scrpleo

Abam tidak bohong dengan ajakkannya tadi, ia benar-benar menghampiri Luna yang sedang duduk sendiri di Halte.

tin tin

“Ayok naik, nanti keburu hujan.”

Luna masih diam membisu, ia masih tidak percaya bahwa kakak kelas yang menurutnya sangat dingin dan jutek itu mengajaknya untuk pulang bersama, apalagi ia memiliki perasaan kepada kakak kelasnya itu.

“Woy, Luna!” Abam berusaha untuk membangunkan Luna dari lamunannya.

“Eh iya kak, sebentar.” Luna langsung berjalan menghampiri Abam yang sudah siap dengan motornya. Jujur, tiba-tiba saja detak jantung Abam berdegup tak karuan saat melihat Luna yang ingin menghampirinya.

“Kak, pegangin ya, maaf kalo Luna berat, hehe.”

Abam yang mendengar ucapan Luna barusan langsung membantu Luna untuk menaikki motornya dengan memegang satu tangan Luna. Abam sedikit melirik kearah kaca spion, adik kelasnya itu sudah duduk dengan sempurna dibelakang sana.

“Pegangan,” ucap Abam.

Baru saja Luna ingin melingkarkan tangannya dipinggang Abam, tapi Abam sudah lebih dulu menahannya.

“Pegangan belakang, tuh, bukan pegangan pinggang gue!”

Luna berdecak sebal, “Padahal aku mau modus tau, Kak.”

Tiba-tiba saja motor Abam melaju dengan kecepetan sedang, Luna agak sedikit terkejut karena ia belum sepenuhnya berpegangan di pegangan belakang motor.

Kalo lo pegangannya di gue, bisa-bisa gue nggak fokus bawa motornya, Luna”, batin Abam.

“Kak,” panggil Luna disela-sela perjalanan.

“Hm?” jawab Abam sembari melirik kearah kaca spion sebelah kanan.

“Semangat bawa motornya, hehe.”

Sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh Mike, Byanca langsung mengganti celana pendeknya dengan celana panjang hitam kesayangannya. Setelah semuanya sudah beres, ia langsung menghampiri Mike yang sudah menunggunya cukup lama di bawah sana.

Sorry lama, tadi ganti celana dulu, sesuai sama chat yang lo kirim,” ucap Byanca sembari menutup kembali pintu gerbang yang sebelumnya ia buka, kemudian ia menyuruh Mike untuk segera masuk ke dalam rumahnya.

“Rumah lo sepi banget, nyokap bokap lo pada kemana?” tanya Mike yang membuntuti Byanca.

“Biasa.”

Business Trip? tanya Mike yang diangguki oleh Byanca.

“Lo mau minum apa, Mike?”

Honestly, i’m craving for your almond milk tea, tapi nggak usah deh, nanti lo repot,” ujar Mike.

“Gapapa padahal. Mau, nggak?”

“Um… Yaudah, boleh deh, hehe. Maaf jadi ngerepotin.”

“Kayak sama siapa aja lo!” Kemudian Byanca meninggalkan Mike seorang diri di ruang tamu rumahnya. Selama Byanca berada di dapur, Mike hanya bolak-balik mengganti channel TV milik Byanca.

Mikhail atau yang kerap dipanggil Mike adalah teman satu jurusan Byanca. Mereka mulai dekat ketika keduanya tidak sengaja bertabrakan di koridor kelas, dimana pada saat itu Byanca tidak sengaja terguyur oleh Kopi yang sedang digenggam oleh Mike. Terdengar konyol, tapi siapa sangka musibah tersebut malah membuat mereka menjadi sedekat sekarang.

15 menit berlalu, Byanca datang dengan membawa nampan yang diatasnya berisi dua gelas almond milk tea buatannya. Byanca menaruh itu diatas meja tamu dan kembali duduk disebelah Mike.

“Lo bukannya mau ketemu mantan lo? Kenapa jadi kerumah gue?” tanya Byanca penasaran.

Mike baru saja ingin meneguk minuman tersebut, namun ia urungkan karena mendapat pertanyaan dari Byanca.

