scrpleo

Suara klakson mobil milik acel sudah terdengar, Keira langsung membukakan pintu untuk kekasihnya yang baru saja tiba. Betapa gemasnya ia melihat kekasihnya yang masih belum melepas satu kunciran yang tadi dibuat oleh Lula, anak tetangganya.

“Ihhhhh lucu banget ngga dilepas kuncirannya,” ucap Keira yang langsung menghampiri kekasihnya.

“Enak juga ternyata dikuncir gini, soalnya poni ku udah panjang.” Keduanya berbicara sembari jalan memasuki rumah Keira.

Keira dan Acel sudah duduk bersebelahan diruang tamu. Acel langsung melepas ikatan rambut yang membuat rambutnya sedikit berantakan.

“Iya sih, poni kamu udah panjang nih,” sambung Keira sembari merapikan rambut Acel dengan menyisirkan jemarinya pada helaian hitam itu.

“Tadinya aku mau potong tapi sayang, ah. Udah libur ini.”

Ditengah-tengah obrolan mereka, Evelyn datang dari taman belakang dan langsung menghampiri keduanya.

“Aduh, ada calon mantu. Dari tadi, cel?”

Acel langsung tersenyum kikuk dan menyambut kedatangan Evelyn dengan menyalimi tangan ibu kekasihnya itu.

“Halo tan, hehe. Baru dateng kok.”

“Oalah, yaudah lanjut lagi gih. Tante naik dulu ya, Om Ezhar lagi kurang enak badan, makanya gabisa nemuin kamu.”

“Loh, Om Ezhar sakit apa tan?” tanya Acel dengan ekspresi khawatirnya.

“Cuma kecapean biasa kok, kemaren abis pulang dari luar kota.”

“Oalah, salam untuk om ya tan… Semoga lekas sembuh.”

Evelyn hanya mengangguk dan berpamitan kepada keduanya.

“Oh iya kak, jangan lupa Acelnya dibikinin minum,” ucap Evelyn sebelum naik kekamarnya.

“Iya mah.”

Setelah Evelyn meninggalkan keduanya, Keira langsung menawarkan kekasihnya untuk minum, “Kamu mau minum apa?”

“Air putih aja, Kei.”

Keira langsung beranjak dari duduknya untuk menuju dapur.

“Oh iya, aku nitip handphone ku ya. Lagi pesen go-food, takut drivernya chat atau telepon. Kamu tau password nya kan?” ujar Keira dari arah dapur.

“Tauuuuuu.”

Selama Keira berada di dapur, Acel hanya memainkan handphone milik kekasihnya, bukannya lancang, tapi mereka berdua memang sudah sering meminjam atau memainkan handphone satu sama lain. Ia membuka galeri foto kekasihnya itu hanya untuk sekedar melihat foto-foto selfie yang dimiliki Keira. Acel tersenyum melihatnya.

Saat sedang asik bermain dengan handphone Keira, tiba-tiba muncul satu notifikasi pesan dari handphone Keira yang sukses membuat Acel terdiam, ia tidak sengaja membacanya. Baru saja ingin membuka roomchat tersebut, Keira datang dengan membawa nampan yang berisi satu gelas air putih dan beberapa cookies yang tadi sempat ia buat sebelum Acel datang.

“Drivernya belum telepon?” tanya Keira.

Acel hanya menggeleng.

“Kamu kenapa?” Keira terheran melihat ekspresi kekasihnya itu yang agak sedikit cemberut.

“Gapapa, Eh… Ini cookies buatan kamu?” Acel langsung merubah ekspresi nya menjadi kembali riang dan mengambil satu cookies yang sudah disajikan oleh Keira.

“Iya!!! aku buat pake resep mama tadi, sebelum kamu dateng. Enak ngga?”

“Enak banget, babe!!”

“Dihhhh, bohong ya?”

“Mana ada aku bohong! ini beneran enak tau.”

Keira otomatis tersenyum setelah mendengar jawaban Acel, ia sangat senang karena kekasihnya itu selalu suka dengan masakannya. Keira ikut mencicipi cookies buatannya, baru saja ingin menyuapkan suapan terakhir, bel rumahnya berbunyi.

“Kei, kayaknya itu go-food kamu deh.”

“Oke, sebentar ya aku ambil dulu.”

Keira berjalan keluar rumah dan kemudian kembali masuk dengan membawa tentengan makanan yang tadi sempat ia pesan.

“Ayoooooo makan!”


