scrpleo

“Ca, aing izin cabut keluar bentar ya. Kalo ada guru naik, chat aja ya.”

“Eh maneh mau kemana, Dys?” tanya Karissa teman sebangku Adys.

“Ada urusan euy, penting.”

“Urusan naon sih? Cup aja udah kelar.”

“Ssst… Udah pokoknya nanti kalo ada guru chat aing aja ya, Ca!” Adys langsung buru-buru keluar kelas dan menghampiri Farel di kantin.

Benar saja apa kata Farel tadi, koridor sekolah nampak begitu sepi dan sama sekali tidak ada yang berjaga di tiap lantainya. Hal itu membuat Adys berjalan tanpa harus khawatir dirinya akan tertangkap basah oleh guru piket yang seharusnya berjaga di tiap lantai. Sesampainya di kantin, ia bisa melihat dengan jelas laki-laki yang sedang sibuk dengan ponselnya di meja ujung sana. Adys langsung berlari menghampiri laki-laki itu.

“Ekhem!”

Teteh? Kok cepet banget nyampenya?”

“Ya orang cuma turun satu lantai!”

Farel terkekeh dan sedikit menggeser tubuhnya untuk memberikan tempat agar Adys bisa ikut duduk di sampingnya. “Sini teh.”

Alih-alih ikut duduk di samping laki-laki itu, Adys malah memilih untuk menarik tangan Farel hingga laki-laki itu harus terbangun dari duduknya.

“Ih, mau ngapain teh?”

“Udah ikut aja!”

Adys memimpin langkah keduanya dengan tangannya yang masih menuntun Farel agar laki-laki itu dapat mengikutimya dari belakang. Farel nampak bingung saat Adys membawanya ke atap sekolah.

“Teh kok kesini?”

“Nggak enak di kantin, terlalu luas dan nggak bisa tidur.” Adys mendorong pintu atap agar terbuka dengan sempurna.

Atap sekolah memang sering digunakan atau didatangi oleh anak kelas 3. Entah hanya untuk sekedar menenangkan pikiran, menjadi tempat untuk tidur siang atau menghindari jam pelajaran yang dirasanya cukup membosankan. Adys mengajak Farel untuk duduk dibangku panjang yang memang disediakan disana. Farel yang melihat bangku itu masih sedikit basah akibat cipratan air hujan yang sebelumnya turun, langsung mengeluarkan handuk kecil dari tasnya.

“Buat apa?” tanya Adys.

“Itu bangkunya masih basah, nanti rok teteh basah. Makanya ini mau Farel keringin dulu, sabar ya teh.”

“Loh, tapi kan itu handuk futsal kamu.”

“Gapapa, nanti Farel bisa beli tisu di kantin.” Farel melanjutkan aksinya yang tadi sempat tertund.

“Nah, udah kering sekarang. Udah bisa duduk teh.”

“Makasih ya.”

Farel mengangguk dan ikut duduk disamping Adys.

Teteh kok tiba-tiba nyamperin Farel?” tanya Farel seraya membuka obrolan keduanya.

“Dapet laporan dari Keya kalo pacar aku sendirian di kantin,” jawab Adys.

Farel yang mendengar jawaban dari Adys langsung tersenyum malu sembari melihat ke arah gadis cantik yang sedang fokus melihat ke arah depan.

Sadar akan Farel yang sedaritadi menatap ke arahnya, Adys langsung menepuk pelan paha Farel. “Naon ih liatin akunya begitu!”

“Suka ih kalo kamu lagi bilang ‘pacar aku’ begitu.”

“Apasih!”

“Lagi dong teh, bilang ‘pacar aku’ lagi gituuuu.”

“NGGAK!!!”

“Teteh sayang… Ayok dong.”

Adys mencubit pelan lengan Farel hingga yang punya pun meringis. “Aku balik ke kelas nih ya!”

“Jangan dong! Disini aja, temenin pacar kamu. Pacar kamu belum tidur nih dari semalem, pinjem pundak dong!”

“Kamu teh belum tidur dari semalem?” tanya Adys.

Farel mengangguk. “LAH SEMALEM KAMU BOHONG DONG BILANG MAU TIDUR?”

Yang ditanya malah terkekeh, “Kan emang iya, biar teteh nggak kena betenya Farel!”

“Yeh! Yaudah sini.” Adys menepuk pahanya. “Jangan dipundak, pegel. Disini aja biar bisa liat muka pacar aku kalo lagi tidur gimana,” sambung Adys.

“Tadi katanya nggak mau bilang ‘pacar aku’ lagi, kelepasan kan!” ledek Farel.

Adys yang menahan malu langsung menyuruh Farel agar segera menaruh kepalanya diatas pahanya. Farel pun menurut dan sekarang dirinya dapat melihat jelas wajah cantik Adys dari bawah.

“Eleuh… Eleuh… Geulis pisan pacar Farel.”

“Tidur aja! Nggak usah begitu!”

Farel terkekeh sembari memejamkan matanya dan menyilangkan tangannya diatas dadanya. “Nanti tolong bangunin Farel pas jam ketiga dimulai ya, teh. Pacarmu tidur dulu, oke?”

Adys hanya berdehem dan memilih untuk memainkan ponselnya. Dirasanya sudah tidak ada pergerakan dari Farel, Adys sedikit melirikkan matanya ke bawah. Farel terlihat sudah terlelap di alam mimpi. Adys menatap wajah laki-laki itu dengan sesekali mengelus-elus puncak kepala Farel. Tiba-tiba saja ide gila yang ada dipikiran Adys muncul, ia sedikit melirik ke arah kanan dan kiri untuk memastikan bahwa tidak ada orang lagi disini.

Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lagi selain dirinya dan Farel, Adys langsung mendekatkan wajahnya ke dahi milik Farel. Adys memberikan kecupan singkat diatas sana sembari kembali mengelus puncak kepala Farel.

“Tidur yang nyenyak ya ganteng!” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Adys langsung membuang muka ke lain arah untuk menutupi rasa malunya.

Tanpa disadari, Farel mengukirkan senyumnya dengan mata yang masih terpejam tanpa sepengetahuan Adys. Sebenarnya, ia belum sepenuhnya masuk ke alam mimpi, ia masih bisa mendengar dan merasakan apa yang barusan Adys lakukan.

Adys benar-benar merasa tidak tenang. Seharusnya ia bisa duduk bersebalahan dengan sahabatnya, Nakeya. Namun, Bintang sudah lebih dulu menempatkan bokongnya dikursi yang berada tepat di sebelah Keya. Jadi, mau tidak mau, ia harus duduk bersebalahan dengan Nathan. Sebenarnya ia sama sekali tidak masalah, tapi tatapan mata publik benar-benar sangat menganggu Adys yang sedang menikmati ketoprak hasil traktiran dari Keya.

“Dys, kenapa? Kok lo kayak risih gitu duduk sebelah gue?” tanya Nathan yang membuat kedua insan yang berada di depannya juga ikut melihat ke arahnya dan Adys.

Adys menggeleng. “Nggak, bukan risih karena duduk disebelah maneh.”

“Terus?”

“Itu perkumpulan fans maneh yang ada di pojok sana kayaknya sebentar lagi dateng terus ngeguyur aing pake es teh manis deh, Nat.”

Nathan melihat ke arah yang di maksud Adys. “Nggak usah dipikirin. Mana berani dia ngeguyur lo. Mereka semua adik kelas.”

“Kok tau?”

“Salah satu dari mereka teh ada yang pernah confess ke si Nathan, tapi Nathan tolak abis-abisan euy!” sahut Bintang.

“Parah!” ledek Adys.

“Orang nggak suka, masa gue terima?”

Adys terkekeh, “Iya... Iya... Cowok kasep mah beda ya.”

Nathan ikut tertawa sembari melirik ke arah Adys.

Keya yang sedaritadi menyimak sembari mengamati seluruh penjuru kantin mendadak membulatkan matanya ketika matanya tidak sengaja bertemu dengan laki-laki yang berada tidak jauh dari tempat mereka ber-empat duduk. Adys yang seperti diberi kode oleh Keya langsung menaikkan alisnya.

“Apasih?” tanya Adys dengan suara pelan.

“Liat belakang, serong kiri.” Keya juga berbicara dengan pelan sembari menutupkan mulutnya agar dua orang lainnya tidak dapat mengetahui apa yang dikatakan olehnya.

Adys sedikit bingung dengan tingkah Keya. Tapi, ia tetap menuruti perintah sahabatnya itu untuk melihat ke arah belakang. Saat ingin membalikkan badannya, notif ponsel milik Adys sudah lebih dulu berbunyi yang membuat Adys mengagalkan niatnya. Betapa kagetnya ia saat melihat nama si pengirim pesan. Ia langsung melanjutkan niatnya untuk mebalikkan badan ke arah belakang. Benar saja, ia bisa melihat Farel yang sedaritadi sudah duduk disana sembari mengamatinya dengan Nathan yang juga berada duduk disebelahnya.

Adys kira, Farel akan menghampirinya atau melakukan aksi gila karena melihatnya yang duduk bersebelahan dengan Nathan, namun laki-laki itu lebih memilih untuk melambaikan tangan ke arahnya sembari tersenyum.

“Ca, aing izin cabut keluar bentar ya. Kalo ada guru naik, chat aing aja ya.”

“Eh maneh mau kemana, Dys?” tanya Karissa teman sebangku Adys.

“Ada urusan euy, penting.”

“Urusan naon sih? Cup aja udah kelar.”

“Ssst… Udah pokoknya nanti kalo ada guru chat aing aja ya ca!” Adys langsung buru-buru keluar kelas dan menghampiri Farel di kantin.