“Nggak jadi.”

“Kenapa?”

“Gapapa, dia yang tiba-tiba cancel kita buat ketemuan.”

Byanca hanya ber-oh ria. “Terus, lo mau ngapain kerumah gue?”

“Ok, ini gue langsung straight to the point aja, ya.” Byanca mengangguk. “About our last chatI like you, Byanca. I like you and i really do.”

Jujur, Byanca terkejut dengan pengakuan Mike, tapi ia berusaha untuk bersikap biasa saja.

But—” Mike sempat menjeda ucapannya dan kemudian ia menggenggam tangan Byanca.

But?” tanya Byanca sambil sedikit menaikkan alisnya sebelah kanannya.

For now, kita masih harus kayak gini dulu ya, By? Sorry, gue masih belum bisa nembak lo sekarang.”

“Kenapa?”

I have some reasons. Jadi, sabar ya, By?”

Ah, sabar lagi ya? batin Byanca.

And i promise you, gue bakal tepatin janji gue buat nembak lo.” Mike semakin mengeratkan genggamannya ditangan milik Byanca.

“Maaf kalo selama ini gue selalu bersikap seolah-olah kita pacaran, padahal kita sama sekali nggak ada status apa-apa. Tunggu gue ya, By?”

Byanca luluh dengan ucapan Mike barusan, ia hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Mike yang sedang menatapnya juga. “Gue serius kok, By, sama lo.”

Semoga.

Byanca baru saja menyuruh Mike untuk masuk kedalam rumahnya. Kediaman milik Byanca hari ini sangat sepi, dikarenakan kedua orang tuanya yang sedang berada di dalam perjalan bisnis, jadilah hanya ada Byanca dan Bi Inah dirumah ini.

Mikhail atau yang kerap dipanggil Mike itu adalah teman satu jurusan Byanca. Mereka mulai dekat ketika keduanya tidak sengaja bertabrakan di koridor kelas, dimana Byanca yang tidak sengaja terguyur oleh Kopi yang sedang digenggam oleh Mike. Terdengar konyol, tapi siapa sangka musibah tersebut malah membuat mereka menjadi sedekat sekarang.

“Mau minum apa, Mike?”

Honestly, i’m craving for your almond milk tea, tapi nggak usah deh, nanti lo repot,” ujar Mike.

“Gapapa padahal. Mau, nggak?”

“Um… Yaudah, boleh deh, hehe. Maaf jadi ngerepotin pagi-pagi.”

“Kayak sama siapa aja lo!” Kemudian Byanca meninggalkan Mike seorang diri di ruang tamu rumahnya. Selama Byanca berada di dapur, Mike hanya bolak-balik mengganti channel TV milik Byanca.

Beberapa menit kemudian, Byanca sudah kembali duduk disamping Mike dengan segelas Almond milk tea buatannya.

“Jadi, ada apa dateng kerumah pagi-pagi gini?” tanya Byanca sembari menyenderkan tubuhnye ke sofa miliknya.

“Ini gue langsung Straight to the point aja, ya.” Byanca mengangguk. “I heard from Kia, kalo lo khawatir gue deket sama cewek lain. Jadi, gue mau buktiin sendiri biar lo nggak perlu khawatir dan overthinking lagi.”

Sial, saat ini Byanca ingin sekali memaki Kia.

“By, listen to me. Hey… Liat mata gue, By.” Mike memegang kedua pipi Byanca agar Byanca bisa menatap mata Mike dengan sempurna.

“Gue nggak lagi deket sama cewek selain lo, By. Nih, lo bisa cek semua isi chat gue, beneran cuma lo doang, By!” Mike mengarahkan ponselnya ke arah Byanca, agar perempuan itu bisa melihatnya dengan jelas.

“Mike! nggak usah sampe segitunya!”

I just want you to know, kalo gue serius sama lo, By. I like you, so much. Tapi maaf, untuk sekarang gue belum bisa nembak lo.”

“Kenapa?”

I have some reasons,” jawab Mike dengan cepat.

“Tapi sekarang, lo punya gue dan gue punya lo.”