Setelah selesai makan, mereka lanjut untuk menonton film bersama. Keira menyenderkan kepala nya ke pundak milik Acel, dengan Acel yang juga menyenderkan kepalanya ke atas kepala Keira.

“Mau nonton apa?” tanya Acel.

“The notebook aja!”

“Kei, please deh. Kita udah sering banget nonton itu.” Acel berdecak.

“Biarin ah, itu film nya bagus. Aku ngga bisa move on!!!”

Akhirnya, mau tidak mau, Acel menuruti kemauan kekasihnya itu. Ditengah-tengah film, Acel bisa mendengar suara isakan yang berasal dari kekasihnya.

“Tuhkan, masih aja nangis pas scene itu.”

“Ya gimana ngga nangis! mereka saling sayang, tapi dipaksa buat pisah. Sedih banget tau!”

Acel terkekeh dan langsung memeluk kekasihnya dari samping, “Udah udah, nangisnya jangan kenceng-kenceng, nanti aku dikira lagi marahin kamu sama mama.”

Saat itu juga, Keira langsung diam dan kembali menonton dengan kepala yang masih menyender dipundak Acel. Beberapa jam berlalu, film yang mereka tonton akhirnya selesai. Acel langsung izin berpamitan dengan Keira karena waktu yang sudah menunjukkan pukul delapan malam.

“Aku pulang ya, makasih udah dibikinin cookies yang enakkkkk banget!” Acel tersenyum sembari mengacak-acak rambut Keira.

“Sama-sama!”

Acel tersenyum, “Yaudah, aku pulang yaaa. Titip salam buat mama sama papa.”

“Okay, ayo aku anterin ke depan.”

“Kak… Acel udah nunggu dibawah nih, dandannya gausah lama-lama. Udah mau ujan!!” teriak Evelyn.

“Iyaaaa maaaah,” saut Keira dari kamarnya.

Hari ini adalah hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Keira, hari dimana ia akan mengungkapkan perasaanya kepada sahabatnya itu. Walaupun sebenarnya ada sedikit rasa takut dan khawatir, tapi ia berusaha untuk tetap tenang.

Keira sekarang sudah jalan menuruni tangga, ia bisa melihat jelas bahwa Acel sudah duduk bersama kedua orang tuanya diruang tamu. Ia langsung menghampiri semuanya dan mengajak Acel untuk segera berangkat.

“Ayo.”

Keira langsung berpamitan dengan kedua orang tuanya yang diikuti oleh Acel, “Jalan ya Mah, Pah.”

“Tante, Om… Jalan dulu ya.”

“Hati-hati, ya” ucap Ezhar dan Evelyn bersamaan.


Sekarang mereka sudah sampai di bioskop, Keira sibuk memilih film apa yang akan mereka tonton. Sedangkan Acel, ia hanya mengikuti Keira dari belakang.

“Cel, nonton ini aja kali ya.” Keira menunjuk poster film yang berjudul Imperfect, “Yang lain keliatan ngga seru, terus sisanya tinggal film horror,” sambungnya.

“Yaudah, gapapa film horror aja,” celetuk Acel dengan nada antusias.

Keira mencubit pelan perut Acel, “Ngga mau ya! lo mau nanti setelah selesai nonton gue video call-in terus kayak waktu itu?”

Acel terkekeh, “Mau donggggg.”

“Udah, nonton imperfect aja! jangan aneh-aneh deh lo.”

“Iya iya, oke.”

Setelah mendapat persetujuan dari Acel, Keira berjalan menuju tempat pembelian karcis namun tangannya langsung ditahan oleh Acel, “Ngapain?”

“Beli tiket.”

“Udah gue aja, Lo tunggu sini.”

“Lah, yaudah ini uangnya.” Keira memberikan satu lembar uang seratus ribu kepada Acel, tapi langsung ditolak.

“Kok???”

“Gue yang traktir.” Acel langsung pergi meninggalkan Keira.

Tidak lama kemudian, Acel kembali sembari membawa popcorn dan minuman, “Nih, jangan diabisin sebelum masuk studio!”

Keira terkekeh. Acel sangat tau jelas kebiasaannya ketika ingin menonton film.

“Makasih Acel!!”

beberapa menit kemudian.

Pintu theater 5 telah dibuka…

“Acel ayo!! udah disuruh masuk tuh.”

Keduanya pun langsung jalan menuju studio dengan bersamaan.


Setelah selesai dengan menonton film, mereka berdua pergi ke area outdoor untuk mencari makanan sambil menikmati live music. Alunan musik lawas melengkapi malam yang cukup dingin dikarenakan hujan yang sempat turun dengan lebat.