Benar saja apa kata Farel tadi, koridor sekolah nampak begitu sepi dan sama sekali tidak ada yang berjaga di tiap lantainya. Hal itu membuat Adys berjalan tanpa harus khawatir dirinya akan tertangkap basah oleh guru piket yang seharusnya berjaga di tiap lantai. Sesampainya di kantin, ia bisa melihat laki-laki yang sedang sibuk dengan ponselnya di meja ujung sana. Adys langsung berlari menghampiri laki-laki itu.

“Ekhem!”

“Teteh? Kok cepet banget nyampenya?”

“Ya orang cuma turun satu lantai!”

Farel terkekeh dan sedikit menggeser tubuhnya untuk memberikan tempat agar Adys bisa ikut duduk di sampingnya. “Sini teh.”

Alih-alih ikut duduk di samping laki-laki itu, Adys malah memilih untuk menarik tangan Farel hingga laki-laki itu harus terbangun dari duduknya.

“Ih, mau ngapain teh?”

“Udah ikut aja!”

Adys memimpin langkah keduanya dengan tangannya yang masih menuntun Farel agar dapat mengikuti dari belakang. Farel nampak bingung saat Adysa membawanya ke atap sekolah.

“Teh kok kesini?”

“Nggak enak di kantin, terlalu luas dan nggak bisa tidur.” Adys mendorong pintu atap agar terbuka dengan sempurna.

Atap sekolah memang sering digunakan atau didatangi oleh anak kelas 3. Entah hanya untuk sekedar menengkan pikiran, menjadi tempat untuk tidur siang atau menghindari jam pelajaran yang dirasanya cukup membosankan. Adys mengajak Farel untuk duduk dibangku panjang yang memang disediakan disana. Farel yang melihat bangku itu masih sedikit basah akibat cipratan air hujan yang sebelumnya turun dengan lebat langsung mengeluarkan handuk kecil dari tasnya.

“Buat apa?” tanya Adys.

“Itu bangkunya masih basah, nanti rok teteh basah. Makanya ini mau Farel keringin dulu, sabar ya teh.”

“Loh, tapi kan itu handuknya buat kamu futsal.”

“Gapapa, nanti Farel bisa beli tisu di kantin.” Farel melanjutkan aksinya yang tadi sempat tertund.

“Nah, udah kering sekarang. Udah bisa duduk teh.”

“Makasih ya.”

Farel mengangguk dan ikut duduk disamping Adys.

“Teteh kok tiba-tiba nyamperin Farel?” tanya Farel seraya membuka obrolan keduanya.

“Dapet laporan dari Keya kalo pacar aku sendirian di kantin,” jawab Adys.

Farel yang mendengar jawaban dari Adys langsung mengembangkan senyumnya sembari melihat ke arah gadis cantik yang sedang menatap ke arah depan.

Sadar akan Farel yang sedaritadi menatap ke arahnya, Adys langsung menepuk pelan paha Farel. “Naon ih liatin akunya begitu!”

“Suka ih kalo kamu lagi bilang ‘pacar aku’ begitu.”

“Apasih!”

“Lagi dong teh, bilang ‘pacar aku’ lagi gituuuu.”

“NGGAK!!!”

“Teteh sayang… Ayok dong.”

Adys mencubit pelan lengan Farel hingga yang punya pun meringis. “Aku balik ke kelas nih ya!”

“Jangan dong! Disini aja, temenin pacar kamu. Pacar kamu belum tidur nih dari semalem, pinjem pundak dong!”

“Kamu teh belum tidur dari semalem?”

Farel mengangguk. “LAH SEMALEM KAMU BOHONG DONG BILANG MAU TIDUR?”

Yang ditanya malah terkekeh, “Kan emang iya, biar teteh nggak kena betenya Farel!”

“Yeh! Yaudah sini.” Adys menepuk pahanya. “Jangan dipundak, pegel. Disini aja biar bisa liat muka pacar aku kalo lagi tidur gimana,” sambung Adys.

“Tadi katanya nggak mau bilang ‘pacar aku’ lagi, kelepasan kan,” ledek Farel.

Adys yang menahan malu langsung menyuruh Farel agar segera menaruh kepalanya diatas pahanya. Farel pun menurut dan sekarang dirinya dapat melihat jelas wajah cantik Adys dari bawah.

“Geulis pisan pacar Farel.”

“Tidur aja! Nggak usah begitu!”

Farel terkekeh sembari memejamkan matanya dan menyilangkan tangannya diatas tubuhnya. “Nanti tolong bangunin Farel pas jam ketiga dimulai ya, teh. Pacarmu tidur dulu, oke?”

Adys hanya berdehem dan memilih untuk memainkan ponselnya. Dirasanya sudah tidak ada pergerakan dari Farel, Adys sedikit melirikkan matanya ke bawah. Farel terlihat sudah terlelap di alam mimpi. Adys menatap wajah laki-laki itu dengan sesekali mengelus-elus puncak kepala Farel. Tiba-tiba saja ide gila yang ada dipikiran Adys muncul, ia sedikit melirik ke arah kanan dan kiri untuk memastikan bahwa tidak ada orang lagi disini.

Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lagi selain dirinya dan Farel, Adys langsung mendekatkan wajahnya ke dahi milik Farel. Adys memberikan kecupan singkat diatas sana sembari kembali mengelus puncak kepala Farel.

“Tidur yang nyenyak ya ganteng!” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Adys langsung membuang muka ke lain arah untuk menutupi rasa malunya.

Tanpa disadari, Farel sudah mengukir senyumnya dengan mata yang masih terpejam. Sebenarnya, ia belum sepenuhnya masuk ke alam mimpi, ia masih bisa mendengar dan merasakan apa yang barusan Adys lakukan.

Setelah membaca pesan dari Adys, Farel langsung buru-buru menyiapkan seragamnya dan pergi ke kamar mandi. Sebenarnya ia belum tidur dari semalam dikarenakan insomnia yang sering ia alami. Jadilah ia menghabiskan waktunya untuk bermain game online dikomputernya dengan seorang diri.

Hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk membersihkan tubuh, ia langsung memakai seragamnya dan merapihkan rambut-rambut yang masih sedikit basah itu. Setelah semuanya sudah rapih, ia langsung turun dari kamarnya menuju ruang makan.

“Pagi bu,” ucap Farel sembari mencium pipi ibunya yang masih sibuk membuat satu porsi scrambled eggs.

Mira dibuat heran oleh anaknya yang sudah berpakaian dengan rapih. “Pagi A. Tumben jam segini udah rapih? Hayang kamana?”

“Jemput si teteh, bu.”

“Pantes wae jam segini udah rapih!”

Farel hanya terkekeh dan kembali ke meja makan untuk segera menyantap sarapannya.

“Disa masih tidur, Bu?”

“Masih, sekolahnya libur hari ini. Untung Ibu juga libur.”

“Bagus dong! Ibu sama Disa istirahat aja, nggak usah keluar-keluar. Kalo mau beli apa-apa bilang ke Farel aja, nanti Farel yang jalan.”

“Iya kasep, nuhun ya!”

Farel melanjutkan sesi makannya yang sempat tertunda sebentar. Setelah selesai, ia langsung berpamitan pada ibunya untuk segera pergi menjemput Adys.

“Farel jalan ya, Bu.”

“Hati-hati ya, A!”

“Siap bu!”

Baru saja ingin memanaskan motornya, rintikan air hujan tiba-tiba datang membasahi puncak kepalanya.

“Hujan, A. Naik mobil aja!” teriak Mira yang keluar sembari membawa kunci mobil.


Rencana Farel untuk pergi ke sekolah dengan menggunakan motor gagal total dikarenakan hujan yang tiba-tiba turun begitu lebat. Jadilah Farel harus berangkat dengan menggunakan kendaraan beroda empat itu. Untung saja lokasi rumahnya dan rumah Adys tidak terlalu jauh. Jadi, Farel bisa sampai di rumah Adys hanya dengan beberapa menit saja.

Lima belas menit berlalu, kini Farel sudah sampai di rumah Adys. Karena hujan yang masih turun dengan lebat, ia langsung mengganti sepatunya dengan sendal dan mengambil payung yang berada di bawah belakang jok mobilnya. Ia turun dengan menggunakan payung untuk menjemput Adys disana. Tanpa menunggu lama, Adys langsung buru-buru keluar untuk membukakan pintu.

Adys benar-benar terkejut melihat Farel yang sudah setengah basah.

“Ya ampun, untuk nggak basah kuyup!”

“Teh, mau langsung atau gimana? Teteh udah rapih belum?“ tanya Farel.

“Ayok kalo mau langsung, aku udah rapih kok. Tinggal pake sepatu sama ambil tas.”

“Yaudah hayuk kalo gitu.”

“Eh, tapi Farel belum pamitan sama Bunda sama Ayahnya teteh.”

“Udah pada jalan tadi, cuma ada Haris di dalem.”

Farel hanya ber-oh ria. “Yaudah hayuk, teteh ambil tas dulu gih.”

Adys langsung menurut dan segera masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil tas dan sepatunya. Setelah selesai, mereka langsung melewati derasnya hujan dan masuk ke dalam mobil dengan seragam yang sedikit basah akibat tetesan yang turun dari payung.

“Dingin ya teh? Mau matiin aja nggak AC nya?”

“Di kecilin aja.”

Farel mengangguk.

“Itu dibelakang ada hoodie punya Farel, teteh pake aja.”

“Nggak apa-apa?”

“Ya nggak apa-apa atuh!”

“Nuhun ya.” Adys langsung mengambil hoodie milik Farel dan ia kenakan ke tubuhnya. Hangat dan… Wangi.