“Maksud lo gimana? kita aja nggak pacaran… Stop doing this thing, deh, Mike.”

“Gue bakalan nembak lo, By, tapi nggak sekarang. I promise.”

Byanca hanya menghiraukan omongan Mike barusan, ia benar-benar tidak mengerti dengan kemauan temannya untuk mengclaim dirinya sebagai miliknya, begitupun sebaliknya. Padahal jelas sekali bahwa ia dan Mike sama sekali tidak memiliki status dan hubungan apa-apa, selain teman.

“Geean! sini, ngapain nyender dimobil gitu,” teriak Annette.

Geean yang merasa namanya dipanggil langsung menghampiri Annette yang berada diseberang sana.

“Nungguin kamu!”

Kamu.

“Maaf, tadi gu—eh aku abis matiin laptop dulu. Kamu kenapa kesini?”

“Nganter paket.”

“Nih,” ucap Geean sembari memberikan paper bag ukuran besar kepada Annette.

“Ini apa?” tanya Annette sembari mencoba untuk melihat isi dari paper bag itu. “Buka aja,” jawab Geean.

Annette langsung membulatkan mulutnya, ia benar-benar terkejut saat melihat isi paper bag pemberian dari Geean. Di dalam sana terdapat Bouquet Flowers dan beberapa cokelat kesukaannya.

“Masih ada lagi itu dipaling dalem, yang kotak kecil,” jelas Geean.

Annette kembali membuka paper bag itu untuk mencari keberadaan kotak tersebut. Setelah ketemu, Annette langsung membuka kotak tersebut. Gelang cantik dengan inisial “A” seakan-akan meminta untuk segera dikenakan.

Geean yang melihat Annette sedang menatap hadiah pemberiannya langsung bertanya, “Bagus, nggak?”

Annette mengangguk, “Bagus banget, Gi! makasih banyak ya.”

“Eh, aku yang seharusnya bilang makasih.”

“Buat?”

“Buat hari ini, Makasih karena kamu udah nerima aku dan izinin aku buat gantiin posisi Zio. Makasih, ya, Net?”

“Sama-sama, Geean!”

“Sini, aku pakein gelangnya.” Annette langsung menjulurkan tangannya agar Geean lebih mudah untuk memasangkan gelang cantik itu ketangannya.

“Cantik, gelangnya cocok di kamu,” ucap Geean setelah selesai memesangkan gelang tersebut. Annette tersipu malu,

“Oh iya, Net, aku kan udah anter paket nih, boleh dong kalo aku dapet feedback dari kamu?”

“Feedback? maksudnya gimana?”

Seketika Geean langsung merentangkan tangannya untuk memberikan pertanda agar dirinya mendapat pelukan dari Annette. Sedangkan Annette, ia paham apa yang dimaksud oleh Geean, ia sempat tersenyum malu dan akhirnya masuk kedalam pelukan Geean.

“Terima kasih atas anteran paket dan pelukannya, nanti saya kasih bintang lima,” bisik Annette.

“Kenapa murung gitu mukanya, Net?” tanya Geean sambil menikmati semangkuk mie ayam yang dijual di kantin fakultas.

Sudah terhitung dua minggu, hubungan Geean dan Annette semakin dekat. Setelah kejadian di Cafe waktu lalu, mereka berdua menjadi sering untuk menghabiskan waktu dan berpergian bersama. Karena kedekatannya yang sudah terlihat seperti sepasang kekasih, banyak yang mengira bahwa mereka berdua sedang menjalin hubungan spesial.

“Gapapa, Gi. Ini tadi ada orang nge tweet konyol banget haha, bikin emosi.” Annette menyisirkan rambutnya kebelakang.

“Lo jelek ah, kalo lagi bohong.”

Geean langsung menghentikan aktifitas makannya dan langsung menatap Annette yang duduk di depannya, “Gue udah kenal lo dari awal masa perkenalan kampus, Net. Gue tau kalo lo lagi bohong. Lo kenapa? Sini bilang gue.”