“Eh, lo kedinginan ya Kei? mau masuk aja, ngga?” tanya Acel khawatir.

“Engga kok! gapapa, disini aja.”

Keduanya kini sudah duduk sambil menikmati makanan yang sudah mereka pesan tadi.

“Ini lagu tahun berapa ya, Cel?” Keira kembali membuka suaranya.

“Waduh, kurang tau Kei. Gue belom lahir,” jawab Acel yang diakhiri dengan tawaan kecil.

Keira hanya mengangguk dan kembali menyantap makanannya, begitu pun juga dengan Acel.

“Oh iya, lo mau ngomong apa?” tanya Acel tiba-tiba.

Saat itu juga, jantung Keira rasanya ingin copot. Ia lupa bahwa tujuannya mengajak Acel hari ini adalah untuk mengungkapkan perasaanya.

“Eum—Gimana ya Cel…”

It’s okay, santai aja santai… Mau bilang apa sih?”

Keira sempat diam sebentar.

“Kenapa?” tanya Acel.

“Sebentar…” Keira menarik napasnya.

Acel mengangguk dan kembali memperhatikan Keira dengan menaruh dagunya ditumpuan tangannya.

”Mati gue, kenapa dia segala ngeliatin gue kayak gitu,” batinnya.

Keira menarik napasnya pelan sebelum berbicara.

“Acel…”

“Sebenernya gue suka sama lo. Gue suka sama lo lebih dari sahabat.” Keira langsung membuang mukanya ke lain arah, ia malu sekaligus takut dengan respon Acel.

“Dari kapan?” Acel mulai bersuara. Jujur, ia sangat terkejut dengan ucapan Keira barusan.

“Gue engga tau dari kapan, tapi setelah Aurel minta kontak lo waktu itu tiba-tiba aja muncul perasaan ngga suka, apalagi kemaren lo sempet deket sama Rea.”

Acel mencerna ucapan Keira barusan, ia benar-benar ingin lompat saat itu juga. Akhirnya, ia bisa tau perasaan Keira kepadanya. Acel sangat menghargai keberanian Keira untuk jujur kepadanya, tapi yang Acel inginkan adalah ia yang menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Jadi, mau tidak mau Acel harus berpura-pura untuk menolak perasaan Keira terlebih dahulu.

“Sorry, Kei.”

Keira langsung menatap mata Acel dan tersenyum, “Gapapa, gue cuma ungkapin aja kok, biar lega.”

Acel hanya mengangguk tanpa memberikan penjelasan. Padahal aslinya, ia ingin sekali memeluk Keira dan membalas ucapan Keira bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama. Tapi, ia urungkan karena mengingat bahwa ia mempunyai rencana lain untuk menyatakan perasaannya kepada Keira.

Canggung, itulah suasana saat ini. Keira melihat kearah jam tangannya yang sudah menunjukki pukul sembilan malam. Dirasanya, angin malam sudah berhembus begitu kencang dan mulai mengganggu kenyamanannya, jadi ia memutuskan untuk mengajak Acel agar segera pulang. Acel yang sedang minum langsung meng-iyakan ajakan Keira dan langsung pergi meninggalkan tempat tersebut.

Dengan langkah terburu-buru, Keira pergi meninggalakan kelasnya. Ia segera pergi menuju kelas Acel yang berada tepat di sebelah kelasnya. Sesampainya disana, ia tidak menemukan sosok sahabatnya, hanya ada Kenzie yang sedang duduk di bangku sahabatnya itu. Keira menghampiri Kenzie, “Jie!” panggil Keira.

“Eh, Keira. Ngapain, Kei?” tanya Kenzie sembari meletakkan ponselnya diatas meja.

Keira menoleh kekanan dan kekiri untuk memastikan keberadaan Acel, “Um… Acel kemana, Jie?”

“Loh, emangnya Acel ga ngasih tau lo?”

“Engga tuh, emangnya Acel kemana?”

Kebiasaan banget si Acel, batin Kenzie.

“Acel lagi ke kelasnya Rea, bantuin ngerjain soal ekonomi.”

Keira hanya membalas perkataan Kenzie dengan ber-oh ria, kemudian ia pamit untuk pergi dari sana. Ada rasa kesal yang dirasakan oleh Keira, bukan kesal karena ia cemburu, melainkan Acel yang tidak menepati janjinya untuk makan bersama dengannya. Kalau begitu, lebih baik ia pergi ke kantin bersama teman-temannya.