Jalanan pagi ini tidak sesuai dengan harapan Farel. Ia kira karena sudah berangkat lumayan pagi, ia akan terhindar dari padatnya kendaraan-kendaraan yang sudah saling bersaut-sautan klakson. Namun kenyataannya, ia harus berada di dalam barisan itu.

“Nggak apa-apa santai aja,” ucap Adys menenangkan.

“Kalo telat gimana, Teh?”

“Telatnya berdua ini!”

Farel otomatis tersenyum saat mendengar jawaban dari Adys. Saat kembali melihat ke arah depan, tiba-tiba ia teringat dengan pesan-pesan yang dikirimkan oleh Adys tadi pagi.

“Teh,” panggil Farel.

Yang dipanggil pun langsung melihat ke arah samping, “Iya?”

“Aku udah baca chat kamu tadi pagi—“

“IH UDAH JANGAN DIBAHAS!! AKU MALU!!” seru Adys sembari membuang arah ke jendela.

Farel terkekeh dan menarik tangan Adys, “Jangan buang muka gitu ih, teh! Akunya mau ngomong.”

“Mau ngomong apa?”

“Siniin dulu tangan teteh.”

“Nggak mau!“

“Tehhhhh, ih! Siniin dulu tangannya. Dingin nih tangan Farel!”

Akhirnya Adys mengalah dan memberikan tangannya kepada Farel. “Nih, mau nga—“ Farel langsung menautkan jari-jarinya ke sela-sela jari milik Adys.

“Udah gini aja, jangan di lepas. Kayak waktu itu, bedanya sekarang nggak ada si haris!”

Adys membisu sembari menatap tautam jari mereka berdua.

“Oke udah ya, Farel mau gantian ngomong.”

Adys mengangguk.

“Hm…”

“Soal chat teteh tadi, Farel udah maafin teteh. Farel juga nggak marah sama teteh, jadi teteh gaperlu khawatir lagi. Farel semalem cuma agak sedikit kesel dan bete aja sebenernya, karena liat ada nama A Nathan ikut main bareng teteh, apalagi sambil ngezoom gitu.”

“Ini Farel yang seharusnya minta maaf sama teteh karena tiba-tiba balesnya kayak cuek gitu. Tapi, Itu karena Farel masih sedikit ada rasa kesel sama A Nathan, jadinya Farel nggak mau nanti malah jadi teteh yang kena. Jadinya Farel milih buat bales seadanya dan bilang mau tidur buat nggak chatan sama teteh pas Farel lagi kesel,” jelasnya sembari memutarkan setir mobilnya karena melihat mobil depannya sudah melaju.

“Rel,” panggil Adys.

“Iya, teh?” jawab Farel sembari melihat ke arah Adys.

“Ini kamu cemburu?“ tanya Adys yang sukses membuat Farel membulatkan matanya. Ia tidak mengira bahwa Adys sadar akan hal itu.

“Iya ya? Kamu teh cemburu, Rel?”

Farel tidak menjawab dan memilih untuk membuang muka ke depan.

“Ih pacar aku teh cemburu?”

“Teteh diem ah, Farel malu!”

“Kunaon jadi kamu yang buang muka sekarang? Lagian lucu pisan ih cemburunya.” Adys terkekeh.

“Nggak! Siapa yang cemburu? Nggak ada tuh.”

Adys tersenyum ke arah Farel sembari membawa genggaman tangannya dan Farel ke pangkuannya. Adys mengelus tangan Farel.

“Jangan cemburu gitu, atuh! Akunya kan cuma main bareng aja sama Nathan, lagi pula juga ada Keya sama Bintang. Tenang aja, main ludo sama Nathan nggak bikin aku naksir Nathan kok. Orang aku udah naksir berat sama kamu!”

“TETEH DIEM FAREL LAGI NYETIR!!!”

Adys pun tertawa puas karena melihat pipi Farel yang sudah memerah.

Farel yang sedaritadi menyenderkan tubuhnya di tepian sofa sembari memainkan ponselnya kini sudah beralih dengan stik playstation digenggamannya. Farel memainkan permainan yang memang sudah sering sekali dimainkan olehnya dan teman-temannya ketika mereka sedang berkumpul seperti ini. Beda dengan teman-teman satu SMAnya yang lebih memilih bermain game online.

Satu jam berlalu, semuanya nampak begitu bosan dengan bermain playstation. Jadilah, Abizhel atau yang akrab dipanggil Abeng mengeluarkan kamera filmnya untuk memotret kesibukan teman-temannya sekarang ini. Jemian sibuk dengan menyusun lego milik Abizhel, Maliq yang sudah lebih dulu merebahkan tubuhnya di kasur milik Abizhel, Aidan dan Farel yang sama-sama sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya.

“Wey, liat sini semua!”

cekrek

Cahaya dari Kamera tersebut menyinari pengelihatan semuanya.

“Ih ulang atuh, Beng. Aing teh belum siap udah langsung cekrek aja!” Jemian langsung merapihkan rambutnya lalu tersenyum ke arah kamera.

“Ayok dah semuanya foto, sini duduk di sofa,” pinta Abizhel.

Saha yang fotoin?” tanya Farel.

“Bentar aing panggil si bibi.” Abizhel langsung berlari ke bawah dan kembali dengan membawa satu wanita yang tidak begitu tua.

“Bi, tolong fotoin abang sama temen-temen yaa.”

Semuanya sudah siap bergaya menghadap kamera.

cekrek

“Lagi nggak, Bang?”

“Lagi, Bi.”

“Yok ganti gaya ya!”

cekrek

Dirasanya cukup, mereka semua kembali melanjutkan aktivitasnya yang tadi sempat tertunda. Tiba-tiba saja Maliq langsung membuka percakapan untuk tema obrolan hari ini.

“Rel,” panggil Maliq sembari merubah posisi rebahannya menjadi duduk.

Naon?” Farel melirik sekilas.

“Cerita dong, Rel.”

“Cerita apa?”

“Hubungan percintaan maneh sama kabogoh maneh.“

“Aih, kepo wae!” ledek Abizhel.

“Eh iya tapi aing juga penasaran, Rel,” sambung Abizhel.

“Halah! Sendirinya juga kepo!”

Semuanya terkekeh.

“Yaudah ini aing ceritain ya.” Seketika semua atensi bertuju kepada Farel. Semuanya nampak begitu penasaran terkecuali Aidan yang masih sibuk dengan ponselnya, karena sepupunya itu sudah lebih dulu diceritakan oleh Farel.

“Jadi, aing teh bisa kenal dan bisa deket sama pacar aing tuh karena Teh Adys itu tetehnya temen aing si Haris. Maraneh pada tau kan temen aing yang mirip si Aidun?”

Semuanya mengangguk. “Nah iya itu. Terus aing tuh sebenernya udah suka sama si teteh dari jaman ospek. Bisa dibilang teh dulu Teh Adys itu mentor aing pas ospek. Terus dari situ teh aing jadi suka merhatiin si teteh, eh taunya dia tetehnya temen deket aing sendiri. Tapi dari situ aing nggak berani nunjukkin banget kalo suka sama si teteh, jadinya aing pendem,”

“Sampe dimana tuh waktu itu si Haris minta tolong ke aing buat jemput Teh Adys di sekolah. Nah dari situ aing sama Teh Adys jadi sering komunikasi sama interaksi. Udah deh pdkt beberapa bulan abis itu jadian! Si teteh teh lucu banget ngasih aing kayak semacam boyfriend application buat nerima aing,” Farel terkekeh.

“Mantap! Jadi teh pacar maneh lebih tua dari maneh gitu?” tanya Maliq.

“Cuma beda setahun doang.”

Maliq hanya mengangguk paham. “Udah dikenalin ke si Ibu sama Disa, Rel?” kini gantian Jemian yang bertanya.

“Udah!” jawab Farel antusias.

“Terus-terus… Gimana responnya?”

“Pada suka euy. Bahkan si Ayah aja langsung bilang setuju,” Farel terkekeh. “Si ibu juga, langsung cap jadi calon mantu.”

“SEDAAPPPP,” teriak semuanya.

Merasa puas dan cukup dengan cerita Farel, kini semuanya langsung serempak menatap ke arah Aidan. Yang ditatap pun langsung mengernyitkan alisnya.

Naon sekarang kok natap aing begitu?” tanya Aidan.

“Gantian sekarang maneh yang ceritain hubungan maneh sama si Kirey,” pinta Farel.

“Bubar… Bubar… Aing kebelet, Beng minjem toilet ya!”

Semuanya terkekeh, “Bisa aja maneh ngelesnya, Dan!”

“Rel,” panggil Adys disela-sela keheningan mereka berdua.

Mendengar ada suara dari sang kekasih, Farel langsung melirik Adys yang sedang menyender dipundaknya, “Iya, teh?”

“Ngobrol yuk,” ajak Adys sembari bangkit dan duduk mengarah ke Farel.

“Mau ngobrolin apa teh?”

“Apa pun, aku lagi pengen denger kamu cerewet.”

Farel sempat berpikir sejenak untuk mencari topik obrolan apa yang ingin ia bicarakan sekarang. Tanpa berpikir lama, ia langsung duduk menghadap Adys. Kini dua-duanya sudah duduk berhadap-hadapan.

“Hm… Mungkin teteh bingung ya waktu baru sampe ke rumah Farel. Bingungnya tuh pasti mikir kayak kenapa rumah ini sepi banget, gitu kan ya?”