Annette yang sedang menunduk langsung membalas tatapan Geean, ia kembali membuka ponselnya dan menunjukkan isi percakapannya dengan Anira tadi. Sebenarnya ia ingin bersikap biasa saja, tapi entah mengapa ia merasakan sedikit sesak dan kesal dihatinya. Memangnya hal seperti itu harus ditunjukkan kepadanya?

Geean langsung mengambil ponsel Annette dan mulai membaca percakapan Annette dengan Anira. Kelewatan, batin Geean.

Ponsel milik Annette sudah Geean letakan kembali di atas meja, kini giliran Geean untuk menenangkan hati Annette. Ia menggeser mangkuk mie ayam yang berada didepannya, kemudian ia menepuk tangan Annette, yang punya pun sontak melihat kearah si pelaku.

“Net, dengerin gue ya. Mulai sekarang, lo nggak usah mikirin itu dua orang yang sama sekali nggak mikirin perasaan lo dari awal. So, please stop nyiksa diri lo ya, Net? Orang kayak Zio nggak pantes lo sedihin lama-lama, sumpah nggak banget!”

“Sekarang lo harus seneng-seneng, nggak boleh galau kelamaan ah, jelek tau!”

Annette memanyunkan bibirnya, “Lo daritadi ngatain gue jelek mulu, gue juga tau kali gue jel—”

“Bercanda,Net. Lo Cantik, Net. Lo cantik banget gila, gue aja sampe naksir.” Geean memotong perkataan Annette tadi.

“Mulai kan, buaya nya keluar.”

“Gue beneran, Net.”

“Lo naksir gue beneran?”

Geean mengangguk, “Dari semester dua.”

Annette otomatis membulatkan matanya, ia masih tidak percaya, “Gokil lo, bercanda nya.”

“Dari mana bercanda, sih, Net? Ini gue lagi ngomong serius, juga. Lo sih, selalu anggep gue lagi bercanda mulu!”

“Nih, dengerin ya. Gue udah suka sama lo tuh dari awal semester dua, tapi karena gue tau lo punya cowok, jadinya gue tau diri, jadinya gue urungin diri gue buat deketin lo. Eh tapi, di semester berikut-berikutnya ternyata kita jadi deket, ya walaupun deketnya sebagai temen, sih… Tapi gapapa, yang penting gue seneng bisa temenan dan deket sama lo.”

Geean sempat membuang nafasnya agar tidak grogi, “Waktu beberapa minggu lalu, Hisyam bilang ke gue, kalo lo udah putus. Sorry, tapi gue seneng bukan main. Akhirnya gue punya kesempatan buat ngejar lo, makanya waktu itu gue reply story lo dan ngajak lo ngopi. Apalagi setelah tau kelakuan mantan lo yang luar biasa brengsek itu, bikin gue tambah mau gantiin posisi mantan lo, Net,” ucap Geean.

“Sekarang, kalo gue minta izin buat gantiin posisi mantan lo dihati lo, apa lo izinin, Net?”

Annette masih mencerna ucapan dan pertanyaan Geean barusan. Jujur, sebenarnya Annette juga memiliki perasaan yang sama dengan Geean. Semenjak beberapa minggu mereka menjadi dekat, membuat Annette jatuh hati dengan Geean. Terlebih lagi, Geean selalu menjadi sosok pendengar yang baik ketika dirinya sedang berkeluh kesah.

“Net.” Geean melambaik-lambaikan tangannya didepan wajah Annette. “Net, kok malah bengong?”

“Gue juga suka sama lo, Geean,” ucap Annette dengan sangat tiba-tiba.

Pengakuan Annette barusan sukses membuat Geean terkejut.

“Lo juga boleh kok, gantiin posisi Zio.”

“Ini... Serius, Net?”

“Duarius!”

“Terus, sekarang kita... Pacaran?”

“Ya, kalo lo nggak nembak gue sih, ya berarti nggak,” ledek Annette.

“Yaudah, setelah balik ngampus, lo chat gue ya,” ucap Geean.

“Buat?”

“Katanya mau ditembak? Chat gue dulu, nanti gue kasih sesuatu.”