Karena merasa sia-sia, Keira pergi menuju taman belakang sekolah. Ia duduk seorang diri dengan kotak bekal yang sedari tadi ia bawa. Menurut Keira, duduk disini adalah cara ia bisa mengembalikan moodnya, walaupun hanya dengan mendengarkan lagu melalui airpods sambil melihat tanaman-tanaman hijau disekitar taman. Keira juga sempat mengirimkan pesan kepada teman-temannya untuk ikut menemaninya, tetapi tidak ada satu pun yang membalas, mungkin mereka sibuk memesan makanan.

Saat sedang asyik menyantap makanan yang sudah dibuat oleh ibunya, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara lelaki yang terdengar tidak jauh darinya.

“Keira!”

“Loh, kak Malik?”

Iya, dia Malik.

Malik menghampiri Keira yang sedang duduk seorang diri kemudian ikut duduk disamping Keira, “Lo ngapain sendirian disini?”

“Ya, gapapa sih kak, kepengen aja.”

“Ini gapapa nih gue duduk disini? I mean, gak ada yang marah, kan?”

Keira menutup kotak bekalnya, “Santai aja, kak.”

Malik tersenyum setelah mendengar jawaban dari Keira.

“Kak Malik ngapain disini?”

“Tadi kebetulan dari perpus, terus kok ngeliat ada cewe cantik duduk sendiri. Jadi, yaudah deh gue samperin aja.”

Keira sontak melihat ke arah Malik, “Apaansih lo, kak! Alay banget.”

“Eh, kok alay, sih? Beneran loh gue.”

“Gajelas!!!”

Tidak lama setelah itu, bel pertanda jam pelajaran selanjutnya berbunyi. Keira langsung buru-buru memasuki kotak bekalnya kedalam tas totebag kecil yang ia bawa. Jangan lupakan Malik yang masih disana menemani Keira.

“Kak malik, gue duluan ke kelas ya.” Keira bangun dari duduknya, namun langsung ditahan oleh Malik.

“Bareng aja.”

“E-eh…gimana, kak?”

“Bareng aja ke kelas nya, ya gue tau sih beda lantai, tapi kan gue lewatin lantai kelas lo dulu. Jadi, gapapa dong kalo bareng naiknya?”

Keira masih mencerna ucapan Malik, sebenernya ia tidak mau, karena jika ia berjalan berdua dengan Malik, pastinya akan menjadi omongan dibase. Tetapi, ia juga tidak enak kalau menolaknya, apalagi Malik sudah menemani dirinya di taman, walaupun memang bukan kemauan dari dirinya. Jadi, mau tidak mau Keira meng-iyakan ajakan Malik. Setelah setuju, mereka berdua langsung meninggalkan taman dan mulai berjalan bersama.

Setelah selesai dengan urusan dapur, Keira langsung berjalan ke arah ruang tamu. Ia melihat Acel yang sedang tidur di atas sofa dengan tangan yang menjadi tumpuan kepalanya.

“Cel, bangun yuk. Makanannya udah jadi.” Keira membangunkan Acel dengan nada pelan.

Acel tidak bangun juga.

“aduh, ni anak tidur apa pingsan sih,” batinnya.

Keira menepuk pipi acel dan mencoba membangunkan sekali lagi, “Acelole… Bangunnnn….. Makanannya udah jadi!!!”

Acel langsung bangun dari tidurnya, walaupun matanya masih tertutup sedikit. Keira tertawa melihatnya, “Melek kali, Melek,” ledek Keira.

“Berisik, minggir ah. Gue mau cuci muka!” Acel menyentil dahi Keira.

“Ih!!! dasar Acel, nyebelin.” Acel hanya tertawa dan langsung meninggalkan Keira disana.

Setelah itu, keduanya langsung pergi menuju meja makan, kedua orang tua Acel juga sudah menunggu disana. Mereka semua langsung mencicipi hidangan yang dibuat oleh Keira dan Selina. Setelah selesai dengan makan malam, mereka pindah ke ruang tamu untuk mengobrol singkat.

Jam sudah menujukkan pukul 8 malam, Keira segera berpamitan dengan kedua orang tua Acel, “Tante… Om, Keira pamit pulang dulu ya, makasih juga oleh-oleh nya.”

“Iya, sama-sama anak cantik. Salam untuk mama dan papa mu ya!” seru Selina.

“Iya tan,” Keria menyalimi tangan Selina dan Andre.

“Di antar kamu kan, Cel?”

