12
Terhitung sudah 5 menit Farel duduk dimotornya untuk menunggu kedatangan Adys. Sekolah juga tampak begitu sepi, sudah tidak banyak murid yang berlalu-lalang di depan gerbang. Farel sangat yakin bahwa alasan Adys masih berada di sekolah pasti karena gadis itu baru saja selesai rapat untuk acara cup sekolahnya. Tidak lama setelah itu, Adys memunculkan batang hidungnya. Farel langsung memanggil Adys dan malambaikan tangannya ke arah gadis itu.
Sebenarnya, Adys sudah tahu siapa Farel. Adys juga sudah mengetahui wajah Farel. Namun, karena ia tidak ingin semua orang mengetahui fakta bahwa Farel merupakan salah satu orang yang ia sukai, maka ia berlaga seperti tidak mengenali siapa Farel, kecuali ketika sedang bersama Keya. Karena Keya merupakan satu-satunya orang yang mengetahui tentang fakta tersebut.
Adys langsung menghampiri Farel.
“Teh Adys, kan?” tanya Farel sembari menunjuk ke arah Adys untuk memastikan. Adys mengangguk.
“Oalah, bener berarti.”
“Bener apanya?” Adys sedikit tidak paham dengan ucapan Farel sebelumnya.
“Bener kalo ternyata teteh lebih cantik kalo dilihat secara langsung, apalagi jarak deket gi—Eh, maaf teh, Mulut suka ngga bisa di rem. Hayuk atuh, langsung naik aja, ini helmnya, teh.” Farel menyodorkan helm yang kebetulan tersimpan dimotornya.
Adys hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya sembari memakai helm milik Farel. Kalau boleh jujur, sebenarnya Adys ingin teriak sekarang juga. Pipinya sudah memanas, senyumnya sudah tidak bisa ia tahan. Adys benar-benar dibuat salah tingkah oleh laki-laki yang berumur satu tahun lebih muda darinya.
Motor Farel sudah berjalan mengitari jalanan kota Bandung. Langit yang tadinya tampak begitu cerah, kini sudah berubah warna menjadi ke abu-abuan. Suara petir juga melengkapi tanda-tanda bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Farel sempat khawatir karena ia sedang tidak membawa jas hujan, ia mulai menaikkan kecepatan motornya.
“Teh, ini mau hujan. Maaf kalo semisalnya Farel bawa motornya agak kenceng, soalnya Farel nggak bawa jas hujan. Teteh pegangan ya, teh,” ucap Farel dengan sedikit menengok ke arah belakang.
“Iya, nggak apa-apa. Hati-hati tapi ya, Rel,” sahut Adys.
Farel mengangguk, “Tenang, teh, aman!”
“Teteh udah pegangan belum?”
“Udah, kok.”
“Mana teh, kok nggak berasa?”
Adys yang mengerti maksud Farel langsung mencubit pelan lengan Farel. “Aduh! kok malah nyubit sih, teh? Orang disuruh pegangan juga…”
“Maneh genit!” Farel tertawa puas dengan ucapan Adys barusan. “Ampun atuh, teh. Biar nggak canggung-canggung banget. By the way, salam kenal ya teh, walaupun sebenernya mah saya udah kenal sama teteh, tapi nama saya Farel teh, diinget ya, teh. Nuhun.”
“Siap. Salam kenal juga, ya.”
“Halah, kurang atuh kenalannya kalo belom tukeran nomor whasapp,” celetuk Farel.
“Minta si Haris aja ya, kalo disebutin disini juga pasti maneh nggak bakalan inget,” jawab Adys.
Farel membulatkan matanya, tidak percaya dengan respon Adys barusan.
“Teh, seriusan?”
“Iya, serius.”
“Yes! eh maaf teh, kelepasan.” Adys hanya terkekeh melihat tingkah Farel yang terlihat sangat menggemaskan dimatanya. Sedangkan Farel, ia tidak bisa berhenti tersenyum sembari mengendarai motornya.