Annette bisa merasakan geli diperutnya, ucapan Geean barusan membuat ia merasakan efek kupu-kupu berterbangan dalam perutnya sekaligus perasaan deg-deg an.

Geean tertawa, “Belom juga ditembak, udah merah aja pipi lo, Net!”

“Geean!!!”

Setelah membaca pesan dari Annette, Geean langsung buru-buru berdandan serapih mungkin untuk menemui perempuan yang sudah lama ia sukai, Annette namanya. Geean dan Annette bisa dibilang cukup dekat karena selalu berada dikelompok belajar yang sama. Jadi, jangan heran ketika melihat Geean dan Annette terlihat sangat akrab.

Geean sudah mengeluarkan motor Vespa matic-nya yang berwarna hitam. Hari ini ia hanya mengenakan kaos putih oblong yang dilapisi oleh jacket denim hitam, serta celana panjang krem dan sepatu converse kesayangannya. Dirasa semuanya sudah siap, ia langsung berjalan menuju kosan milik Annette. Jalan sore hari ini cukup membuat Geean mengembuskan napasnya dikarenakan tampak begitu padat.

Setelah beberapa menit, akhirnya Geean sampai di kosan Annette. Ia langsung mengabari Annette kalau dirinya sudah berada didepan kosnya. Tanpa menunggu lama, Annette memunculkan batang hidungnya. Geean yang melihat kehadiran Annette langsung terdiam dan terpesona. Ia memandangi Annette tanpa memiliki keinginan untuk mengedipkan matanya. Annette tampak sangat cantik hari ini.

“Woy! kenapa bengong? gue cantik, ya?” Candaan Annette sukses membangunkan lamunan Geean.

“Iya—eh nggak! eh… Aduh, ayo deh cepetan naik, udah mau ujan!”

“Yaelah Gi, kalo mau bilang iya tuh gausah grogi gitu kali,” ledek Annette sembari menepuk pundak Geean pelan.

Geean tidak menanggapi ucapan Annette barusan, ia memilih untuk melajukan motornya dan menahan rasa malu.

Mulut gue kenapa nggak bisa dicontrol banget, sih! batinnya.


Kini mereka sudah menghabiskan 30 menit di Cafe, mereka hanya mengobrol dan bertukar cerita-cerita lucu seperti biasanya, sampai dimana Geean berusaha untuk mengubah topik pembicaraannya dengan Annette.

“Net,” panggil Geean.

Annette yang sedang menyeruput minumannya langsung menengok, “Kenapa, Gi?”

“Kalo boleh tau, lo kenapa bisa putus sama mantan lo itu?”

Annette terdiam.

“Eh, Maaf kalo semisalnya lo ga—“

“Dia lebih milih temennya daripada gue.” Annette memotong ucapan Geean barusan.

“Maksud dari dia lebih milih temennya tuh gimana? temennya cewek? dia naksir?”

“Ya, iyalah! Lo pikir temennya dia cowok????”

Geean terkekeh, “Sorry, hehe. Gue kan nggak tau.”

“Tapi, iya. Dia naksir sama temen ceweknya yang bisa dibilang baru kenal beberapa bulan. Temennya itu selalu jadi prioritas pertamanya. Sedangkan gue yang pacarnya malah di keduain. Gila, ya?”

“Udah bukan gila lagi itu mah, Net! udah gila banget. Kelewatan banget, Anjir!” Geean sedikit menekankan kalimat terakhirnya.

Annette hanya tertawa melihat Geean yang terpancing emosi. Temannya ini sangat lucu, apalagi saat ia menyampaikan kalimat terakhirnya.

“Kok lo yang emosi, sih?” tanya Annette.

“Kesel lah gue. Mantan lo itu brengsek banget tau, nggak! gue yang cowok aja mengakui kalo dia emang brengsek,”

“Besok-besok kalo dia bikin lo galau lagi, cerita ke gue ya, Net! gue siap buat marah-marahin dia dan gue siap buat jadi sandaran lo!”

Annette tersedak, “Uhuk!”

“Eh—Lo gapapa, Net?” tanya Geean panik.