“Iya pi, Acel anter Keira dulu ya,” ucap Acel sembari berpamitan.


Kini mobil Acel sudah terparkir di depan halaman rumah milik Keira.

“Udah sampe, cantik.”

“Oke ganteng, makasih banyak untuk hari ini,” ucap Keira sambil melepaskan seat beltnya

“Seneng, ngga?” tanya Acel.

“Seneng lah!!”

Acel tersenyum dan mengacak-acak rambut Keira, “yaudah, sana masuk. Jangan lupa bersih-bersih dulu baru tidur.”

“Siap, lo juga!”

Acel mengangguk.

“Maaf gabisa mampir, udah malem soalnya. Salam aja buat Papa sama Mama, ya.”

“Oke, hati-hati Acel!”

Keira membuka pintu dan lekas turun dari mobil Acel, ia tidak langsung masuk melainkan melambaikan tangannya ke arah Acel. Yang di dalam pun menurunkan kaca jendela dan membalas lambaian tangan dari sahabatnya itu.

“Masuk, gih.”

Yang disuruh pun mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumahnya, bersamaan dengan Acel yang juga melajukan mobilnya.

Keira mengintip dari jendela kamarnya, ia bisa melihat jelas mobil Acel yang sudah terpakir di depan rumahnya. Ia turun dan tidak lupa untuk berpamitan dengan Ibunya. Setelah berpamitan, Keira berjalan keluar rumah dan langsung menghampiri mobil Acel, sedangkan yang berada di dalam mobil pun mempersilahkan sahabatnya untuk masuk.

“Maaf ya lama, tadi ngantri banget di pom bensin,” ucap Acel sembari membantu Keira dengan menaruh barang bawaannya ke jok belakang mobil.

“Gapapa, santai aja. Tadi macet, ga? Oh iya, roti yang dari gue dimakan?”

“Tadi ngga begitu macet sih, dimakan kok!”

“Nih, udah di dalem perut,” sambungnya sambil menunjuk-nunjuk perutnya.

“Bagussss!”

Setelah itu, tidak ada obrolan lagi diantara keduanya. Acel kembali menyalakan radio mobilnya, tiba-tiba lagu perfect milik one direction terputar.

Our song, Kei!” seru Acel dan langsung menyanyikan lagu itu dengan semangat. Keira hanya tersenyum, dan ikut bernyanyi bersama Acel.

”But if you like causing trouble up in hotel rooms”

”And if you like having secret little rendezvous”

”If you like to do the things you know that we shouldn't do”

”Then baby, I'm perfect”

”Baby, I'm perfect for you”

“Aduh, gue jadi kangen one direction!!!” celetuk Keira ketika lagunya sudah selesai terputar.

“Kalo gue, kangen ngga?” tanya Acel.

Alih-alih menjawab pertanyaan Acel, Keira lebih memilih untuk mencubit lengan Acel, “Aduh! aw—sakit, Kei!!!”

“Sukurin! lagian ngga nyambung,” Keira memutarkan matanya, sebal.

“Yeeee, kan nanya doang!”

“Udah deh, mending lo fokus nyetir aja.”

Acel hanya terkekeh pelan, ia sangat tau betul pasti sahabatnya itu sedang salah tingkah.

“Pipi lo merah tuh.”

“ACEL!!!!”


Mereka berdua telah sampai, Acel memarkiran mobilnya dengan sempurna digarasi rumahnya, lalu mereka berdua turun dari mobil.

Acel jalan lebih dulu dan segera menekan bel rumahnya. Tidak perlu menunggu lama, pintu rumah Acel terbuka dan menunjukkan sosok wanita cantik dengan pakaian yang begitu sederhana tapi terkesan mewah.

“Halo tante,” sapa Keira sambil menyalimi tangan Selina, ibu Acel.

“Halo, anak cantik! ih tante kangen sekali sama kamu.” Selina merangkul bahu Keira, “Yuk, Masuk yuk, Kei.”

“Iya tante,” ucap Keira.

“Pi, liat nih… Siapa yang datang,” ujar Selina.

Andre yang sedaritadi sedang asyik menonton film diruang tengah langsung bangkit dari sofa dan langsung berjalan ke arah sumber suara, “Waduh… Makin cantik aja, gimana kabar mu, sehat kan? mama papa sehat?”

Keira menyalimi tangan Andre, “Baik kok om, papa sama mama juga sehat.”

“Bagus kalau begitu.”

Acel hanya memperhatikan Keira yang sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya, lalu ia izin pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya sebentar.