“Kalo semisal iya, sini Farel kasih tau teh. Jadi, Ayah Farel teh sering dinas ke luar kota, terus ibu juga kerja kantoran. Ayah sama ibu itu sama-sama suka kerja teh. Ayah bisa pulang satu bulan sekali atau pernah 3 bulan sekali, pokoknya tergantung kebijakan kantornya,”

“Biasanya tuh ada bibi yang bantu-bantu pekerjaan rumah sekaligus jagain si Disa teh, cuma kalo sabtu minggu gini emang sama ibu dikasih libur. Jadi, mau nggak mau Farel yang sekarang gantiin posisi si bibi buat jagain Disa. Tapi kalo Farel mau pergi-pergi gitu, si Disa suka Farel titipin ke tetangga yang emang udah kenal banget,” jelasnya sembari tersenyum.

“Tapi teh, Walaupun ibu sama ayah teh sama-sama suka kerja, mereka juga masih tetep peduli sama anak-anaknya kok. Kadang ibu suka tiba-tiba pulang cuma karena perasaannya nggak enak, ternyata bener aja malemnya si Disa teh demam tinggi. Kalo ayah, susah buat pulang tapi kadang suka tiba-tiba video call sama nelepon sampe lupa waktu.”

Setelah mendengar cerita kekasihnya barusan, Adys benar-benar merasa sangat emosional.

“Ih teteh kok sedih gitu mukanya? IH KOK NANGIS????” tanya Farel dengan panik ketika melihat air mata Adys yang sudah membendung.

Adys langsung menghapus air matanya dan memegang tangan Farel. “Kamu pasti suka kangen, ya? Kangen ngumpul sama-sama.”

Pertanyaan Adys barusan sukses membuat Farel ikut emosional. Terkadang, ia memang suka merindukan momen kebersamaan keluarganya ketika sedang berkumpul. Jadilah ia mengangguk, menyetujui pertanyaan Adys tadi.

“Sini.” Adys merentangkan tangannya. Farel masih terdiam.

“Sini!!!” serunya.

Farel pun langsung masuk ke dalam pelukan Adys. Adys menepuk-nepuk pelan punggung Farel dan sesekali mengelusnya. “Nggak apa-apa. Kalo lagi ngerasa kesepian, kamu boleh ke rumah aku sambil ajak Disa main,”

“Kamu teh keren, Rel. Jarang ada anak laki yang nurut sama ibunya cuma buat disuruh jagain adeknya. Tapi, kamu sama sekali nggak ada penolakan. Pinter ih pacar aku!”

“Teteh… Farel nggak mau nangis di depan teteh!”

Adys terkekeh, “Nangis aja! Kan sekarang juga lagi pelukan, aku nya juga nggak akan liat kamu lagi nangis.”

Farel membenamkan wajahnya di ceruk leher milik Adys. Ternyata ia tidak salah memilih perempuan untuk dikencaninya. Mulai sekarang, sosok Adys benar-benar sangat berpengaruh di hidupnya.

“Teh,”

“Ya?”

“Makasih ya teh.”

“Makasih kenapa?”

“Makasih karena udah mau nerima Farel jadi pacar teteh.”

Tanpa Farel ketahui, gadis itu langsung tersenyum di dalam pelukannya.


Satu jam berlalu, langit yang sebelumnya berwarna jingga sudah berubah warna menjadi kebiruan. Sekarang Farel, Adys dan Disa sudah terduduk di meja makan untuk menyantap makanan yang sebelumnya sudah dibeli oleh Farel melalui aplikasi pesan antar. Ketiganya nampak seperti keluarga kecil yang sangat harmonis.

“Teh Adys, Disa mau disuapin lagi sama teteh!”

“Ih, makan sendiri atuh! Biasanya juga kamu bisa makan sendiri, jangan manja ah. Kan Teteh Adys nya juga lagi makan,” ucap Farel yang berada disebelah Disa.

Mendengar perkataan Farel, Disa langsung menundukkan kepalanya dan enggan untuk memegang sendok yang ada di hadapannya.

“Udah nggak apa-apa. Sini, teteh suapin ya Disa.” Layaknya ibu peri, Adys dapat langsung merubah ekspresi Disa yang tadinya murung menjadi ceria kembali.

“Tukeran, Rel.”

“Naon teh?”

“Tukeran duduknya, aku yang di samping Disa. Biar gampang nyuapinnya.” Farel langsung bangkit dan bertukar posisi oleh Adys.

“Yay! makasih teteh Adys. Aa mah nyebelin,” ujar Disa sembari menjulurkan lidahnya ke sang kakak.

“Siapa yang ajarin begitu?”

Disa semakin menjulurkan lidahnya untuk meledek sang kakak yang tetap terus menanyakan pertanyaan sebelumnya. Adys hanya menggelengkan kepalanya menyaksikan kedua kakak beradik itu.

Ditengah asyiknya menikmati makanan, tiba-tiba bel rumah Farel berbunyi. Farel langsung berjalan ke arah sumber suara untuk melihat siapa yang datang.

“Ibu?”

“Halo A’… Tolong bawain tas ibu ya kasep,” pinta Mira, ibu Farel.

Setelah melepas sepatu dan blazer kantorannya, Mira langsung menghampiri Disa dan Adys yang berada di ruang makan. Dikarenakan keduanya duduk membelakangi arah pintu masuk, jadinya mereka sama sekali tidak mengetahui siapa yang baru saja tiba.

Mira mencolek pipi Disa dari belakang, hal itu membuat Disa teriak histeris dan langsung menghampiri sang ibu.

“IBU!!!”

“Jangan peluk dulu sayang, ibu kotor abis dari luar,” ucap Mira sembari melepaskan pelukan Disa. Adys langsung berdiri dan memberi salam kepada Mira.

“Ibu naik dulu ya sayang, mau ganti baju.”

Farel sudah kembali ke ruang makan, tidak lama setelah itu Mira juga sudah kembali ke bawah dengan pakaian rumahnya.

“Ibu, kenalin. Ini Teh Adys, tetehnya Haris sama pacarnya Farel.” Adys tersenyum sembari memberikan tatapan seakan-akan ingin memarahi Farel.

“Emang cetakannya Aida nggak pernah gagal ya, geulis pisan! Sini atuh, peluk ibu dulu.”

Adys langsung menghampiri Mira dan langsung memeluk wanita tersebut. “Salam kenal tante, aku Adys.”

“Ih naon kok tante? Panggil ibu aja ya geulis.” Mira melepaskan pelukan Adys.

Adys tersenyum kikuk sembari melirik ke arah Farel dan berjalan kembali ke tempat duduknya.

“Iya tan— eh… Iya bu.”

Mira mempersilahkan Adys untuk kembali duduk dan melanjutkan makan malam bersama sembari mengobrol singkat.

Setelah kegiatan makan bersama, mereka melanjutkan obrolan singkat di meja makan tadi sembari menikmati teh hangat buatan Mira. Mereka hanya membahas kebiasaann-kebiasaan Farel dirumah, membahas tentang bagaimana kedua orang tuanya saling kenal, hingga membahas urusan wanita. Adys senang bukan main, karena kehadirannya sangat diterima oleh keluarga Farel.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, itu tandanya Adys sudah sangat lama berada di rumah Farel, jadi ia memutuskan untuk segera pamit pulang kepada ibu Farel.

“Rel, dianterin atuh si geulisnya.”

“Iya ibu, pasti Farel anterin.”

Mira mengacungkan jempolnya. “Besok, main-main kesini lagi ya geulis!”

“Iya bu, nanti Adys pasti main lagi! Makasih ya bu, maaf jadi ngerepotin.”

“Ibu yang seharusnya bilang makasih. Udah bantuin si Farel jagain Disa sampe segala dibawain bingkisan, ih! Nuhun pisan ya geulis. Salam buat keluarga ya.”

Adys menyalimi tangan Mira, “Sama-sama ibu, Adys izin pamit pulang dulu ya.”

“Disa, teteh pulang ya!” ucap Adys kepada Disa yang ada di sebelah Mira.

“Hati-hati teh, Makasih banyak ya teteh untuk hari ini!” Disa memeluk tubuh Adys singkat.

Setelah berpamitan, Adys langsung masuk ke dalam mobil Farel dengan sedikit menurunkan kaca jendela untuk melambaikan tangannya ke arah Mira dan Disa.

Tidak terasa sudah 30 menit Adys dan Haris di perjalanan, kini mereka telah sampai di rumah Farel. Rumah itu nampak begitu sepi, satu pintu rumahnya terlihat seperti sengaja dibuka oleh sang pemilik rumah. Adys langsung berpamitan dengan Haris yang berada di kursi pengemudi.

“Nanti pulangnya dijemput atau dianter sama si Farel?“ tanya Haris.

“Nggak tau, nanti teteh kabarin aja ya.”

Haris mengangguk, “Yaudah, adek balik ya, teteh hati-hati. Bilang ke adek kalo si Farel nakal!”

Adys mengangguk paham dan langsung keluar dari mobil, ia melambaikan tangan ke arah adiknya yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Mobil Haris sudah benar-benar tidak terlihat, Adys langsung menelepon Farel untuk memberi kabar bahwa dirinya telah sampai. Setelah mengakhiri sambungan teleponnya dengan Farel, laki-laki yang sebelumnya berada di sambungan telepon langsung keluar dengan pakaian khas rumahan sembari tersenyum ke arahnya.

“Akhirnya sampe, hayuk masuk teh!” Farel menuntun tangan Adys untuk segera masuk ke dalam rumahnya.

Adys mengikuti langkah Farel. Pemandangan pertama yang ia lihat ketika masuk ke dalam rumah kekasihnya yaitu, anak kecil yang sedang duduk membelakanginya dengan tumpukan mainan di samping kanan dan kirinya.

“Itu si Disa teh,” tunjuk Farel. “Kalo main emang gitu semuanya dikeluarin. Jangan heran ya, teh.”