“Nggak… nggak, gue gapapa. Tapi itu lo serius sama omongan lo barusan?”

“Yang mana?”

“Yang Siap jadi sandaran gue…”

Geean mengangguk, “Iya, kalo lo mau. Lo nya mau, nggak?”

“Eh bentar, Gi. Gue kebelet buang air kecil. Bentar ya.” Annette langsung buru-buru meninggalkan Geean yang dibuat bingung oleh tingkahnya.

“Si Annette salting gemes banget.” Geean tertawa sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Motor Elian sudah terparkir sempurna didepan halaman rumah milik Bigel. Sang pemilik rumah keluar dengan menggunakan jaket sesuai perintahnya.

“Ayok, naik.”

Bigel pun mulai menaiki motor Elian yang dibantu oleh sang pemilik motor.

“Mau kemana ini, El?”

“Udah ikut aja, pegangan.” Elian menarik kedua tangan Bigel untuk berpegangan dengan memeluk pingganya.

“Modus aja lo!!” seru Bigel sembari menepuk pundak milik Elian.

Yang ditepuk malah terkekeh, “Gapapa, bentar lagi udah jadi pacar ini, iya gak yang?”

“Elian!!!”

Bukannya apa, Bigel benar-benar salah tingkah sekarang, Elian memang selalu berhasil membuat Bigel salah tingkah. Pipinya sekarang sudah memanas kemerahan, ia panik bukan main, takut Elian akan melihatnya.

Setelah beberapa menit diperjalan, kini keduanya telah sampai di tempat tujuan. Elian membawa Bigel ke taman yang juga bersebelahan dengan danau yang terlihat begitu cantik karena adanya pantulan cahaya dari lampu-lampu gedung yang berada disekitar sana.

Elian mengajak Bigel untuk duduk di bangku yang tersedia disana, “Duduk sini.”

Bigel menurut, ia duduk disebelah Elian sembari melihat pemandangan malam yang sangat cantik. Tiba-tiba Elian mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya, Elian membuka kotak merah berbentuk persegi panjang itu. Kemudian, ia keluarkan kalung yang dilengapi oleh liontin cantik dari dalam sana, lalu ia pasangkan kalung tersebut keleher milik bigel.

“El…”

“Buat apa?” sambungnya.

“Buat lo, disimpen ya. Lo cantik pake itu.”

“Elian, makasih.”

Ia mengangguk dan tersenyum. Kini, Elian sudah duduk berjongkok sembari menghadap kearah Bigel. Ia memegang tangan kanan Bigel, yang dipegang pun langsung terkejut.

“Bi, lo tau kan gue suka sama lo? lo tau kan gue sayang sama lo? lo tau kan gue sayang sama lo as a lover bukan as a friend?”

Bigel mengangguk.

“Sekarang gue boleh ngehapus status lo sebagai sahabat gue dan gue ganti jadi pacar gue?”

Bigel sempat terdiam sejenak, ia benar-benar terkesima oleh sosok laki-laki yang berada dihadapannya.

“Bi? kok diem?”

“Nggak apa-apa, cuma heran aja, pacar aku ganteng banget malem ini.”

“Oh—Hah???”

“BARUSAN BILANG APA BI??? PACAR????”

“Makasih ya, El.”

“Makasih untuk apa?”

“Makasih karena lo udah baik sama gue, lo udah peduli sama gue, lo udah sayang sama gue, lo udah selalu jagain gue dari kecil.” Bigel tersenyum kearah Elian.

“Sama-sama, jadi minta peluk nggak, nih?” goda Elian sambil merentangkan tangannya seakan-akan seperti menawarkan pelukan. Bigel memukul lengan Elian, yang akhirnya langsung masuk kedalam dekapan Elian.

“Terus sekarang kita apa, Bi? pacaran?”

“Pdkt dulu lah anjir!”

Elian terkekeh sembari mengeratkan pelukannya.

Nyaman, itu yang sekarang dirasakan oleh Bigel.