“Mi, Pi, Acel naik sebentar ya… Mau ganti baju.”

Selina dan Andre hanya mengangguk.

“Kei, bentar ya.” Acel menepuk bahu Keira.

“Iyaaaa.”

Setelah Acel pergi ke kamarnya, mereka bertiga hanya berbincang-bincang sedikit.

“Kei, langsung ke dapur aja yuk!” ajak Selina.

“Ayok tan, boleh.”

Tepat pada jam istirahat pertama, Acel segera meninggalkan kelasnya untuk pergi menuju ruang guru. Sebenernya, ia belum tau jelas mengapa dirinya diminta untuk mendatangi meja gurunya tersebut. Sebelum pergi ke ruang guru, ia sempat melihat ke arah kelas Keira. Acel benar-benar dibuat gemas oleh Keira, bagaimana tidak?Keira terlihat sedang tertidur dengan menggunakan bantal leher sambil menundukkan kepalanya sampai menyentuh meja, Acel juga sempat mengeluarkan ponselnya untuk memotret kegemasan sahabatnya itu.

Selesai melihat sahabatnya itu, Acel melanjutkan langkahnya sembari memasang airpods ke telinga sebelah kanannya. Ia berjalan menelusuri koridor sekolah yang cukup ramai sambil menikmati lagu yang ia putar, saat sedang asyik mendengarkan lagu, tiba-tiba seseorang dari arah belakang menepuk pundaknya.

“Halo… Halo… Lo denger gue ngga, ya?”

Acel menoleh sambil melepaskan airpodsnya, “Kenapa ya?” tanya nya.

“Lo Acel bukan?”

Yang ditanya pun sempat terkejut, bagaimana seseorang yang ada di depannya ini bisa tau jelas namanya.

“Iya gue Acel, Lo? kok bisa tau kalo nama gue Acel? padahal kayaknya we’ve never met before??”

Perempuan itu tertawa singkat sebelum menjawab pertanyaan Acel.

Hello??? siapa yang ngga tau lo, sih?”

“Lo tuh sering masuk base kan sama sahabat lo itu, siapa tuh namanya Keke—ah iya, Keira!” sambung nya.

Acel hanya ber-oh ria.

By the way, lo disuruh sama bu meita buat ke ruang guru kan?” tanya perempuan itu.

“Iya, kok lo tau?”

Perempuan itu langsung menarik tangan Acel, “Udah ikut aja, nanti juga lo tau.”

Mau tidak mau, Acel terseret untuk jalan berdua menuju ruang guru.

“Oh iya, gue Edrea, 11 MIPA 2. Lo bisa panggil gue Rea!”

MIPA 2? berarti sekelas sama Yoga dan Malika? tapi kok gue ngga pernah liat dia,” batinnya.

Ah, ngga penting juga.

Acel tidak meresepon apa-apa, ia hanya mengangguk paham. Sampai akhirnya mereka berdua tiba di depan ruang guru, baru saja Rea ingin membuka knop pintu, tetapi Acel sudah lebih dulu menahannya.

“Eh… Kenapa?” tanya Rea.

“Gue masih ngga paham kenapa gue disuruh kesini, Lo kelihatannya udah tau maksud dan tujuan gue disuruh kesini, yakan?” tanya Acel.

“Sst! udah deh, masuk aja dulu. Nanti lo juga paham kalo udah dikasih tau sama Bu Mei.”

Lagi dan lagi Rea menarik tangan Acel untuk masuk ke dalam ruang guru. Mereka berdua langsung menghampiri meja Bu Meita.

“Permisi bu.”

“Eh Acel, loh kalian berdua datangnya barengan?”

“Iya bu, kebetulan ketemu tadi di koridor,” ujar Rea.

“Orang yang ditanya gue, malah dia yang jawab!” batinnya.

“Jadi, ada perlu apa ya bu?” tanya Acel penasaran.

“Jadi gini, sebelumnya kalian sudah saling kenal kan ya?”

“Bel—“

“Udah bu!” Rea memotong ucapan Acel.

“Nah, bagus kalau begitu! Jadi begini, nilai ekonomi Rea dari semester satu sampai sekarang ini tidak ada peningkatan, ibu minta tolong sama kamu, Acel… Untuk membantu Rea dalam mengerjakan soal-soal untuk beberapa hari kedepan, ya… Setidaknya sampai seminggu sebelum UAS lah.”

Acel benar-benar speechless, bagaimana bisa dia yang dipilih untuk membantu seseorang. Kenapa harus dirinya? dan mengapa harus bersama perempuan seperti Rea?