“Anak kecil kan emang gitu, Rel,” ucap Adys.

“Ayok sini, Farel kenalin ke si Disa.”

Keduanya berjalan ke arah anak kecil tersebut.

“Adek… Liat ada siapa.” Farel sukses mengalihkan pandangan anak kecil itu dari mainan-mainanya. Sekarang Disa sudah langsung menatap lekat bola mata milik Adys.

Cantik dan menggemaskan. Disa sangat cantik dan menggemaskan. Matanya bulat, senyumnya manis hingga menunjukkan lesung pipi di kedua pipinya, rambutnya tergerai panjang, juga kulit seputih susu.

“Adek kenalin, ini teteh geulis yang waktu itu adek tanyain. Hayuk salam dulu.” Farel memperkenalkan Adys kepada Adiknya.

Seketika Disa langsung bangkit dan berlari memeluk Adys. Farel dan Adys langsung membulatkan matanya karena terkejut oleh tingkah Disa.

“Teteh geulis, Disa seneng bisa ketemu teteh geulis.” Disa langsung melepas pelukannya sebelum Adys membalas pelukan itu.

Adys tersenyum sembari membelai kepala Disa, “Halo Disa geulis, kenalin aku Adys! Salam kenal ya.”

Disa mengangguk, “Salam kenal juga teteh!”

Ada kehangatan di hati Farel ketika melihat kedua perempuan yang ia sayangi saling melempar senyuman. Farel kira, Disa tidak akan bertindak semanis itu kepada Adys. Karena adiknya itu bukan tipikal anak kecil yang mudah akrab dengan seseorang. Namun dugaannya salah, Disa malah menyambut hangat kehadiran Adys dan sekarang sudah mengajak Adys bergabung dengan deretan barbie-barbie nya.

“Yaudah, Disa main dulu ya sama Teh Adys. A’ Farel mau bikin minum dulu ke belakang,” pamit Farel sembari menepuk pelan kepala Disa.

Baru saja melangkahkan satu langkah menuju dapur, tangannya sudah buru-buru ditarik pelan oleh Adys, “Nggak usah repot!”

“Gapapa, teteh. Teteh mau minum apa?”

Adys mengalah, “Air putih aja.”

“Yaudah, teteh tunggu disini ya sama Disa, Farel ke dapur dulu sebentar.” Kali ini Farel benar-benar meninggalkan Adys dan Disa berdua di ruang tamu.

“Disa,” panggil Adys.

“Iya, teteh?”

“Liat deh, aku bawain apa nih.” Adys langsung mengeluarkan kotak dari paperbag yang sedaritadi masih menggantung di tangannya dan segera membuka kotak tersebut.

Mata Disa langsung berbinar ketika melihat isi dari kotak tersebut. Cupcake dengan krim strawberry yang dilengkapi oleh potongan strawberry segar di atasnya.

“Waaah, ini buat Disa teh?”

Adys mengangguk, “Iya, buat Disa!”

“YAY! AA DISA DI BELIIN CUPCAKE LUCU SAMA TETEH ADYS,” teriak Disa ke arah Farel yang sibuk dengan menyajikan beberapa jamuan untuk Adys.

“Udah bilang makasih, belum?” tanya Farel dari kejauhan.

“Oh iya,”

“Makasih banyak ya teh, Disa pasti abisin cupcakenya!” Lagi-lagi kedua tangan Disa menggantung di leher Adys. Adys membalas pelukan Disa hangat.

“Yaudah sok, dimakan atuh cupcakenya.”

Disa memanyunkan bibirnya, “Hm… Tapi Disa lagi main, Teh. Nanti kotor kemana-mana.”

“Mau aku suapin, nggak? Biar nggak berantakan,” tawar Adys.

“Mau!!!” ucap Disa sambil mengangguk gemas.

Adys langsung mengacak-acak pelan rambut Disa karena dibuat gemas oleh tingkah anak kecil itu. Tidak lama kemudian, Farel datang dengan membawa satu buah nampan.

“Diminum dulu, teh.”

“Nuhun ya,”

“Nanti ya aku minumnya, tangan aku kotor lagi nyuapin Disa,” lanjut Adys

“Yaudah teteh minumnya Farel suapin aja, mau?” tanya Farel dengan usil.

Disa yang tadinya sedang sibuk dengan menggantikan baju boneka barbie nya langsung melihat ke arah Farel dan Adys yang ada di depannya.

“Jangan macem-macem, Rel. Diliatin si Disa!” bisik Adys.

Farel tertawa geli, puas dengan membuat Adys tampak begitu panik.

“Teh Adys,” panggil Disa.

“Iya, Disa?” Adys mendekatkan kepalanya agar ia bisa mendengar apa yang Disa ucapkan.

“Teh Adys itu temennya AA aku?”

Kedua mata Adys langsung menatap ke arah Farel. Farel hanya menunggu jawaban Adys sambil menyenderkan tubuhnya ke sofa. Matanya tidak lepas untuk memperhatikan ucapan apa yang nantinya akan keluar dari mulut Adys.

“Bukan,”

“… Aku teh pacanya Aa kamu.”

Ucapan Adys barusan sukses membuat Farel mengukir senyumannya. Adys langsung menatap Farel yang langsung membuang muka karena salah tingkah.

“Cemen! Gitu aja salting!” ledek Adys dengan nada pelan.

-

Langit kota Bandung sudah berubah warna menjadi jingga, itu berarti sudah lumayan lama Adys bermain dengan Disa. Disa yang sebelumnya nampak begitu segar, kini dirinya sudah beberapa kali menguap sembari sesekali memejamkan matanya.

“AA… Disa ngantuk,” celetuk Disa.

Farel yang sedang duduk di sofa langsung bangkit dan bersedia untuk membawa Disa ke gendongannya. Namun, lagi-lagi Adys menghentikannya.

Kunaon, teh?” tanya Farel dengan tatapan bingung.

“Biar aku aja sini.”

“Berat loh teh Disanya.”

“Nggak apa-apa, dimana kamarnya Disa, Rel?”

Farel langsung memimpin jalan dan berhenti di depan kamar dengan nuansa serba pink. Adys langsung menurunkan Disa dari gendongannya dan menyuruh Disa untuk kembali tidur di kasurnya agar lebih nyaman. Disa sempat menahan tangan Adys ketika Adys ingin keluar dari kamarnya.

“Teteh, sini aja. Tolong bacain Disa cerita.” Disa menunjuk ke arah tumpukan buku-buku yang ada di atas nakasnya.

Farel yang melihat itu langsung tertarik untuk tetap tinggal di kamar itu dan memilih untuk duduk di bangku rias kecil milik Disa. Adys sempat melihat ke arah Farel seakan meminta persetujuan untuk membacakan Disa buku cerita.

“Sok atuh, kalo mau mah nggak apa-apa teh,” ucap Farel.

Adys langsung mengambil salah satu buku cerita yang berada di atas nakas kecil. Kemudian, ia langsung membacakan cerita untuk Disa yang sekarang sudah mulai memejamkan matanya kembali.

Dirasanya Disa sudah sepenuhnya tertidur, Adys dan Farel langsung keluar dengan langkah yang sangat pelan, agar nantinya tidak mengganggu tidur Disa. Farel langsung membantingkan dirinya ke sofa dan menyenderkan punggungnya ke senderan sofa.

Farel yang melihat Adys masih berdiri sembari menatap dirinya lekat langsung menyuruh kekasihnya untuk duduk disebelahnya, “Sini, teh,” ucapnya sembari menepuk-nepuk bantalan sofa.

Yang disuruh pun langsung menurut dan sudah ikut duduk di sebelah Farel. Saat sedang melihat-lihat ke arah lain, tiba-tiba tangan Farel sudah berada di atas punggung tangan milik Adys.

“Makasih ya, teh.”

“E-eh???”

“Makasih udah repot-repot dateng buat bantuin jagain si Disa, mana pake segala dibawain makanan,” jelas Farel.

“Nggak apa-apa ih, santai. Kan udah aku bilang, aku yang mau. Jadi nggak repot sama sekali,”

“Lagian main sama Disa seru kok, aku nggak capek,” sambungnya.

“Eh, ngomong-ngomong ibu kamu kapan pulang? Aku nggak sabar mau kenalan.”

“Nanti Farel chat ya, teh.”

“Teh,”

Adys hanya berdehem.

“Mau nggak?” tanya Farel.

“Mau apa?”

“Pelukan.”

Mendengar ucapan Farel barusan, Adys langsung mencubit pelan perut Farel, “Heh! Kalo tiba-tiba ibu kamu dateng terus liat kita pelukan gimana?” tanya Adys.

“Ya nggak apa-apa, paling dicie-cie in sama si ibu. Lagian kan tadi teteh juga minta peluk, ya kan?”

“Ya iya… TAPI NGGAK DISINI JUG—“

“FAREL!!! LEPAS IH SESEKKKKKK!”

Farel tertawa puas setelah berhasil membawa Adys masuk ke dalam pelukannya dengan sempurna.

Tidak terasa sudah 30 menit Adys dan Haris di perjalanan, kini mereka telah sampai di rumah Farel. Rumah itu nampak begitu sepi, satu pintu rumahnya terlihat seperti sengaja dibuka oleh sang pemilik rumah. Adys langsung berpamitan dengan Haris yang berada di kursi pengemudi.

“Nanti pulangnya dijemput atau dianter sama si Farel?“ tanya Haris.

“Nggak tau, nanti teteh kabarin aja ya.”

Haris mengangguk, “Yaudah, adek balik ya, teteh hati-hati. Bilang ke adek kalo si Farel nakal!”

