laki itu hanya memanggil namanya. Namun entah apa yang ia pikirkan hingga membuat jantungnya tidak karuan seperti sekarang ini.
“I-iya?”
Farel sedikit bergeser agar bisa lebih dekat dengan Adys, “Sebelumnya Farel mau bilang makasih sama teteh.”
“Kok makasih? Makasih untuk apa?”
“Makasih karena teteh waktu itu udah chat Haris buat minta tolong jemput di sekolah. Jujur, waktu si Haris minta tolong ke Farel, Farel teh seneng pisan. Akhirnya Farel punya kesempatan buat deket sama teteh. Kalau teteh bertanya-tanya kenapa Farel bisa seseneng itu, karena sebenernya Farel udah suka sama teteh dari jaman teteh nge-opsek Farel sama si Haris. Dari situ Farel teh langsung kayak jatuh cinta pada pandangan pertama, beuh meuni alay pisan ya anak baru masuk SMA…”
“Tapi, pas tau fakta kalo teteh teh udah ada yang punya, alias si Haris ngasih tau ke Farel kalo teteh udah punya pacar, bikin Farel mundur buat ngejar teteh. Jadinya Farel milih buat pendem aja gitu perasaan Farel ke teteh. Terus sampe dimana Haris minta tolong ke Farel buat jemput teteh dan udah, tiba-tiba Farel jadi bisa deket dan banyak interaksi sama teteh, padahal sebelumnya teh cuma asal senyum kalo ketemu di rumah teteh atau kalo teteh lagi nyamperin si Haris.”
“Nah, sekarang kan teteh udah tau. Jadi, boleh nggak kalo Farel minta izin ke teteh buat jadi pacar Farel? Ini mah sebenernya Farel udah percaya diri banget karena teteh udah kasih boyfriend application ke Farel. Tapi ini biar lebih resmi aja sih, teh.”
Lucu, Adys benar-benar dibuat gemas oleh Farel.
“Teh? Berubah pikiran ya, teh? Nggak mau ya jadi pacar Farel?” tanya Farel.
Adys menggeleng.
“Kalo aku kasih izin, aku juga boleh nggak minta izin sama kamu buat jadiin kamu pacar aku?”
Detik itu juga senyuman Farel langsung mengembang, “TETEH!!!”
“Ya boleh, atuh!” ucap Farel dengan sangat antusias.
“Jadi sekarang udah resmi nih, Teh? Kita pacaran nih?”
Adys mengangguk dengan sedikit malu-malu. “Asik!” teriak Farel dengan refleks.
“Oh iya teh, sakedap. Farel punya sesuatu.”
“Apa?”
Farel mebalikkan badannya untuk mengambil sesuatu yang berada di balik tubuhnya.
“Nih, bunga buat teteh dari pacar baru teteh, ihiw. Kata si Haris, teteh suka semua bunga. Semoga teteh suka ya sama pilihan Farel.”
Mata Adys langsung berbinar ketika Farel mengambil buket bunga dari belakang tubuhnya. Ia langsung menerima pemberian bunga dari Farel dan menghirup aroma dari bunga-bunga itu.
“Nuhun ya, Rel, aku suka banget!!!”
“Sama-sama, teteh.” Farel tersenyum sembari menatap Adys yang nampak begitu senang dengan bunga pemberiannya.
Adys yang merasa ditatap pun langsung tersadar dan ikut menatap lekat bola mata Farel.
“Teh,”
“Hm?”
“Tadi tangan yang dipegang sama A’ Nathan sebelah mana?”
“Kunaon tiba-tiba jadi bahas si Nathan?”
“Nanya doang teh, yang sebelah mana?”
Farel nampak begitu serius dengan pertanyaannya tadi, jadilah Adys langsung menjulurkan tangan kanannya. “Ini.”
Tangan sebelah kanan Adys langsung digenggam erat oleh Farel.
“Nih, udah Farel hapus bekas tangannya A’ Nathan. Jadi cuma ada bekas tangan Farel disini.” Farel berbicara sembari menatap ke arah punggung tangan Adys.
“Besok-besok kalo A’ Nathan genit, bilang Farel ya teh.”
“Kenapa gitu?”
“Mau Farel ajak duel futsal.”
Adys tertawa, “Eleuh… Eleuh… gaya banget pacar aku.”
Farel yang mendengar dua kata terakhir yang barusan saja dikatakan oleh Adys langsung salting bukan main.
“Hm… Rel,” panggil Adys disela-sela tawa Farel.
“Iya, teh?”
“Aku boleh minta sesuatu?”
“Apa teh?”
“Yang digambar sama kamu tadi diboyfriend application,” ucap Adys tanpa ragu. Karena jujur, ia benar-benar menginginkannya.
Seketika mata Farel langsung membulat ketika mengingat gambar apa yang tadi sempat ia buat untuk Adys.
“Ih, nggak boleh, ya?” tanya Adys setelah melihat reaksi Farel.
“Yaudah aku balik ke ka—“
grep
Farel langsung menarik tubuh Adys ke dalam pelukannya. Kini gantian Adys yang membulatkan matanya akibat Farel yang tiba-tiba memeluknya dengan erat.
“Teh, teteh minta setiap hari juga Farel bolehin teh.”
Adys langsung memukul pelan punggung Farel. Sedangkan Farel, ia hanya terkekeh sembari mengelus-elus kepala Adys dengan sayang.
“Teh,”
Adys melirik ke arah wajah Farel, “Iyaa?”
“Farel teh sayang pisan sama teteh.”
“WEY, KALO MAU PELUKAN LIAT TEMPAT DONG.” Haris yang baru saja turun dari tangga langsung berteriak ke arah dua insan yang sekarang sudah melepaskan pelukannya.