“Ibu, maaf. Tapi, kenapa harus saya, ya?”

“Dikarenakan nilai ekonomi kamu yang paling stabil, Acel. Jadi, cuma kamu yang memungkinkan untuk bisa membantu Rea mengerjakan soal-soal yang ibu berikan.”

Rea sama sekali tidak membantah, ia terlihat seperti terima-terima saja dengan apa yang diucapkan Bu Meita.

“Bagaimana, Acel? kamu mau, kan?”

Acel sempat melihat ke arah Rea, perempuan itu juga menatap Acel sembari memohon kepadanya untuk meng-iyakan ucapan Bu Meita tadi, “Iya bu, saya mau.”

“Oke bagus kalau gitu, ini beberapa soal yang sudah saya bikin. Selebihnya, terserah kalian.”

“Oh iya, untuk kamu Rea, tolong pahami soal-soalnya, dan jawab dengan teliti!”

“Baik, bu.”

“Oke, sekarang kalian sudah boleh pergi.”

“Baik, terima kasih bu,” pamit keduanya bersamaan.

“Cel, itu Keira sama Jaki?” tanya Yoga sambil menyenggol lengan kanan Acel.

Acel menoleh dan menyipitkan matanya untuk memperjelas pengelihatannya. Benar apa yang dikatakan oleh Yoga, dari jarak yang tidak terlalu jauh darinya, Keira memang terlihat sedang menaiki motor Jaki. Apalagi, Jaki juga ikut membantu Keira yang kesulitan untuk naik.

Ia tetap terus memperhatikan Keira hingga yang diperhatikan sadar dan melihat ke arahnya. Keira melihat Acel yang sedang berdiri tidak jauh dari tempatnya, ia melambaikan tangannya sembari melemparkan senyuman manis khas nya ke arah Acel. Sedangkan Acel hanya membalasnya dengan senyuman singkat.

Setelah Keira dan Jaki sudah hilang dari pengelihatan, Acel langsung mengeluarkan handphone dari saku celana sebelah kanannya dan mengetik sesuatu diatas sana.

“Woy! ayo cabut. Jadi kerumah gue, ngga? laper nih gue,” ucap Yoga.

“Jadi.” Acel kembali memasuki handphonenya dan menaiki motor lalu pergi meninggalkan parkiran sekolah.

Sedangkan disisi lain, Keira tersenyum akibat melihat notifikasi pesan yang dikirimkan oleh sahabatnya itu.

”Lucu,” batinnya.

“Heh, senyum-senyum sendiri ngeliat HP, hati-hati ke jambret!” seru Jaki yang sedari tadi melihat Keira dari kaca spionnya.

“Jaki, sembarangan banget lo kalo ngomong!!!”

Jaki hanya terkekeh pelan.

“Ya makanya, dikantongin dulu itu handphonenya.”

“Iya!! ini mau. Sama aja lo kayak Acel.”

“Jiakhhhh Acel terossssss.”

Keira tidak menghiraukan ucapan Jaki tadi, ia kembali memasukan handphonenya kedalam saku rok sebelah kanan nya dan kembali memperhatikan jalanan sore yang sudah lumayan ramai.

Bel pertanda istirahat sudah terdengar, Acel langsung bergegas keluar dari kelasnya. Ia berniat mengajak Keira untuk pergi ke kantin bersama, dikarenakan Kenzie yang sedang tidak hadir sekolah karena sakit, juga Yoga dan Malika yang masih belum keluar kelasnya karena masih ada jadwal tambahan.

Acel berjalan seorang diri menuju kelas Keira yang berada tepat disamping kelasnya, tidak lupa dengan kotak bekal yang ia dapat dari Keira pagi tadi. Dilihatnya dari jendela, Keira terlihat sedang mengobrol dengan teman-temannya, Acel tersenyum dan berniat masuk kedalam kelas Keira. Namun, langkahnya terhenti oleh seseorang yang sudah terlebih dulu menahan tangannya.

“Kak Acel!!”

Acel menoleh kearah sumber suara, “Aurel? lo Aurel kan?” tanya nya sembari mengingat wajah perempuan yang ada di depannya.

Yang ditanya pun langsung tersenyum kikuk sembari menyelipkan helaian rambut ke sela-sela telinganya, “Iya Kak, aku Aurel. Kak Acel mau ngapain? ngga ke kantin, Kak?”

“Ini mau kok, tapi mau nyamper Keira dulu,” ucap Acel sambil menunjuk ke arah Keira.