Adys mengangguk paham dan langsung keluar dari mobil, ia melambaikan tangan ke arah adiknya yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Mobil Haris sudah benar-benar tidak terlihat, Adys langsung menelepon Farel untuk memberi kabar bahwa dirinya telah sampai. Setelah mengakhiri sambungan teleponnya dengan Farel, laki-laki yang sebelumnya berada di sambungan telepon langsung keluar dengan pakaian khas rumahan sembari tersenyum ke arahnya.

“Akhirnya sampe, hayuk masuk teh!” Farel menuntun tangan Adys untuk segera masuk ke dalam rumahnya.

Adys mengikuti langkah Farel. Pemandangan pertama yang ia lihat ketika masuk ke dalam rumah kekasihnya yaitu, anak kecil yang sedang duduk membelakanginya dengan tumpukan mainan di samping kanan dan kirinya.

“Itu si Disa teh,” tunjuk Farel. “Kalo main emang gitu semuanya dikeluarin. Jangan heran ya, teh.”

“Anak kecil kan emang gitu, Rel,” ucap Adys.

“Ayok sini, Farel kenalin ke si Disa.”

Keduanya berjalan ke arah anak kecil tersebut.

“Adek… Liat ada siapa.” Farel sukses mengalihkan pandangan anak kecil itu dari mainan-mainanya. Sekarang Disa sudah langsung menatap lekat bola mata milik Adys.

Cantik dan menggemaskan. Disa sangat cantik dan menggemaskan. Matanya bulat, senyumnya manis hingga menunjukkan lesung pipi di kedua pipinya, rambutnya tergerai panjang, juga kulit seputih susu.

“Adek kenalin, ini teteh geulis yang waktu itu adek tanyain. Hayuk salam dulu.” Farel memperkenalkan Adys kepada Adiknya.

Seketika Disa langsung bangkit dan berlari memeluk Adys. Farel dan Adys langsung membulatkan matanya karena terkejut oleh tingkah Disa.

“Teteh geulis, Disa seneng bisa ketemu teteh geulis.” Disa langsung melepas pelukannya sebelum Adys membalas pelukan itu.

Adys tersenyum sembari membelai kepala Disa, “Halo Disa geulis, kenalin aku Adys! Salam kenal ya.”

Disa mengangguk, “Salam kenal juga teteh!”

Ada kehangatan di hati Farel ketika melihat kedua perempuan yang ia sayangi saling melempar senyuman. Farel kira, Disa tidak akan bertindak semanis itu kepada Adys. Karena adiknya itu bukan tipikal anak kecil yang mudah akrab dengan seseorang. Namun dugaannya salah, Disa malah menyambut hangat kehadiran Adys dan sekarang sudah mengajak Adys bergabung dengan deretan barbie-barbie nya.

“Yaudah, Disa main dulu ya sama Teh Adys. A’ Farel mau bikin minum dulu ke belakang,” pamit Farel sembari menepuk pelan kepala Disa.

Baru saja melangkahkan satu langkah menuju dapur, tangannya sudah buru-buru ditarik pelan oleh Adys, “Nggak usah repot!”

“Gapapa, teteh. Teteh mau minum apa?”

Adys mengalah, “Air putih aja.”

“Yaudah, teteh tunggu disini ya sama Disa, Farel ke dapur dulu sebentar.” Kali ini Farel benar-benar meninggalkan Adys dan Disa berdua di ruang tamu.

“Disa,” panggil Adys.

“Iya, teteh?”

“Liat deh, aku bawain apa nih.” Adys langsung mengeluarkan kotak dari paperbag yang sedaritadi masih menggantung di tangannya dan segera membuka kotak tersebut.

Mata Disa langsung berbinar ketika melihat isi dari kotak tersebut. Cupcake dengan krim strawberry yang dilengkapi oleh potongan strawberry segar di atasnya.

“Waaah, ini buat Disa teh?”

Adys mengangguk, “Iya, buat Disa!”

“YAY! AA DISA DI BELIIN CUPCAKE LUCU SAMA TETEH ADYS,” teriak Disa ke arah Farel yang sibuk dengan menyajikan beberapa jamuan untuk Adys.

“Udah bilang makasih, belum?” tanya Farel dari kejauhan.

“Oh iya,”

“Makasih banyak ya teh, Disa pasti abisin cupcakenya!” Lagi-lagi kedua tangan Disa menggantung di leher Adys. Adys membalas pelukan Disa hangat.

“Yaudah sok, dimakan atuh cupcakenya.”

Disa memanyunkan bibirnya, “Hm… Tapi Disa lagi main, Teh. Nanti kotor kemana-mana.”

“Mau aku suapin, nggak? Biar nggak berantakan,” tawar Adys.

“Mau!!!” ucap Disa sambil mengangguk gemas.

Adys langsung mengacak-acak pelan rambut Disa karena dibuat gemas oleh tingkah anak kecil itu. Tidak lama kemudian, Farel datang dengan membawa satu buah nampan.

“Diminum dulu, teh.”

“Nuhun ya,”

“Nanti ya aku minumnya, tangan aku kotor lagi nyuapin Disa,” lanjut Adys

“Yaudah teteh minumnya Farel suapin aja, mau?” tanya Farel dengan usil.

Disa yang tadinya sedang sibuk dengan menggantikan baju boneka barbie nya langsung melihat ke arah Farel dan Adys yang ada di depannya.

“Jangan macem-macem, Rel. Diliatin si Disa!” bisik Adys.

Farel tertawa geli, puas dengan membuat Adys tampak begitu panik.

“Teh Adys,” panggil Disa.

“Iya, Disa?” Adys mendekatkan kepalanya agar ia bisa mendengar apa yang Disa ucapkan.

“Teh Adys itu temennya AA aku?”

Kedua mata Adys langsung menatap ke arah Farel. Farel hanya menunggu jawaban Adys sambil menyenderkan tubuhnya ke sofa. Matanya tidak lepas untuk memperhatikan ucapan apa yang nantinya akan keluar dari mulut Adys.

“Bukan,”

“… Aku teh pacanya Aa kamu.”

Ucapan Adys barusan sukses membuat Farel mengukir senyumannya. Adys langsung menatap Farel yang langsung membuang muka karena salah tingkah.

“Cemen! Gitu aja salting!” ledek Adys dengan nada pelan.

-

Langit kota Bandung sudah berubah warna menjadi jingga, itu berarti sudah lumayan lama Adys bermain dengan Disa. Disa yang sebelumnya nampak begitu segar, kini dirinya sudah beberapa kali menguap sembari sesekali memejamkan matanya.

“AA… Disa ngantuk,” celetuk Disa.

Farel yang sedang duduk di sofa langsung bangkit dan bersedia untuk membawa Disa ke gendongannya. Namun, lagi-lagi Adys menghentikannya.

Kunaon, teh?” tanya Farel dengan tatapan bingung.

“Biar aku aja sini.”

“Berat loh teh Disanya.”

“Nggak apa-apa, dimana kamarnya Disa, Rel?”

Farel langsung memimpin jalan dan berhenti di depan kamar dengan nuansa serba pink. Adys langsung menurunkan Disa dari gendongannya dan menyuruh Disa untuk kembali tidur di kasurnya agar lebih nyaman. Disa sempat menahan tangan Adys ketika Adys ingin keluar dari kamarnya.

“Teteh, sini aja. Tolong bacain Disa cerita.” Disa menunjuk ke arah tumpukan buku-buku yang ada di atas nakasnya.

Farel yang melihat itu langsung tertarik untuk tetap tinggal di kamar itu dan memilih untuk duduk di bangku rias kecil milik Disa. Adys sempat melihat ke arah Farel seakan meminta persetujuan untuk membacakan Disa buku cerita.

“Sok atuh, kalo mau mah nggak apa-apa teh,” ucap Farel.

Adys langsung mengambil salah satu buku cerita yang berada di atas nakas kecil. Kemudian, ia langsung membacakan cerita untuk Disa yang sekarang sudah mulai memejamkan matanya kembali.

Dirasanya Disa sudah sepenuhnya tertidur, Adys dan Farel langsung keluar dengan langkah yang sangat pelan, agar nantinya tidak mengganggu tidur Disa. Farel langsung membantingkan dirinya ke sofa dan menyenderkan punggungnya ke senderan sofa.

Farel yang melihat Adys masih berdiri sembari menatap dirinya lekat langsung menyuruh kekasihnya untuk duduk disebelahnya, “Sini, teh,” ucapnya sembari menepuk-nepuk bantalan sofa.

Yang disuruh pun langsung menurut dan sudah ikut duduk di sebelah Farel. Saat sedang melihat-lihat ke arah lain, tiba-tiba tangan Farel sudah berada di atas punggung tangan milik Adys.

“Makasih ya, teh.”

“E-eh???”

“Makasih udah repot-repot dateng buat bantuin jagain si Disa, mana pake segala dibawain makanan,” jelas Farel.

“Nggak apa-apa ih, santai. Kan udah aku bilang, aku yang mau. Jadi nggak repot sama sekali,”

“Lagian main sama Disa seru kok, aku nggak capek,” sambungnya.

“Eh, ngomong-ngomong ibu kamu kapan pulang? Aku nggak sabar mau kenalan.”

“Nanti Farel chat ya, teh.”

“Teh,”

Adys hanya berdehem.

“Mau nggak?” tanya Farel.

“Mau apa?”

“Pelukan.”

Mendengar ucapan Farel barusan, Adys langsung mencubit pelan perut Farel, “Heh! Kalo tiba-tiba ibu kamu dateng terus liat kita pelukan gimana?” tanya Adys.