Suara mesin mobil yang tak asing ditelinga Bigel baru saja berhenti didepan rumahnya. Bigel yang tahu itu adalah mobil Elian langsung turun dari kamarnya dan segera menghampiri temannya itu.

Pintu baru saja Bigel buka, bukannya mempersilahkan Elian untuk masuk, Bigel memilih untuk menghambur kepelukan Elian.

“Gue benci banget sama Ayden, gue benci banget sama Nadin, El… Gue bodoh banget, gue bodoh banget kenapa bisa percaya sama manusia kayak mereka,” lirih Bigel.

Elian yang merasa tidak tega langsung menepuk-nepuk pundak dan puncak kepala Bigel.

“Keluarin semuanya, Bi. Gapapa lo marah-marah ke gue, yang penting lo lega,” ucap Elian.

“Ayden mutusin gue dengan alasan dia lagi gamau pacaran, El, tapi ternyata dia selingkuh sama sahabat gue sendiri… Brengsek!!!”

“Gue mau jambak, Nadin!!”

Bigel memukul dada Elian berkali-kali untuk melampiaskan kekesalannya. Elian sama sekali tidak keberatan, ia benar-benar membiarkan temannya itu untuk meluapkan semua emosinya, karena Elian tahu, Bigel sudah lama memendam emosinya.

Setelah merasa tenang, Bigel melepaskan pelukan Elian dan kembali membereskan penampilannya yang tampak kacau, “Sorry, El. Seharusnya gue nggak marah-marah dan mukul-mukul lo kayak gitu.”

Hey, it’s fine. Yang penting lo udah lega, kan?”

Bigel mengangguk.

Elian mengajak Bigel untuk duduk, kemudian ia menyuruh Bigel untuk menyender dipundaknya, “Bi, sini.”

“Dengerin ya, gue mau jujur. Lo nggak usah liat ke gue gapapa. Nih, sambil makan cokelat,” ucapnya sembari memberikan satu batang cokelat kepada Bigel.

Thanks.” Bigel menyenderkan kepalanya kepundak milik Elian sembari memakan cokelat pemberian Elian.

“Bi, sebenernya gue tau Ayden main belakang sama Nadin—dengerin gue dulu!!” baru saja Bigel ingin bangkit dari posisinya, tapi Elian sudah lebih dulu menahannya.

“Gue tadinya mau langsung kasih tau lo, tapi gue nggak tega. Bukannya gue jahat atau mau nyembunyiin ini sama lo, tapi gue cuma lagi cari waktu yang pas buat ngasih tau ke lo, tapi ternyata lo udah tau duluan dari orang. Maafin gue ya, Bi.”

Seharusnya Bigel marah kepada Elian karena ia tidak langsung memberitahunya. Tapi, hati Bigel luluh dengan penyamapain Elian.

“Nggak usah minta maaf, El. Lo nggak salah.”

“Gue boleh nanya dari kapan mereka main belakang?” tanya Bigel.

“Semenjak lo sibuk ngurus webinar kemarin. Bara yang ngasih tau, Bara ngeliat Ayden jemput Nadin di Bandara, dan beberapa kali Nadin juga main ke kosnya Ayden.”

Bigel tersenyum miris.

Pantas saja, pantas saja Ayden berubah menjadi cuek dan jarang menghubunginya kala itu. Ternyata, mantan kekasihnya sudah menemukan rumah barunya.

Elian benar-benar datang hari itu juga. Setelah mendapat pesan dari Bigel, ia langsung memesan tiket penerbangan Jakarta-Malang.

Sekarang, ia sudah bersama Bigel. Ia berada di balkon kamar hotel milik Bigel. Bigel masih tampak sangat kacau, hal itu membuat Elian menyuruh temannya itu untuk duduk disampingnya. Elian memberikan satu earphonenya kepada Bigel.

“Kenapa?” tanya Bigel.

Elian melirik ke arah Bigel dan sempat tersenyum. Lalu, ia kembali mencari sesuatu diponsel nya, tiba-tiba lagu Garis Terdepan milik Fiersa Besar terdengar ditelinga Bigel.

“Dengerin menit ke 2:32-2:54 ya, Bi.”