Raut wajah Aurel tiba-tiba berubah, berbeda dari sebelumnya.

“Oh gitu, yaudah deh. Aku duluan ya, Kak.”

“Ehhh, mau kemana, Rel?” tanya Acel sambil menahan tangan Aurel.

Aurel sempat mematung sebentar akibat Acel yang tiba-tiba saja menahan tangannya, “A-aku mau ke kantin, Kak.”

Acel melihat ke arah Keira sebentar sembari mengingat niatnya semalam untuk mengerjai Keira, lalu ia kembali menatap Aurel, “Yaudah, sama gue aja. Keira juga kayaknya lagi bahas hal penting sama temen-temennya. Gimana, mau ngga?”

Tanpa berpikir panjang, Aurel langsung meng-iyakan ajakan Acel. Mereka berdua jalan bersebelahan melewati koridor sekolah yang ramai akan tatapan orang-orang.

Yang berada di dalam kelas pun memperhatikan keduanya sejak awal. Ia tersenyum miris, dan memilih untuk kembali mendengarkan obrolan teman-temannya.

“Kei, Woy!!” tegur Jaki sembari melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Keira.

“APASIHHHHHH”

“Lo ngeliatin apa sih?” Jaki membalikkan tubuhnya untuk melihat apa yang sedaritadi temannya itu pandangi.

“Ngga ada! udah ah, back to topic. Jadinya kerkel di rumah siapa?”

“Lo!” ucap Rayya, Jaki, dan Jere serentak.

“ANJIRRRRR LO SEMUA!!!”

Keira membuka kedua matanya dengan perlahan akibat sinar matahari yang mengganggu pengelihatannya. Ia bangkit dari tempat tidur dan mengambil benda pipih yang ada diatas nakasnya.

Setelah melihat jam, Keira langsung keluar dari kamarnya dan menuruni tangga dengan sangat hati-hati. Sesampainya dibawah, ia dia kejutkan oleh sosok Acel yang sudah duduk manis bersama kedua orang tuanya di ruang makan sambil memakan roti selai cokelat yang dibuatkan oleh ibunya.

“Akhirnya tuan putri bangun,” sindir Ezhar, ayah Keira.

“Jangan digituin ah, Pah. Nanti ngambek anaknya,” ledek Evelyn.

“Ih! ngga tuh, kakak ngga ngambek!” seru Keira.

Keira langsung duduk disebelah Acel dan mencubit pelan lengan Acel sambil berbisik, “Lo ngapain sih pagi-pagi udah dirumah gue?”

“Dih, kan lo udah janji mau nemenin gue basket!” seru Acel.

“Ya iya sih, tapi ini masih jam 7!!!”

Acel menaruh jari manis nya diatas bibir Keira, “Sst, berisik! udah gih makan tuh rotinya, abis itu kita jalan.”

Kedua orang tua Keira hanya memperhatikan keduanya dengan tatapan gemas dan diakhiri dengan tawaan singkat pertanda paham dengan situasi tersebut.

“Kayak kita muda ya, Mah.”

Ini bukan pertama kalinya bagi Acel untuk datang kerumah Keira. Acel memang suka berkunjung kerumah Keira hanya untuk sekedar mampir atau bermain. Entah mereka hanya memesan makanan, mengobrol, atau menonton film. Seperti sekarang, mereka berdua sedang asyik duduk diatas sofa ruang tamu milik Keira sambil menonton film yang tadi sudah mereka pilih. Walaupun sempat ada debat sedikit.

Dilihatnya Keira yang sudah mengantuk membuat Acel melihat ke arah jam tangannya, “udah jam 8, gue balik deh,” batinnya.

Acel menepuk pipi kanan Keira, “Kei, oiii….gue balik ya.”

“H-hah? oh iya…yaudah, ayok gue anter ke depan,” ucap Keira dengan setengah sadar.

Kini mereka berdua sudah berada di teras rumah milik Keira, Acel menghadapkan badannya ke arah Keira yang habis menguap, “Thanks buat traktiran nya ya, and congrats sekali lagi. Udah gih sana masuk. Langsung tidur ya Kei,” Acel mengelus pelan kepala Keira kemudian pergi menghampiri motornya.

“Gue balik ya!”

Tidak lama, motor Acel sudah hilang dari pandangan Keira. Seharusnya dia menanggapi ucapan Acel tadi dan kembali masuk kedalam rumahnya tetapi ia masih mematung akibat perlakuan sahabatnya tadi.

“Ih, kok gue deg deg an.”