“Ya nggak apa-apa, paling dicie-cie in sama si ibu. Lagian kan tadi teteh juga minta peluk, ya kan?”

“Ya iya… TAPI NGGAK DISINI JUG—“

“FAREL!!! LEPAS IH SESEKKKKKK!”

Farel tertawa puas setelah berhasil membawa Adys masuk ke dalam pelukannya dengan sempurna.

Jalanan kota Bandung malam ini nampak begitu padat. Suara bising klakson motor dan mobil yang sedaritadi seperi bersaut-sautan itu mulai mengganggu indera pendengaran Farel dan Haris.

“Setel lagu atuh, Ris. Sunyi pisan ini mobil kayak orang pacaran lagi ribut.”

Atuhlah nyalakeun weh ih, kunaon mesti nunggu aing yang nyalain,” ucap Haris dengan nada sedikit kesal akibat melihat pemandangan jalan di depannya.

Farel yang melihat Haris sudah mengerutkan alisnya langsung terkekeh, “Uluh… Uluh… Meuni Galak pisan.”

“Sini, mau gantian nyetir nggak? Biar aing yang nyetir, maneh duduk disini. Mumpung masih berhenti nih,” sambung Farel seraya memberikan tawaran kepada sahabatnya.

“Nggak apa-apa?” tanya Haris.

“Ya, nggak apa-apa atuh!”

Setelah itu keduanya langsung keluar dari mobil dan langsung bertukar tempat. Pintu mobil sudah kembali tertutup dengan Farel yang sudah berada di kursi pengemudi dan Haris yang sudah berada di kursi penumpang sambil menyenderkan tubuhnya ke belakang.

“Nanti mampir toko bunga dulu ya, Ris,” celetuk Farel.

Haris yang sedang memainkan ponselnya langsung melirik ke arah Farel dengan tatapan bingung. “Ngapain ke toko bunga?”

“Lah, kan aing mau nembak teteh manehKumaha sih, masa tiba-tiba amnesia.”

Haris langsung menegakkan tubuhnya, “MANEH SERIUS REL? SEKARANG BANGET?”

Dengan santainya Farel langusng mengangguk sembari menginjakkan gas mobil Haris.

“Wey, ayok lah gas beli bunga, si teteh suka semua jenis bunga. Tenang weh, maneh nggak perlu pusing nanti milihnya.”

Farel hanya menggelengkan kepalanya karena dibuat heran oleh Haris yang nampak begitu semangat.

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit untuk memilih bunga apa yang cocok untuk Adys, kini keduanya telah sampai di lokasi tujuan. Kediaman Haris dan Adys nampak sepi dikarenakan kedua orang tua mereka yang masih belum kembali dari kantor. Jadi, hanya ada Adys dan ART yang berada di rumah.

Maneh tunggu sini dulu, Rel. Aing naik dulu, manggil si teteh, good luck buat maneh,” ucap Haris sambil tertawa yang kemudian di angguki oleh Farel.

Sembari menunggu Adys, Farel tidak berhenti untuk menggerakkan kakinya dan menarik napasnya berkali-kali. Ia benar-benar baru merasakan gugup saat ini. Agar tidak begitu gugup, ia berniat untuk mengeluarkan ponselnya. Namun, saat ia ingin mengeluarkan ponselnya untuk meredakan rasa gugupnya, tiba-tiba namanya dipanggil oleh seseorang dari arah belakang.

Farel melihat ke arah pemilik suara manis itu, “Cantik,” ucapnya dalam hati.

Adys yang baru saja turun dari tangga langsung menghampiri Farel yang tidak mengedip saat melihat dirinya. Jadilah ia melambai-lambaikan tanggannya di depan wajah laki-laki itu.

“Wey, biasa aja atuh liatinnya!”

“Cantik sih, teh.”

“Eh—aduh keceplosan, teh.” Farel memukul pelan bibirnya.

Adys terkekeh, “Gapapa, ih. Santai atuh! Nuhun ya, akunya udah dibilang cantik.”

“Eh, maneh bawa apa deh itu?” tanya Adys penasaran saat melihat sesuatu yang ada dibalik tubuh Farel.

“Hm…”

“Teteh,” panggil Farel yang langsung membuat jantung Adys mendadak berpacu lebih cepat dari biasanya. Padahal, laki-laki itu hanya memanggil namanya. Namun entah apa yang ia pikirkan hingga membuat jantungnya tidak karuan seperti sekarang ini.

“I-iya?”

Farel sedikit bergeser agar bisa lebih dekat dengan Adys, “Sebelumnya Farel mau bilang makasih sama teteh.”

“Kok makasih? Makasih untuk apa?”

“Makasih karena teteh waktu itu udah chat Haris buat minta tolong jemput di sekolah. Jujur, waktu si Haris minta tolong ke Farel, Farel teh seneng pisan. Akhirnya Farel punya kesempatan buat deket sama teteh. Kalau teteh bertanya-tanya kenapa Farel bisa seseneng itu, karena sebenernya Farel udah suka sama teteh dari jaman teteh nge-opsek Farel sama si Haris. Dari situ Farel teh langsung kayak jatuh cinta pada pandangan pertama, beuh meuni alay pisan ya anak baru masuk SMA…”

“Tapi, pas tau fakta kalo teteh teh udah ada yang punya, alias si Haris ngasih tau ke Farel kalo teteh udah punya pacar, bikin Farel mundur buat ngejar teteh. Jadinya Farel milih buat pendem aja gitu perasaan Farel ke teteh. Terus sampe dimana Haris minta tolong ke Farel buat jemput teteh dan udah, tiba-tiba Farel jadi bisa deket dan banyak interaksi sama teteh, padahal sebelumnya teh cuma asal senyum kalo ketemu di rumah teteh atau kalo teteh lagi nyamperin si Haris.”

“Nah, sekarang kan teteh udah tau. Jadi, boleh nggak kalo Farel minta izin ke teteh buat jadi pacar Farel? Ini mah sebenernya Farel udah percaya diri banget karena teteh udah kasih boyfriend application ke Farel. Tapi ini biar lebih resmi aja sih, teh.”

Lucu, Adys benar-benar dibuat gemas oleh Farel.

“Teh? Berubah pikiran ya, teh? Nggak mau ya jadi pacar Farel?” tanya Farel.

Adys menggeleng.

“Kalo aku kasih izin, aku juga boleh nggak minta izin sama kamu buat jadiin kamu pacar aku?”

Detik itu juga senyuman Farel langsung mengembang, “TETEH!!!”

“Ya boleh, atuh!” ucap Farel dengan sangat antusias.

“Jadi sekarang udah resmi nih, Teh? Kita pacaran nih?”

Adys mengangguk dengan sedikit malu-malu. “Asik!” teriak Farel dengan refleks.

“Oh iya teh, sakedap. Farel punya sesuatu.”

“Apa?”

Farel mebalikkan badannya untuk mengambil sesuatu yang berada di balik tubuhnya.

“Nih, bunga buat teteh dari pacar baru teteh, ihiw. Kata si Haris, teteh suka semua bunga. Semoga teteh suka ya sama pilihan Farel.”

Mata Adys langsung berbinar ketika Farel mengambil buket bunga dari belakang tubuhnya. Ia langsung menerima pemberian bunga dari Farel dan menghirup aroma dari bunga-bunga itu.

Nuhun ya, Rel, aku suka banget!!!”

“Sama-sama, teteh.” Farel tersenyum sembari menatap Adys yang nampak begitu senang dengan bunga pemberiannya.

Adys yang merasa ditatap pun langsung tersadar dan ikut menatap lekat bola mata Farel.

“Teh,”

“Hm?”

“Tadi tangan yang dipegang sama A’ Nathan sebelah mana?”

Kunaon tiba-tiba jadi bahas si Nathan?”

“Nanya doang teh, yang sebelah mana?”

Farel nampak begitu serius dengan pertanyaannya tadi, jadilah Adys langsung menjulurkan tangan kanannya. “Ini.”

Tangan sebelah kanan Adys langsung digenggam erat oleh Farel.

“Nih, udah Farel hapus bekas tangannya A’ Nathan. Jadi cuma ada bekas tangan Farel disini.” Farel berbicara sembari menatap ke arah punggung tangan Adys.

“Besok-besok kalo A’ Nathan genit, bilang Farel ya teh.”

“Kenapa gitu?”

“Mau Farel ajak duel futsal.”

Adys tertawa, “Eleuh… Eleuh… gaya banget pacar aku.”

Farel yang mendengar dua kata terakhir yang barusan saja dikatakan oleh Adys langsung salting bukan main.

“Hm… Rel,” panggil Adys disela-sela tawa Farel.

“Iya, teh?”

“Aku boleh minta sesuatu?”

“Apa teh?”

“Yang digambar sama kamu tadi diboyfriend application,” ucap Adys tanpa ragu. Karena jujur, ia benar-benar menginginkannya.

Seketika mata Farel langsung membulat ketika mengingat gambar apa yang tadi sempat ia buat untuk Adys.

“Ih, nggak boleh, ya?” tanya Adys setelah melihat reaksi Farel.

“Yaudah aku balik ke ka—“

grep

Farel langsung menarik tubuh Adys ke dalam pelukannya. Kini gantian Adys yang membulatkan matanya akibat Farel yang tiba-tiba memeluknya dengan erat.

“Teh, teteh minta setiap hari juga Farel bolehin teh.”

Adys langsung memukul pelan punggung Farel. Sedangkan Farel, ia hanya terkekeh sembari mengelus-elus kepala Adys dengan sayang.

“Teh,”

Adys melirik ke arah wajah Farel, “Iyaa?”

“Farel teh sayang pisan sama teteh.”

“WEY, KALO MAU PELUKAN LIAT TEMPAT DONG.” Haris yang baru saja turun dari tangga langsung berteriak ke arah dua insan yang sekarang sudah melepaskan pelukannya.

Jalanan kota Bandung malam ini nampak begitu padat. Suara bising klakson motor dan mobil yang sedaritadi seperi bersaut-sautan itu mulai mengganggu indera pendengaran Farel dan Haris.

“Setel lagu atuh, Ris. Sunyi pisan ini mobil kayak orang pacaran lagi ribut.”

Atuhlah nyalakeun weh ih, kunaon mesti nunggu aing yang nyalain,” ucap Haris dengan nada sedikit kesal akibat melihat pemandangan jalan di depannya.

Farel yang melihat Haris sudah mengerutkan alisnya langsung terkekeh, “Uluh… Uluh… Meuni Galak pisan.”

“Sini, mau gantian nyetir nggak? Biar aing yang nyetir, maneh duduk disini. Mumpung masih berhenti nih,” sambung Farel seraya memberikan tawaran kepada sahabatnya.

“Nggak apa-apa?” tanya Haris.

“Ya, nggak apa-apa atuh!”

Setelah itu keduanya langsung keluar dari mobil dan langsung bertukar tempat. Pintu mobil sudah kembali tertutup dengan Farel yang sudah berada di kursi pengemudi dan Haris yang sudah berada di kursi penumpang sambil menyenderkan tubuhnya ke belakang.

“Nanti mampir toko bunga dulu ya, Ris,” celetuk Farel.

Haris yang sedang memainkan ponselnya langsung melirik ke arah Farel dengan tatapan bingung. “Ngapain ke toko bunga?”

“Lah, kan aing mau nembak teteh manehKumaha sih, masa tiba-tiba amnesia.”

Haris langsung menegakkan tubuhnya, “MANEH SERIUS REL? SEKARANG BANGET?”

Dengan santainya Farel langusng mengangguk sembari menginjakkan gas mobil Haris.

“Wey, ayok lah gas beli bunga, si teteh suka semua jenis bunga. Tenang weh, maneh nggak perlu pusing nanti milihnya.”

Farel hanya menggelengkan kepalanya karena dibuat heran oleh Haris yang nampak begitu semangat.

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit untuk memilih bunga apa yang cocok untuk Adys, kini keduanya telah sampai di lokasi tujuan. Kediaman Haris dan Adys nampak sepi dikarenakan kedua orang tua mereka yang masih belum kembali dari kantor. Jadi, hanya ada Adys dan ART yang berada di rumah.

Maneh tunggu sini dulu, Rel. Aing naik dulu, manggil si teteh, good luck buat maneh,” ucap Haris sambil tertawa yang kemudian di angguki oleh Farel.

Sembari menunggu Adys, Farel tidak berhenti untuk menggerakkan kakinya dan menarik napasnya berkali-kali. Ia benar-benar baru merasakan gugup saat ini. Agar tidak begitu gugup, ia berniat untuk mengeluarkan ponselnya. Namun, saat ia ingin mengeluarkan ponselnya untuk meredakan rasa gugupnya, tiba-tiba namanya dipanggil oleh seseorang dari arah belakang.

Farel melihat ke arah pemilik suara manis itu, “Cantik,” ucapnya dalam hati.

Adys yang baru saja turun dari tangga langsung menghampiri Farel yang tidak mengedip saat melihat dirinya. Jadilah ia melambai-lambaikan tanggannya di depan wajah laki-laki itu.

“Wey, biasa aja atuh liatinnya!”

“Cantik sih, teh.”

“Eh—aduh keceplosan, teh.” Farel memukul pelan bibirnya.

Adys terkekeh, “Gapapa, ih. Santai atuh! Nuhun ya, akunya udah dibilang cantik.”

“Eh, maneh bawa apa deh itu?” tanya Adys penasaran saat melihat sesuatu yang ada dibalik tubuh Farel.

“Hm…”

“Teteh,” panggil Farel yang langsung membuat jantung Adys mendadak berpacu lebih cepat dari biasanya. Padahal, laki-laki itu hanya memanggil namanya. Namun entah apa yang ia pikirkan hingga membuat jantungnya tidak karuan seperti sekarang ini.

“I-iya?”

Farel sedikit bergeser agar bisa lebih dekat dengan Adys, “Sebelumnya Farel mau bilang makasih sama teteh.”

“Kok makasih? Makasih untuk apa?”

“Makasih karena teteh waktu itu udah chat Haris buat minta tolong jemput di sekolah. Jujur, waktu si Haris minta tolong ke Farel, Farel teh seneng pisan. Akhirnya Farel punya kesempatan buat deket sama teteh. Kalau teteh bertanya-tanya kenapa Farel bisa seseneng itu, karena sebenernya Farel udah suka sama teteh dari jaman teteh nge-opsek Farel sama si Haris. Dari situ Farel teh langsung kayak jatuh cinta pada pandangan pertama, beuh meuni alay pisan ya anak baru masuk SMA…”

“Tapi, pas tau fakta kalo teteh teh udah ada yang punya, alias si Haris ngasih tau ke Farel kalo teteh udah punya pacar, bikin Farel mundur buat ngejar teteh. Jadinya Farel milih buat pendem aja gitu perasaan Farel ke teteh. Terus sampe dimana Haris minta tolong ke Farel buat jemput teteh dan udah, tiba-tiba Farel jadi bisa deket dan banyak interaksi sama teteh, padahal sebelumnya teh cuma asal senyum kalo ketemu di rumah teteh atau kalo teteh lagi nyamperin si Haris.”

“Nah, sekarang kan teteh udah tau. Jadi, boleh nggak kalo Farel minta izin ke teteh buat jadi pacar Farel? Ini mah sebenernya Farel udah percaya diri banget karena teteh udah kasih boyfriend application ke Farel. Tapi ini biar lebih resmi aja sih, teh.”

Lucu, Adys benar-benar dibuat gemas oleh Farel.

“Teh? Berubah pikiran ya, teh? Nggak mau ya jadi pacar Farel?” tanya Farel.

Adys menggeleng.

“Kalo aku kasih izin, aku juga boleh nggak minta izin sama kamu buat jadiin kamu pacar aku?”

Detik itu juga senyuman Farel langsung mengembang, “TETEH!!!”

“Ya boleh, atuh!” ucap Farel dengan sangat antusias.

“Jadi sekarang udah resmi nih, Teh? Kita pacaran nih?”

Adys mengangguk dengan sedikit malu-malu. “Asik!” teriak Farel dengan refleks.

“Oh iya teh, sakedap. Farel punya sesuatu.”

“Apa?”

Farel mebalikkan badannya untuk mengambil sesuatu yang berada di balik tubuhnya.

“Nih, bunga buat teteh dari pacar baru teteh, ihiw. Kata si Haris, teteh suka semua bunga. Semoga teteh suka ya sama pilihan Farel.”

Mata Adys langsung berbinar ketika Farel mengambil buket bunga dari belakang tubuhnya. Ia langsung menerima pemberian bunga dari Farel dan menghirup aroma dari bunga-bunga itu.

Nuhun ya, Rel, aku suka banget!!!”

“Sama-sama, teteh.” Farel tersenyum sembari menatap Adys yang nampak begitu senang dengan bunga pemberiannya.

Adys yang merasa ditatap pun langsung tersadar dan ikut menatap lekat bola mata Farel.

“Teh,”

“Hm?”

“Tadi tangan yang dipegang sama A’ Nathan sebelah mana?”

Kunaon tiba-tiba jadi bahas si Nathan?”

“Nanya doang teh, yang sebelah mana?”

Farel nampak begitu serius dengan pertanyaannya tadi, jadilah Adys langsung menjulurkan tangan kanannya. “Ini.”

Tangan sebelah kanan Adys langsung digenggam erat oleh Farel.

“Nih, udah Farel hapus bekas tangannya A’ Nathan. Jadi cuma ada bekas tangan Farel disini.” Farel berbicara sembari menatap ke arah punggung tangan Adys.

“Besok-besok kalo A’ Nathan genit, bilang Farel ya teh.”

“Kenapa gitu?”

“Mau Farel ajak duel futsal.”

Adys tertawa, “Eleuh… Eleuh… gaya banget pacar aku.”

Farel yang mendengar dua kata terakhir yang barusan saja dikatakan oleh Adys langsung salting bukan main.

“Hm… Rel,” panggil Adys disela-sela tawa Farel.

“Iya, teh?”

“Aku boleh minta sesuatu?”

“Apa teh?”

“Yang digambar sama kamu tadi diboyfriend application,” ucap Adys tanpa ragu. Karena jujur, ia benar-benar menginginkannya.

Seketika mata Farel langsung membulat ketika mengingat gambar apa yang tadi sempat ia buat untuk Adys.

“Ih, nggak boleh, ya?” tanya Adys setelah melihat reaksi Farel.

“Yaudah aku balik ke ka—“

grep

Farel langsung menarik tubuh Adys ke dalam pelukannya. Kini gantian Adys yang membulatkan matanya akibat Farel yang tiba-tiba memeluknya dengan erat.

“Teh, teteh minta setiap hari juga Farel bolehin teh.”

Adys langsung memukul pelan punggung Farel. Sedangkan Farel, ia hanya terkekeh sembari mengelus-elus kepala Adys dengan sayang.

“Teh,”

Adys melirik ke arah wajah Farel, “Iyaa?”

“Farel teh sayang pisan sama teteh.”

“WEY, KALO MAU PELUKAN LIAT TEMPAT DONG.” Haris yang baru saja turun dari tangga langsung berteriak ke arah dua insan yang sekarang sudah melepaskan pelukannya.